“Meski kita sudah menikah, aku tidak akan pernah menyentuhmu, Mbi. Haram bagiku menyentuh wanita yang tidak mampu menjaga kesuciannya seperti kamu!” Kalimat itu Ilham ucapkan dengan tampang yang begitu keji, di malam pertama mereka.
Selain Ilham yang meragukan kesucian Arimbi walau pria itu belum pernah menyentuhnya, Ilham juga berdalih, sebelum pulang dan menikahi Arimbi, pria itu baru saja menikahi Aisyah selaku putri dari pimpinan tertinggi sekaligus pemilik pondok pesantren, Ilham bernaung. Wanita yang Ilham anggap suci dan sudah selayaknya dijadikan istri.
Arimbi tak mau terluka makin dalam. Bertahun-tahun menjadi TKW di Singapura demi membiayai kuliah sekaligus mondok Ilham agar masa depan mereka setelah menikah menjadi lebih baik, nyatanya pria itu dengan begitu mudah membuangnya. Talak dan perpisahan menjadi satu-satunya cara agar Arimbi terbebas dari Ilham, walau akibat talak itu juga, Arimbi mengalami masa-masa sulit akibat fitnah yang telanjur menyebar.
(Merupakan kisah Mas Aidan, anak Arum di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9 : Benar-Benar Emosi
Jika mas Aidan sudah sampai memanggil lawan bicaranya dengan sebutan “Anda”, tapi konteks obrolan tengah debat, dengan kata lain, mas Aidan sudah sangat emosi. Dengan kata lain, lawan debatnya itu sudah sangat keterlaluan.
Gelisah, itulah yang tengah Ilham rasakan. Rasa gelisah yang perlahan melahirkan rasa takut apalagi pria berkemeja lengan panjang warna hitam di hadapannya, terus menatapnya tajam. Cara pria di hadapannya bersikap kepadanya, membuat Ilham yakin, pria tersebut memang bukan orang sembarangan.
“Kita selesaikan urusan Mbak Arimbi, sekarang juga!” tuntut Mas Aidan.
“Kemarin kan sudah!” yakin Ilham masih berucap lirih demi jaga image. Namun, pria di sebelah Arimbi menggeleng tegas.
“Karena semua yang Anda lakukan benar-benar rawan fitnah, ayo kita lakukan sidang ulang! Panggil semua orang yang terlibat dalam sidang kemarin. Ayo kita lakukan sidang di hadapan semua orang yang ada di sini, biarkan mereka menilai. Bahkan walau hanya saya satu-satunya orang yang berdiri di sebelah Mbak Arimbi karena sejauh ini Anda begitu pandai menjadikan apa yang Anda miliki, selain Anda yang tak segan melayangkan fitnah keji sebagai penyelesai, saya tidak takut!” tegas Mas Aidan.
“Ini orang ...!” batin Ilham yang kemudian berkata, “Anda sama sekali tidak paham tata krama? Lihat, di sini sedang ada banyak tamu. Di sini sedang ada acara keluarga besar, jadi tolong hargai saya!” lirihnya.
“Memangnya harga diri Anda harganya berapa?!” tegas Mas Aidan dengan nada tinggi. Suaranya sungguh naik drastis hingga Ilham kebakaran jenggot, gelisah dan sibuk menoleh ke belakang.
“BEGITU TINGGINYA EGO SEKALIGUS HARGA DIRI ANDA, HINGGA ANDA TEGA MENGORBANKAN KEHIDUPAN DUA WANITA YANG HARUS SELALU BEKERJA SANGAT KERAS DI SETIAP DETIKNYA? BAHKAN SATU DI ANTARA MEREKA SEDANG SAKIT, KAKI SAMPAI DIAMPUTASI, BELIAU MEMILIKI PENYAKIT GULA YANG SANGAT RAWAN HANYA KARENA BEBAN PIKIRAN ... namun di sini, Anda dengan tidak punya hati bersenang-senang di atas kepedihan mereka? Masih Anda haus pengakuan apalagi rasa hormat? Anda begitu semena-mena kepada wanita yang sudah memperjuangkan Anda, seolah Anda bukan terlahir dari seorang wanita!”
Ilham langsung panas dingin dan memang juga sampai berkeringat parah. Hanya satu yang bisa ia lakukan dan itu membuat kebohongan baru untuk menutupi setiap kebohongan yang sudah ia ciptakan. “Maaf, Mas! Ini maksudnya apa, ya?”
Merinding! Mas Aidan sungguh muak sekaligus jijik kepada lawan bicaranya. “Ini mau main fitnah lagi? OKE! Sekarang juga ayo kita sidang! Panggil aparat desa, pak camat, dan bila perlu pak DPR yang selalu akan mendengarkan keluh kesah rakyatnya terlebih beliau papah saya!” Saking emosinya, selain napasnya yang sampai memburu, kedua tangannya yang mengepal kencang di sisi tubuh juga sampai gemetaran.
Mereka yang awalnya menunggu dan sebagian menonton sekaligus menyimak, berangsur mendekat. Ada yang hanya meminta Mas Aidan untuk sabar. Ada juga yang meminta Mas Aidan untuk tidak membuat keributan. Karenanya, Mas Aidan sengaja masuk, berucap lantang sambil menggandeng Arimbi dan itu melalui pinggang pakaian wanita itu karena mas Aidan sama sekali tidak berani menyentuh Arimbi. Bukan karena apa, tapi keputusan tersebut mas Aidan lakukan karena ia menghormati sekaligus memuliakan Arimbi yang sebelumnya sudah difitnah hingga babak belur oleh Ilham.
