Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali
"Karena sebenarnya... Aku menyayangimu, Kak." Akhirnya Ayana memberikan sebuah pengakuan kepada Zidan.
Sungguh menjadi sebuah tamparan halus untuk Zidan, ketika mendapati seseorang yang sangat ia sayangi dan ia cintai mengakui akan perasaan yang sama.
Bagaimana kah ini? sedangkan disatu sisi Ayana sudah menjadi milik orang lain, bahkan adiknya sendiri.
Zidan merasa bersalah atas perasaannya selama ini. Mengapa ia tidak melamar Ayana dengan segera ketika dirinya sudah kembali ke Indonesia saat sudah menyelesaikan studynya dari Kairo.
"Benarkah, Za? Aku tidak salah mendengarnya?" Zidan tampak tidak mempercayai akan hal tersebut.
Ayana mengangguk. Lalu ia segera beranjak dan berlalu meninggalkan Zidan yang masih menyalahkan diri atas perasaan Zidan.
Ayana berlari meninggalkan Zidan. Dengan hati yang begitu sakit, dada yang terasa sesak.
Ayana melemparkan tubuhnya diatas ranjang dan menangislah sejadi-jadinya.
"Yaa Allah, Yaa Robbi.. Maafkan aku telah melakukan kesalahan pada hari ini. Maafkan aku, Mas Fahmi." Tangisnya pecah didalam sebuah kamar yang cukup besar untuknya seorang diri.
Zidan yang masih berada di bawah, segera berjalan menuju kamarnya. Yang tidak jauh dari kamar Ayana.
Tangis kencang Ayana tidak dapat ditembus oleh dinding kamar Zidan. Karena suara petir menggelegar diluar sana menjadi saksi bisu atas adegan yang telah keduanya lakukan.
Didalam kamarnya, Zidan tampak termenung. Ia semakin gelisah dan tidak dapat memejamkan matanya.
Sebuah penyesalan yang pastinya akan datang belakangan.
Penyesalan, mengapa dirinya tidak segera meminang Ayana.
Gadis yang sangat ia rindukan semasa study di Kairo.
Bahkan salahnya lagi, ia tidak ada fikiran untuk mengirimkan sebuah surat untuk Ayana ketika dirinya berjauhan.
"Arrrgghhhhh!!!" Hati Zidan teramat kesal, sambil ia memukulkan tangannya ke sebuah bantal di hadapannya.
***
"Assalamu'alaikum." Ucap Fahmi yang sudah pulang dari bertugas selama tiga hari ini.
Profesi sebagai Pilot memang sangatlah menyita waktunya.
Karena ia harus terbang kesana-kemari antar kota, antar provinsi. Untuk mengendalikan sebuah pesawat yang begitu besar dan membawa penumpang dengan sangat hati-hati serta harus bertanggungjawab atas pekerjaannya.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Bu Fatimah, Ayana dan Zidan dengan begitu kompak.
Ayana yang melihat suaminya telah pulang bertugas, ia langsung beranjak dari meja makannya dan segera berlalu menuju sang suami untuk mencium punggung tangan suaminya tersebut.
Disambut lah sebuah kecupan kecil di pucuk kepala Ayana.
Zidan yang memperhatikannya segera membuang muka, tampak hatinya begitu teriris.
Begitu tidak ikhlas gadis kesayangannya, dicium oleh adiknya walau itu dengan suaminya.
"Ayo ikut sarapan, Fahmi. Kamu sudah sarapan kah?" tanya Bu Fatimah kepada Putra bungsunya.
Fahmi langsung meraih tangan Ibunya dan Kakaknya. Dengan segera ia mencium punggung tangan milik keduanya.
"Alhamdulillah belum, Bu." Fahmi menjawab.
"Mas, ingin langsung sarapan atau ingin berganti pakaian terlebih dulu?" Ayana bertanya kepada Fahmi.
"Langsung sarapan tidak apa, Dek. Nanti setelah itu langsung Mas mandi saja. Mas ingin istirahat, lelah sekali." Jawab Fahmi.
"Baik, Mas." Ucap Ayana. Ia langsung mengambil piring dan menyendokkan nasi kedalam piring beserta lauk dan sayurnya.
"Terima kasih, Isteriku." Fahmi langsung menyantap makanannya dengan lahap.
"Hmm, masakannya enak. Siapa yang masak ini?" Fahmi bertanya.
"Isterimu yang masak, Fahmi, Tadi Ibu ingin membantunya. Tapi kata Ayana, biarkan saja Ayana yang memasak. Karena ingin menyambut kepulangan kamu." Bu Fatimah menjelaskan.
Fahmi mengangguk. Ia langsung mengusap lembut punggung tangan milik Ayana yang berada di atas meja makan.
Aksi Fahmi terlihat oleh Zidan. Zidan pun menghembuskan nafas panjang nya.
