Di paksa ikut ke salah satu club malam, Amara tidak tahu jika ia di jadikan barang taruhan oleh kakak tirinya di atas meja judi. Betapa hancurnya hati Amara karena gadis berusia dua puluh tiga tahun harus ikut bersama Sean, seorang mafia yang sudah memiliki istri.
Amara di jadikan istri kedua oleh Sean tanpa sepengetahuan Alena, istri pertama Sean. Tentu saja hal ini membuat Alena tidak terima bahkan wanita ini akan menyiksa Amara di saat Sean pergi.
Seiring berjalannya waktu, Sean lebih mencintai Amara dari pada Alena. Hingga suatu hari, ada rahasia yang terbongkar hingga membuat Sean menceraikan Alena dan membuat Amara menjadi istri satu-satunya kesayangan Sean.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
"Pak Pet, berapa lama seorang istri akan datang bulan?" Tanya Sean tak berakal di depan semua anak buahnya.
Pak Pet panik, matanya liat memperhatikan anak buah Sean yang sedang menunduk menahan tawa.
"Sebaiknya kita bicara di dalam saja, tuan!" Ajak pak Pet.
Tanpa basa basi lagi Pak Pet menarik Sean masuk ke dalam. Setelah Sean masuk ke dalam, anak buah Sean langsung melepaskan tawa mereka.
"Ini hal sensitif, ada baiknya bertanya secara pribadi. Malu jika di dengar para anak buah," ujar pak Pet.
"Jawab saja pertanyaan ku tadi." Sahut Sean.
"Tuan ini seorang suami, kenapa harus bertanya pada saya?"
"Karena pengalaman pak Pet lebih banyak dari aku!"
"Sekolah ngapain aja?" Singgung pak Pet.
"Aku tidak pernah mengurusi mata pelajaran tentang perempuan. Jawab saja, kenapa berbelit?"
"Sekitar satu minggu," jawab pak Pet membuat tulang kaki Sean melemas. "Kenapa tidak bertanya langsung pada nona Amara?"
"Aku malu!" jawab Sean kemudian pergi.
Sean kembali ke kamar, di lihatnya Amara yang begitu pemalas hanya sibuk di atas pembaringan.
"Mana janji emas batangannya? Sudah dua hari kok lupa!" Singgung Amara.
"Masih ingat aja!" Seru Sean.
"Sudah janji, ayo cepat mana?"
Sean menghela nafas panjang, pria ini kemudian mengajak istrinya pergi ke ruang bawah tanah.
"Tunggu di sini sebentar, aku harus mengambil sesuatu di atas."
"Hem, cepatlah!" Sahut Amara.
Sean kembali lantai atas untuk mengambil berkas penting yang harus ia simpan bersama berkas yang lain.
Amara, ia penasaran dengan salah satu lemari yang memiliki desain cukup mewah. Dengan rasa penasaran yang cukup tinggi, Amara membuka lemari tersebut.
Mata Amara terbelalak, mulutnya ternganga saat melihat dua bola mata manusia tersimpan rapi di tempat kaca.
"Amara, apa yang kau lakukan?" Tanya Sean langsung menutup lemari tersebut.
"M-mata siapa itu?" Tanya Amara penasaran.
"Jangan membuka sesuatu tanpa izin dari pemiliknya. Amara, sifat penasaran mu sudah melebihi batas. Ada baiknya kau keluar dari tempat ini." Ucap Sean yang marah.
Pria ini langsung menarik tangan istrinya, mengajak Amara keluar dari ruang bawah tanah kemudian Sean pergi begitu saja tanpa menghiraukan Amara yang masih terkejut saat melihat bola mata tersebut.
"Sean memang kaya, dia sempurna dalam segala hal tapi, lelaki jenis apa yang sudah menjadikan ku sebagai istri ini? Kenapa banyak hal yang di sembunyikan Sean dari ku?"
Amara terduduk lesu, bayangan kedua bola mata tadi membuat kepalanya pusing. Amara tidak tahu jika hal tersebut ternyata memancing amarah Sean.
Sean pergi ke markas dengan mengendarai motor. Telinga dan ingatannya kembali terbayang pada isak pilu adiknya sebelum meninggal.
Aaaaaargh.....
"Brengsek...bajingan....!" Umpat Sean marah. "Siapa yang sudah membunuh adik ku? Siapa yang sudah menodai adik ku?" Teriaknya di atas motor.
