Diego Murphy, dia adalah seorang pembunuh berdarah dingin, dan dia juga adalah seorang mafia yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi kepada klan Dark Knight. Bahkan dia telah mendapatkan julukan sebagai The Killer, siapapun yang menjadi targetnya dipastikan tidak akan pernah bisa lolos.
Ketika dia masih kecil, ayahnya telah dibunuh di depan matanya sendiri. Bahkan perusahaan milik ayahnya telah direbut secara paksa. Disaat peristiwa kebakaran itu, semua orang mengira bahwa dirinya telah mati. Padahal dia berhasil menyelamatkan dirinya sendiri.
Setelah beranjak dewasa, Diego bergabung dengan sekelompok mafia untuk membalaskan dendamnya dan ingin merebut kembali perusahaan milik ayahnya.
Disaat dia melakukan sebuah misi pembunuhan terhadap seorang wanita, malah terjadi sebuah insiden yang membuat dia harus menjadi menantu dari pembunuh ayah kandungnya sendiri. Sehingga dia terpaksa harus menyembunyikan identitasnya.
Apakah Diego berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Goblok banget kamu, masa cuma bunuh Vanessa aja kamu gak becus?" Bentak Sean kepada Pram. Dia sangat kesal sekali setelah mendengar kabar dari Pram bahwa dia telah gagal membunuh Vanessa.
Mereka sedang berbicara lewat sebuah panggilan telepon.
"Ada seorang pria melindunginya. Sepertinya pria itu bukan sembarangan orang. Dia sangat terlatih, Tuan." Pram berusaha untuk melakukan pembelaan diri.
Sean mengerutkan keningnya. "Pria?"
"Iya, Tuan. Sepertinya diantara mereka ada hubungan khusus. Tidak mungkin pria itu mengorbankan dirinya untuk menolong Nona Vanessa kalau diantara mereka tidak ada hubungan apa-apa."
Mungkin Pram berpikir seperti itu karena posisi dia dan semua anak buahnya sama-sama membawa senjata tajam. Sementara Diego nekad melawan mereka dengan tangan kosong. Rasanya tidak mungkin ada seorang pria ingin menolong seseorang senekat itu jika diantara mereka tidak ada hubungan spesial.
Setelah selesai bertelepon dengan Pram. Sean pun tertawa kecil, dia menjadi curiga, mungkin saja Vanessa pergi ke kampung Z bukan untuk menenangkan diri. Tapi memang dia ingin bersenang-senang dengan seorang pria.
"Hahaha... Rupanya kamu binal juga, Vanessa. Ternyata kamu berselingkuh dengan seorang pria yang jago berkelahi. Mau sehebat apapun pria itu, tidak akan bisa mengalahkan ku."
Dan tentu saja kabar sepenting itu harus Sean sampaikan kepada Tuan Arthur. Dia memang ingin sekali Tuan Arthur mengusir Vanessa dari mansion.
"Dari mana kamu tahu kalau Vanessa bersenang-senang dengan seorang pria di kampung Z?" Tanya Tuan Arthur kepada Sean.
Sean pun menjawab pertanyaan dari Tuan Arthur dengan sebuah kebohongan. "Sebenarnya ada salah satu pengurus panti asuhan yang memberitahuku, tapi dia tidak ingin disebutkan namanya. Dia takut Vanessa akan memarahi pengurus panti itu. Coba papa bayangkan saja, sebentar lagi dia akan menikah dengan Jerry, tapi rupanya dia sedang bersenang-senang dengan pria lain di kampung Z?"
Tuan Arthur memang sangat mempercayai Sean. Pria tua itu pun menggeram, dia sangat marah jika seandainya yang disampaikan oleh Sean itu benar.
Tuan Arthur segera menelpon supirnya. "Segera siapkan mobil. Kita akan berangkat ke kampung Z!"
Sean pun tersenyum kecut, dia memang sangat berharap Vanessa tidak dianggap lagi oleh ayah kandungnya sendiri. Dia sudah tidak sabar ingin segera menjadi pemimpin perusahaan Murphy Group dan menguasai seluruh kekayaan keluarga Mahendra.
...****************...
Empat anak buahnya Pram sudah diamankan oleh polisi. Tapi sayangnya mereka memberikan keterangan palsu, bahwa mereka menyerang Vanessa demi untuk mencuri mobilnya Vanessa.
