Senja Kumala, anak kecil malang yang lahir dari seorang wanita yang tak menginginkannya. Ia lahir karena hasil pemerkosaan.
Ibunya sangat benci dirinya, ia kerap mendapatkan siksa lahir batin. Bahkan hingga ia dewasa dan menikah, penderitaan Senja belum berakhir.
Wanita malang itu hanya dijadikan istri kedua dan mesin pembuat anak untuk sang suami. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan sosok pria yang masuk ke dalam lembah hitam. Sosok pria yang tidak percaya dengan adanya cinta dan kasih sayang.
Pria itu adalah Karang, anak yang memiliki masa lalu tak mengenakkan dan hampir merusak masa depannya. Dan masa lalu itu ternyata ada kaitannya dengan Senja dan ibunya.
Ada hubungan apakah mereka? Dan mampukah Karang menata kembali masa depannya dengan benar?
Dan siapa cinta sejati di masa depan Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Mimpi Berulang Kali
Tenang, Senja sangat tenang di sini. Di hamparan taman bunga yang sangat indah. Perpaduan bunga yang warna-warni, dedaunan yang hijau dan pepohonan yang rindang sungguh memanjakan matanya.
Senja berjalan di jalan setapak yang samping kanan kirinya bunga-bunga yang cantik sedang bergesekan karena hembusan angin. Ia memetik satu bunga berwarna merah. Mencium harum bunga itu, menghirupnya dalam-dalam, membiarkan aroma bunga itu masuk dan menyebar memenuhi rongga paru-parunya.
"Senja!" panggil seorang pria yang tak nampak jelas wajahnya.
Senja menoleh, menyipitkan mata demi melihat siapa yang memanggilnya. Memperhatikan dengan seksama, beberapa kali mengucek matanya agar bisa melihat dengan jelas melihat wajah pemilik suara yang memanggilnya. Namun apa daya, sebanyak apapun Senja berusaha sebanyak itu pula ia gagal.
"Simpan selalu buku itu, ya. Bawa ke manapun kamu pergi. Jaga dan rawat baik-baik, jangan hilang atau aku tidak akan bisa menemukanmu," teriak pria itu.
"Sebenarnya kamu siapa? Tahu namaku dari mana? Dan, hey tunggu, jangan pergi!" Senja berusaha mengejar pria yang berpakaian putih itu. Semakin Senja mengejar semakin jauh pria itu. Padahal pria itu jalan kaki dan ia berlari, tapi mengapa jarak antara mereka bukannya berkurang malah semakin terasa bertambah.
"Hey, tunggu! Jangan pergi!"
"Senja, Senja kamu kenapa lagi? Bangun Senja, bangun!" Bu Patmi menepuk pelan pipi Senja yang basah oleh keringat. Tangannya masih mendekap erat buku yang sudah berulang kali ia baca.
Senja membuka mata dengan cepat dan nafas ngos-ngosan. Matanya menatap sekitaran yang ternyata masih berada dalam kamar Neneknya. Tangannya tergerak untuk mengusap keringat yang membuat wajahnya basah.
"Minum, minum dulu," Bu Patmi memberikan segelas putih dengan tangan yang sudah tak lagi kuat seperti dulu.
"Kamu mimpi laki-laki itu lagi?" tanya Bu Patmi mengelus pundak sang Cucu.
"Iya, Nek. Dan selalu sama, dia selalu ngasih tahu kalau aku harus jaga buku ini dengan baik agar aku bisa bertemu dengannya nanti. Setiap aku kejar, dia hilang. Aku cape, Nek udah sepuluh tahun aku mimpi itu nyaris setiap hari. Sejak buku ini aku bawa, dia selalu hadir di mimpi. Apa itu Ayah, Nek? Entah kenapa aku yakin itu Ayah. Sayangnya aku nggak bisa lihat wajahnya." Senja menyayangkan mimpi yang ratusan kali hadir, namun tak memberikan titik terang apapun.
Waktu memang begitu jahat, ia berlalu begitu saja tanpa henti, tanpa memberikan sedikit saja kesempatan untuk Senja bisa menikmati masa kanak-kanak lebih lama.
Sudah sepuluh tahun ini, Senja membawa buku peninggalan sang Ayah dan selalu ia bawa ke mana-mana. Buku yang sudah semakin usang dan lapuk itu sudah ratusan kali ia baca. Ia sama sekali tak bosan dengan isi buku yang mengajarkan banyak cinta dan kasih sayang. Meskipun dalam diam, dan hanya dalam angan cinta yang tulus selamanya akan bersarang. Entah kenapa ia merasa buku ini bercerita tentang dirinya yang mencintai dan menyanyangi Ibunya tanpa batas dan syarat. Meskipun sang Ibu tak menginginkan dirinya, persis seperti kisah dalam buku yang ditinggalkan oleh Ayahnya.