Sampai detik ini Sean belum menemukan orang yang sudah membuat adiknya menderita. Malam itu Sean hanya menemukan adik perempuannya di sebuah gudang tua di pinggiran kota.
Di parkirnya motor kemudian Sean langsung masuk. Pria ini menghajar salah seorang anak buah Remon yang masih hidup. Lebih kejam lagi saat Sean mencongkel bola mata pria tersebut dengan menggunakan gunting.
Leon membiarkan, di situasi seperti ini pasti Sean sedang ingat pada almarhum adik perempuannya.
"Sudah ku bilang berapa kali, ada baiknya kau mengubur kedua bola mata adik mu!" Ujar Leon menyarankan.
"Semua ini gara-gara Amara, dia membuka lemari itu. Aku tidak bisa marah padanya," jawab Sean.
"Banyak hal yang masih kau rahasia pada Amara. Semakin ke sini dia semakin penasaran pada mu." Ucap Leon dengan santainya. "Aku tidak tahu seberapa besar kau mencintai Amara tapi, sebagai seorang suami kau harus bersikap normal."
"Aku bercinta dengan dia, menurut mu, apa aku tidak normal?"
"Bercinta itu kebutuhan biologis mu. Sean, seharusnya sekarang kau belajar untuk menjadi suami yang baik seperti pasangan yang lain. Jangan hanya memikirkan nyawa orang, kau terlalu sibuk mencari seseorang demi kesembuhan orang lain."
"Itu pekerjaan ku, kenapa kau baru protes sekarang hah?"
"Jika kau tidak bisa membahagiakan Amara, ada baiknya kau melepaskan dia. Secara tidak langsung kau memaksa Amara untuk hidup mengikuti jejak mu. Cinta mu hanya sekedar untuk menuntaskan batin mu, ada banyak hal yang tidak kau mengerti tengang hubungan suami istri."
Sean terdiam, apa yang di katakan Leon semuanya benar. Saat ini cinta Sean pada Amara hanya karena Amara teman tidurnya saja.
Seharian berada di markas, menjelang sore Sean kembali ke mansion. Di lihatnya Amara yang saat ini sedang duduk sendiri di taman tanpa seorang teman. Ada perasaan bersalah di hati Sean saat melihat wajah melamun istrinya. Sean telah merampas kehidupan Amara dan kebebasannya Amara.
Perasaan bersalah mendadak hilang saat Sean ingat kembali jika Amara sudah membuka lemari tanpa seizin darinya. Pria ini berlalu masuk, begitu acuh hingga membuat Amara merasa sedih.
Siang berganti malam, makan malam yang hening tak ada pembicaraan di antara Amara dan Sean. Setelah makannya habis, Sean pergi begitu saja ke ruang kerjanya sedangkan Amara kembali ke kamar.
Bosan, sudah pasti bosan karena Amara tidak ada teman untuk di ajak mengobrol. Selain tidur ada lagi yang bisa di lakukan Amara.
Pukul sembilan malam Sean kembali ke kamar. Di lihatnya Amara yang saat ini tidur menghadap ke arah tembok. Sean yang masih marah dan tidak terima memilih tidur di sofa.
"Tidak ada niatan untuk meminta maaf, dasar keras kepala!" Ucap Sean sebelum memejamkan mata.
Malam semakin larut, untuk yang pertama kalinya Sean dan Amara tidur pisah. Sampai pagi menjelang, pukul delapan pagi Sean baru saja bangun dan sudah tidak mendapati istrinya.
Di atas meja rias tertulis selembar kertas jika Amara saat ini pergi jalan-jalan seorang diri.
"Bisa-bisanya dia pergi tanpa seizin dari ku," ucap Sean kesal.
Pria ini keluar dari kamar, tak berniat sarapan dan hanya duduk melihat semua anak buahnya yang sedang berolahraga, mereka adalah dua puluh orang penjaga keamanan mansion.
"Ku pikir kau ikut pergi tadi," ucap Leon yang baru saja datang. "Kenapa kau membiarkan Amara pergi sendirian?"
"Bahkan dia tidak berpamitan pada ku!"
"Salah mu, Amara juga butuh kebebasan. Ini akhir pekan dan wajar jika dia pergi mencari kesenangan dari pada di mansion, sendirian seperti seorang tahanan."
"Kenapa kau selalu membela Amara? Apa kau suka padanya?" Tanya Sean curiga.
"Aku tidak berniat memakan bekas mu. Aku hanya kasihan pada dia!" Sahut Leon.
tapi kalo lagi jutek tetep ngakak