Kinara Wirasti seorang wanita berusia 55 tahun, bertemu dengan kekasihnya di masa lalu yang bernama Anggara Tirta pria seumuran dengannya. Ternyata Anggara adalah mertua dari anaknya. Bagaimana kisah cinta mereka? Akankah bersatu di usia senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Perhatian
"Mas, apa yang kamu lakukan di sini? Ini sudah tengah malam, tidak enak kalau ada tetangga lihat." Kinara terkejut dengan kedatangan Anggara.
"Kamu baik-baik saja kan? Siapa tadi yang berani mengganggumu?" tanya Anggara khawatir.
Anggara terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan Kinara, sehingga membuatnya langsung datang ke rumahnya walaupun harus menahan rasa sakit pinggang.
"Aku sudah biasa menghadapi orang, Mas. Dari dulu juga sendiri, seharusnya kamu jangan terlalu khawatir." Kinara tidak ingin merepotkan Anggara.
Anggara kembali merasakan sakit pinggang yang tak tertahankan, sesekali mencuri kesempatan mengusapnya. Tetapi ia tidak bisa menyembunyikan dari Kinara, wanita yang sudah tidak muda lagi itu menyuruhnya untuk duduk.
"Sepertinya kamu kurang minum air putih, Mas." Kinara tahu apa yang disembunyikan Anggara.
"Siapa bilang, Nara? Aku ... baik-baik saja," ucap Anggara menahan rasa sakit.
Kinara masuk ke dalam kamarnya, ia mengambil minyak urut yang selalu digunakan setiap merasa kelelahan.
"Mau diurut atau urut sendiri, Mas?" tanya Kinara.
"Kamu pikir aku terkilir apa!" seru Anggara masih berusaha menutupi.
Kinara tersenyum tipis. "Aku tahu pinggangmu sakit, Mas. Gara-gara gendong aku tadi pagi."
"Tidak, Nara." kata Anggara.
Kinara mengambil kasur lantai, ia meminta Anggara untuk tidur tengkurap. Awalnya Anggara menolak, tetapi rasa sakitnya bertambah.
Tangan halus Kinara mulai memijat pinggang Anggara yang sakit, dengan pelan ia mengoleskan minyak urut tadi.
"Mas, kenapa kamu harus menyembunyikan semuanya. Pinggangmu sudah tidak bisa menahan beban berat," ujar Kinara sambil memijat.
"Waktu di luar negeri, aku pernah jatuh. Aku mengalami cidera parah." kata Anggara.
"Kenapa tadi pagi kamu menggendong ku?" Kinara memukul Anggara.
"Nara, aku merindukan sikap manja mu seperti dulu. Kamu masih ingat gak? Aku menggendong mu saat hujan deras, tiba-tiba ayahmu datang dan marah." Anggara teringat kejadian dulu.
"Sekarang aku sudah tidak manja lagi, Mas. Sejak kamu pergi, aku belajar mandiri." Kinara menitihkan air mata hingga jatuh di pinggang Anggara.
Anggara segera membalikkan badannya, tangannya mengusap lembut wajah Kinara.
Kinara melanjutkan ucapannya, "Dulu aku sangat kehilanganmu, Mas. Jatuh bangun aku lalui sendiri. Biasanya ada kamu yang selalu ada di saat butuh, semua terasa berat."
Memang tidak bisa dipungkiri, Anggara dulu selalu memanjakan Kinara. Ia benar-benar melindungi gadis kesayangannya, tanpa mempedulikan dirinya sendiri. Ketika mendengar kabar Kinara akan menikah, ia begitu terpukul dan berputus asa lalu memilih pergi ke luar negeri.
"Sayang, aku berjanji akan menjagamu lagi. Tetaplah menjadi Nara yang aku kenal," ujar Anggara memegang tangan Kinara.
Kinara menarik tangannya, ia tidak ingin memberikan harapan lebih kepada Anggara. Ia juga takut terluka untuk kedua kalinya.
"Mas, kalau ada wanita yang lebih muda dariku mencintaimu menikahlah. Aku ikhlas." Kinara berharap Anggara bahagia, walaupun tidak bersamanya.
"Bicara apa kamu, Nara!" Anggara justru terlihat marah, ia bangkit dari tidurnya.
"Mas, aku hanya ...
"Kamu pikir semudah itu! Aku akan segera melamar mu, Nara." Anggara sudah tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya.
"Tapi, aku tidak bisa memberikan keturunan. Usiaku sudah tidak memungkinkan untuk hamil, Mas. Percuma kita menikah." Kinara memainkan jari-jarinya.
Anggara menarik Kinara dalam pelukannya, keputusannya untuk bersama Kinara sudah bulat. Apapun yang terjadi, ia akan memperjuangkan sampai Kinara menjadi pendamping hidupnya.