"Sejak kamu bawa buku ini kamu selalu mimpi buruk. Apa isi sebenarnya buku ini?" tanya Bu Patmi penasaran.
"Nenek, aku tidak mimpi buruk. Ini misterius saja untukku. Nenek nggak pernah baca buku ini?" Senja balik bertanya heran.
"Bagaimana Nenek bisa baca, tulisannya kecil-kecil, nggak ke baca sama Nenek."
Senja terkekeh, "Buku ini, kan ada sejak aku masih kecil."
"Mana ada waktu untuk baca begituan, kalau Ibu kamu sering kali memarahimu dan melakukan kekerasan padamu. Kalau Nenek baca itu, yang ada Nenek akan mengabaikan kamu. Buku setebal itu suruh baca," gerutu Bu Patmi seraya kembali merebahkan dirinya yang sudah semakin tua.
"Buku ini sama persis kayak kisah ku, Nek. Judulnya aja ada namaku, Ketika Senja Menyapa." Senja membaca judul buku itu dengan menerawang jauh pada buku di tangannya itu. "Buku yang mengajarkan cinta seseorang pada orang lain dengan tanpa batas dan syarat. Sama seperti Senja yang sayang dan cinta sama Ibu tanpa syarat, tanpa batas dan tanpa balasan. Tapi meskipun begitu, cintanya akan di bawa sampai liang lahat. Pokoknya sedih, Nek buku ini, tapi berakhir bahagia. Senja berharap meskipun hidup Senja banyak air mata dan derita, akhir hidup Senja juga bahagia," harap Senja di akhir kalimat.
"Pasti, setiap cerita dalam hidup itu pasti ada tangis dan tawa, warna saja ada hitam dan putih. Begitu juga kehidupan, semua yang terjadi sama kita ada pengajarannya, ada hikmah yang bisa kita ambil. Tinggal kita bisa memahami hikmah itu atau tidak. Kamu suka sama bukunya?"
"Suka, pasti ini buku karangan Ayah. Karena di toko mana pun buku ini nggak ada. Pasti buku ini hanya satu, dan hanya Senja yang punya. Buku ini memang buat Senja. Aku juga udah nyari informasi kalau nggak ada penulis yang menggunakan nama pena pemuja cinta. Lalu kenala Ibu bilang kalau Ayah itu jahat dan merusak masa depan dia? Di buku ini menceritakan banyak cinta, banyak kasih sayang, tapi kenapa Ayah justru melakukan hal sebaliknya? Meninggalkan Ibu dan aku. Sehingga... Ah, Nenek selalu begitu, selalu meninggalkan aku tidur ketika aku banyak bicara." Senja menarik nafas dalam dan kembali merebahkan dirinya ketika melihat jam di ponselnya masih menunjukkan angka dua dini hari.
Berusaha untuk kembali tidur namun terasa sangat sulit, berkali-kali memejamkan mata tapi berakhir dengan kembali membuka mata. Gadis yang beranjak dewasa itu memutar-mutar tubuhnya mencari posisi yang nyaman untuk tidur, namun yang ia dapat hanya lelah karena berkali-kali mengubah posisi tubuhnya.
"Ayah, kenapa kau hanya meninggalkan alamat saja. Kenapa kau tidak meninggalkan fotomu dan juga nama mu? Kenapa kau hadir di mimpiki tapi tidak memperlihatkan wajahmu? Lihat ini! Aku aku sudah menunaikan apa yang kau perintahkan dengan menjaga dan merawat buku ini, tapi kau tidak muncul menemuiku. Awas saja, aku akan memarahimu jika aku bertemu denganmu. Aku akan marah, karena kau sudah meninggalkan aku dan Ibu. Aku akan memukulmu karena kau sudah membuat Ibuku menderita karena menahan rindu padamu." Senja meneteskan air mata yang tiba-tiba saja memenuhi pelupuk mata.
Senja lelah dengan keadaan yang semakin lama semakin menghimpitnya dan membuatnya sesak. Hingga detik ini ia tak tahu penyebab Ayahnya pergi begitu saja. Ia tak tahu penyebab Ibunya begitu benci dirinya dan Ayahnya. Ia harus sabar menunggu beberapa lama lagi di saat ulang tahunnya yang ke dua puluh tahun. Semua akan terjawab oleh hari itu, hari di mana ia lahir dan menjemput apa itu derita.
next up