"Bu, Aku berangkat dulu ya." Ucap Zidan yang segera beranjak dari tempat duduknya.
"Oh iya, Zid. Hati-hati ya." sahut Bu Fatimah.
"Fahmi, Ayana. Aku berangkat ya. Assalamu'alaikum." ucap Zidan kembali.
"Wa'alaikumsalam." Sahut semuanya.
Zidan pun berlalu menuju mobilnya.
Ia akan berangkat menuju kampus dimana ia saat ini sedang bekerja sebagai pengajar.
*
"Fahmi, Ibu pergi ke pengajian dulu ya, Nak. Kemungkinan pulangnya agak sore, karena ada tambahan acara aqiqah anaknya Ceu Rahmi." Pamit Bu Fatimah kepada anak bungsunya.
"Baik, Bu. Hati-hati ya." Fahmi menyahutinya.
"Kalau Ayana mencari Ibu, bilang saja Ibu sedang ke Pengajian ya." Imbuh Bu Fatimah.
"Baik, Bu." Jawab Fahmi yang sedang berada di dapur mengambil botol minum berisikan air mineral.
Bu Fatimah mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Fahmi yang kemudian diciumlah punggung tangan milik sang Ibu.
Setelah itu Bu Fatimah bergegas mengarahkan tungkainya menuju keluar rumah dan berlalu dari pandangan Fahmi.
Melihat sang Ibu sudah hilang dari pandangannya, Fahmi langsung menutup dan mengunci pintu utama.
Karena ia hanya berdua saja dengan Ayana di rumah.
Sepulang dari bertugas, Fahmi belum sempat beristirahat.
Ia lalu berjalan menuju kamarnya dan mendapati Ayana sedang melaksanakan sholat Dhuha.
Ceklek..
Fahmi menutup dan mengunci pintu kamarnya.
Ia lalu duduk di tepi ranjang menunggu Ayana menyelesaikan sholatnya.
Sembari menunggu, ia memainkan ponselnya untuk mengscroll sosial media.
"Mas." Panggil Ayana dengan nada lirih nan lembut.
"Iya, Dek? kamu sudah selesai?" Fahmi bertanya.
"Sudah, Mas menunggu aku?" Tanya Ayana sambil melipat mukena.
"Iya, Sayang." Jawab Fahmi singkat.
"Ada apa, Mas?" Ayana bertanya dengan rasa penasaran nya. Lalu ia mendekatkan dirinya duduk disebelah Fahmi, suaminya.
"Ada hajat yang belum tersalurkan." Ucap Fahmi yang langsung mengusap pipi halus milik Ayana.
Ayana tersenyum dengan memandang secara lekat wajah suaminya. Terdapat delapan puluh persen wajahnya menyerupai wajah Zidan.
Ada perasaan sedih ketika dirinya menatap Fahmi. Sosok yang kini menjadi suaminya. Ia mencoba menepis rasa sayangnya kepada Zidan dan berusaha mengalihkan rasa sayangnya kepada sang suami seutuhnya.
Karena sampai detik ini pun, Ayana belum dapat memberikan sayang seratus persen kepada Fahmi.
Ia akan tetap berusaha menciptakan rasa sayang untuk suaminya.
Karena sejak awal pernikahan, Ia tidak ada perasaan apapun terhadap Fahmi. Hanya saja karena ikatan pernikahan untuk sekali seumur hidup, dengan sekuat tenaga dan pikiran kini ia kerahkan seluruhnya untuk Fahmi. Suami yang harus ia patuhi. Karna letak surga seorang istri ada pada suami.
"Apa itu, Mas?" tanya Ayana penasaran.
Fahmi segera mengecup lembut bibir Ayana dengan singkat.
"Ini openingnya." Ucap Fahmi menatap hangat Ayana dengan senyuman manisnya.
Fahmi mendorong tubuh Ayana dengan pelan, hingga akhirnya Fahmi melingkarkan kakinya di tubuh Ayana.
Dengan perasaan rindu yang melanda karena menjadi sebagai sepasang pengantin baru, ia harus pergi meninggalkan Ayana untuk bertugas selama tiga hari ini.
Fahmi terus meraba dan menyentuh setiap inchi tubuh milik Ayana dengan halus dan lembut.
Pagi yang menjelang siang menjadikan saksi bisu untuk sepasang pengantin baru demi menuntaskan hajat yang belum tersalurkan.
Ayana begitu menikmati permainan yang diciptakan oleh Fahmi. Dalam pelukan Fahmi, Ayana berkata dalam hati.
(ya Allah, hilangkan semua pikiran tentang Kak Zidan. Jadikan aku isteri yang baik dan sholihah untuk suamiku, Mas Fahmi)
Fahmi berbisik pada ditelinga Ayana.
"Sayang, terima kasih sudah bersedia menjadi Isteriku, aku sayang kamu."