Keesokan harinya, cahaya matahari yang masuk melalui tirai jendela membuat Kinara membuka matanya. Ia terkejut masih dalam keadaan berpelukan dengan Anggara, keduanya tidak sadar kalau ketiduran.
Kinara menatap wajah tampan yang nampak kelelahan itu, perlahan tangannya membelai lembut wajah Anggara.
"Mas, aku menyesal tidak mempertahankan cinta kita." Kinara merutuki kebodohan dalam dirinya.
"Lupakan saja, Nara! Buktinya kita masih bisa bersama," ucap Anggara, masih dalam keadaan menutup matanya.
Kinara segera menghentikan kegiatannya, mengusap wajah Anggara. Jantungnya berdegup kencang, merasa takut, malu karena sudah berani menyentuh tanpa izin pemilik wajah itu.
Anggara mempererat pelukannya, sehingga membuat Kinara kesulitan bagun dari tidurnya.
"Mas, aku harus menyiapkan sarapan," kata Kinara.
"Kita sarapan di luar, Sayang. Aku masih merindukanmu." Anggara sangat keras kepala, ketika mempunyai keinginan sulit untuk dibujuk.
Suara ketukan pintu membuat keduanya panik, Kinara segera beranjak untuk membuka pintu. Kalau tidak ada orang yang datang kerumahnya, mungkin Anggara tidak melepaskannya.
"Kinara, kamu baru bangun?" tanya Tyas, hendak memberikan kue untuk Kinara.
"Aku sangat lelah," jawab Kinara.
Tyas memberikan kue itu, lalu berpamitan pulang. Hari ini suaminya pulang dari kota, jadi harus menyambutnya dengan berbagai masakan.
"Tyas, tunggu!" teriak Kinara, ketika Tyas melangkahkan kaki menjauh darinya.
"Apalagi, Kinara? Tiga hari kedepan aku tidak bisa bolak-balik ke sini." Tyas tersenyum bahagia.
"Kamu sudah ke salon? Rencananya aku mau ikut," kata Kinara.
Beberapa hari yang lalu, Tyas mengajak Kinara pergi ke salon kecantikan. Namun, Kinara menolak karena banyak acara. Sudah kegiatan Tyas pergi ke salon, sebelum suaminya pulang.
"Tidak jadi, Kinara. Aku pulang dulu." Tyas mempercepat langkahnya.
Kinara mendengus kesal, menatap punggung Tyas. Ia kemudian masuk ke dalam rumah. Anggara ternyata sudah bagun, ia sedang merebus air di dapur.
"Lama sekali!" ucap Anggara ketus.
"Ada tetangga tadi, Mas. Kamu mau buat kopi ya? Biar aku buatkan," kata Kinara, mengambil cangkir yang ada di rak.
Anggara merebus air agar digunakan untuk Kinara mandi, karena di rumah Kinara belum ada alat pemanas air otomatis.
"Mas, aku bukan anak kecil." Kinara heran dengan perlakuan Anggara.
"Udara di sini terlalu dingin," kata Anggara.
Dengan penuh perhatian, Anggara menyiapkan air panas untuk Kinara mandi. Setelah selesai ia berpamitan pulang, karena harus pergi ke kantor untuk mengecek perkembangan perusahaannya.
"Nara, aku ingin makan masakanmu. Tetapi, antarkan ke kantor nanti siang. Kamu mau?" tanya Anggara penuh harap.
"Bisa, Mas. Aku akan melakukannya selagi mampu dan bisa," balas Kinara tersenyum manis.
"Aku pulang dulu! Nanti sopir kantor yang akan menjemputmu," ujar Anggara.
Semalam Anggara datang dengan menggunakan taksi online, tidak membawa mobil sendiri. Ia lupa kalau pergi secara diam-diam. Sampai di rumah, ia masuk begitu saja melalui pintu utama. Anggara berpapasan dengan Niko yang kebetulan akan berangkat ke kantor.
"Papah, dari mana saja? Tumben pagi-pagi sudah bangun?" tanya Niko, tidak menyadari kepergian Anggara tadi malam.
"Dari depan, Niko. Kamu ke kantor sekarang?" balas Anggara.
"Iya, Pah. Tapi, mau antar Angel ke rumah mamahnya dulu." Niko tidak tega meninggalkan istrinya di rumah sendiri.
Anggara menawarkan diri mengantarkan Angel pulang ke rumah Kinara, ia berencana untuk mendekati Angel agar nantinya mendapatkan restu dengan mudah.
Makin tua, makin jadi🤣
setuju kalian menikah saja
jamgan hiraukan angel
semoga segera dapat donor darah yg cocok dan bisa selamat
ayo semangat kejar kinara🥰
semoga kamu dapat restu anggara.. semangat