Rupanya Diego bersedia untuk ikut bersama dengan Vanessa ke panti asuhan. Mungkin karena sebenarnya dia sangat penasaran mengapa Pram ingin membunuh Vanessa, padahal Pram adalah kaki tangannya Tuan Arthur.
"Shhhh..." Diego sedikit meringis.
Saat ini dia sedang berada di dalam kamar bersama dengan Vanessa.
Vanessa sedang mengobati luka di bahunya Diego, setelah luka tersebut dijahit oleh Bu Tasya. Sehingga Diego masih telanjang dada.
Bu Tasya selain pengurus panti, dia juga seorang dokter khusus di panti asuhan tersebut. Sebenarnya sedari tadi di dalam kamar itu tidak hanya ada Vanessa dan Diego saja, tapi ada Bu Tasya juga. Tapi karena Bu Tasya mendapatkan panggilan telepon dari keluarganya, sehingga dia meminta izin untuk menerima panggilan telepon tersebut sebentar.
"Maafkan aku, pasti sangat sakit sekali. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk membalas semua kebaikan yang telah kamu lakukan." Vanessa sangat merasa bersalah kepada Diego.
"Tidak perlu."
Vanessa pun menghela nafas dengan kasar. Pria itu sangat irit sekali bicara, membuatnya sangat kesal.
"Kalau boleh aku tahu, siapa nama kamu?" Vanessa masih berusaha untuk mengakrabkan diri dengan orang yang sudah menolongnya itu, walaupun dia sebenarnya sangat kesal kepada pria itu.
Diego menatap sebentar memandangi Vanessa. Sepertinya Vanessa memang sama sekali tidak mengenali dirinya. Membuat dia sangat merasa lega.
"Samuel." Sepertinya biasa, Diego hanya menjawab pertanyaan dari Vanessa dengan sangat singkat.
"Kamu tinggal dimana?" Vanessa seperti wartawan yang sedang mewawancarai narasumbernya.
"Jakarta."
"Wah aku juga orang Jakarta. Kalau boleh aku tahu apa pekerjaan kamu? Mengapa kamu bisa berada di kampung ini?"
"Aku pengangguran." Jawab Diego dengan nada dingin.
Vanessa membelalakkan mata, "Pengangguran?"
Rasanya dia tidak percaya sama sekali, karena Diego memiliki mobil sport yang harganya sangat mahal. "Bagaimana mungkin kamu pengangguran, sementara kamu memiliki mobil sport?"
"Aku pinjam." Jawab Diego dengan asal-asalan.
Jawaban dari Diego membuat Vanessa sakit perut, dia pun tertawa kecil, "Wah rupanya kamu terkena sindrom gaya elit ekonomi sulit."
Vanessa berhenti tertawa ketika melihat Diego yang sedang menatap dingin padanya. Bahkan pria itu menghela nafas dengan kesal.
"Astaga, padahal aku hanya bercanda."
Vanessa pun telah selesai mengobati luka di lengannya Diego, kini dia mulai menutup luka di bahunya Diego dengan perban.
Sebenarnya Diego teringat dengan misinya untuk segera membunuh Vanessa. Tapi dia masih penasaran dengan Pram. Sehingga membuat dia tidak mungkin bisa membunuh Vanessa untuk sementara waktu.
"Lebih baik malam ini kamu tidur saja di kamar ini. Besok kamu boleh kembali ke Jakarta kalau seandainya luka kamu sudah mulai membaik."
Diego tak langsung menjawab, dia segera meraih kemeja di pinggiran ranjang.
"Bi-biar aku bantu." Ucap Vanessa ketika melihat Diego nampak kesusahan untuk mengenakan kemejanya. Walaupun sebenarnya dia sangat merasa canggung, tapi dia tidak tega melihatnya.
Diego ingin menolak, karena dia memang sangat membenci ayahnya Vanessa. Akan tetapi, Vanessa sudah berhasil memakaikan kemeja tersebut ke tubuh Diego. Kini dia sedang mengaitkan satu demi satu kancing di kemejanya Diego.
Diego saat ini sedang duduk dipinggiran ranjang. Sementara Vanessa sedang berdiri dihadapannya. Entah mengapa dia merasa sangat gugup ketika jarak diantara mereka sangat begitu dekat.
Braakkk!
Mereka dikejutkan dengan suara seseorang mendobrak pintu. Rupanya pria itu adalah Tuan Arthur. Padahal pintu sama sekali tidak dikunci.
"Vanessa, sedang apa kamu?" Bentak Tuan Arthur ketika melihat Vanessa yang sedang mengancingkan kemejanya Diego.