Mereka yang awalnya berisik menghakimi Mas Aidan dan bagi mereka tidak sopan, langsung tidak bisa berkomentar. Walau dari mereka lagi-lagi meminta mas Aidan untuk bersabar, mereka meminta Mas Aidan untuk menyelesaikan semuanya dengan baik-baik.
“Sabar, menyelesaikan semuanya dengan baik-baik ...? Kurang sabar apa lagi Mbak Arimbi dan keluarganya?” Saking emosinya, hanya suara lirih yang bisa Mas Aidan hasilkan, selain akhirnya air matanya yang berlinang. “Urusan begini terus diminta sabar? Kasus ini beneran serius yah, Bapak-bapak, Ibu-Ibu yang terhormat, yang paham jalan menuju surga!”
“Di gubuk yang ada di ujung gang depan, gubuk berdinding bilik tua dan sana sini harus ditahan menggunakan penyangga agar bangunan renta di sana tetap bisa menjadi tempat berteduh, ada janda tua yang tiga bulan lalu baru saja menjalani amputasi kaki kiri! Janda tua yang teramat menggantungkan harapannya kepada PEMILIK KEHIDUPAN lewat saya demi menuntut keadilan lahir batin putrinya! Bertahun-tahun putrinya jadi TKW di negeri orang untuk membiayai hidup ILHAM sekeluarga, hingga sekarang ILHAM jadi sarjana bahkan jadi bagian dari Bapak dan Ibu yang terhormat sekalian!”
“Namun setelah dinikahi dengan pernikahan yang tidak sebanding dengan pengorbanan si wanita bernama Arimbi, wanita ini difitnah sangat keji. Dituduh tidak perawan, dituduh sudah terbiasa ditiduri oleh majikan hingga wanita bernama Arimbi ini dapat banyak uang untuk menghidupinya!”
“Wanita bernama Arimbi ini difitnah sedang hamil hanya karena tubuhnya dianggap Ilham melar, Ilham mengatai perutnya busung dan baginya merupakan tanda-tanda wanita sudah tidak perawan. Tanda-tanda wanita hamil!”
“Dan di sidang kemarin saat akhirnya wanita bernama Arimbi ini membuktikan dirinya tidak hamil menggunakan test pack yang sudah sampai disediakan pihak Ilham, Ilham dengan lidahnya yang teramat licin menyebut, mbak Arimbi sudah aborsi!” Setelah menatap setiap pasang mata di sana, di tengah matanya yang basah bahkan ingus bening yang beberapa kali mengalir, tatapan Mas Aidan langsung tertuju kepada Ilham yang ketar-ketir gelisah mirip cacing kepanasan di hadapannya. “BANCIII!” lirihnya dan itu saking emosinya. “Bahkan BANCIII saja enggak sekeji Anda!” Kemudian ia menyibak pinggang kiri Arimbi. “Maaf, Mbak Arimbi. Namun biar Bancii ini lihat. Karena keegoisannya yang selalu membuat Mbak berjuang sendiri, Mbak juga harus mengalami perlakuan semena-mena dari majikan Mbak. Ini kasus yang paling baru dan kebetulan saya tahu, belum yang lain.”
Semuanya termasuk wanita di sana, melongok luka di pinggang Arimbi yang mas Aidan maksud.
Sambil menutup baju bagian pinggang Arimbi, mas Aidan berkata, “Karena andai Anda tidak hanya menjadikannya ATM berjalan, hidupnya bisa jauh dari kata layak!”
“Dan sekarang, saya benar-benar ingin kepastian. Mau terus seperti ini dan otomatis kasus ini akan saya angkat ke publik? Atau KEMBALIKAN SEMUA TOTAL UANG MBAK ARIMBI YANG SUDAH ANDA PAKAI!” Tegas mas Aidan.
“Maaf, saya tidak menerima alasan, bahwa rasa tanggung jawab Anda kepada Mbak Arimbi, sudah Anda lakukan melalui pernikahan singkat kalian! Pernikahan itu sungguh bukan penyelesai dari kasus ini. Yang akan menyelesaikan kasus ini adalah uang dibayar uang, fitnah dibayar dengan kebenaran! Terlebih setelah ini pun, Mbak Arimbi lebih baik membersihkan dirinya dari status janda tak terhormat yang Anda lakukan, dengan cara mengajukan pengajuan pembatalan pernikahan!” Walau sudah terbiasa berbicara panjang lebar apalagi ketika di sidang pengadilan, tapi baru kali ini Mas Aidan begitu emosional dan itu gara-gara manusia bernama Ilham yang begitu haus pengakuan. Laki-laki yang akan menghalalkan segala cara, termasuk itu berlindung di balik nama besar sekaligus nama baik agama, hanya untuk mendapatkan kepuasan duniawinya!
author nya sering loncat loncat
good job Mas Aidan.
puas sekali aku.
Memang lihat situasi, wanita bisa ngerjain semua pekerjaan rumah , tapi tidak lantas di buat seperti pembantu.
Laki laki yang baik, kalau tidak mampu menyediakan pembantu , ya ikut bantu pekerjaan rumah tangga. Jangan semua di limpahkan ke istri.
Mungkin saldo nya enggak cukup. JD di transfer dari beberapa rekening ( milik Ilham dan beberapa orang keluarga yang di mintai tolong) .
Alhamdulillah, Arimbi memperoleh keadilan.