Raka, seorang pemuda 24 tahun dari kota kecil di Sumatera, datang ke Jakarta dengan satu tujuan, mengubah nasib keluarganya yang terlilit utang. Dengan bekal ijazah SMA dan mimpi besar, ia yakin Jakarta adalah jawabannya. Namun, Jakarta bukan hanya kota penuh peluang, tapi juga ladang jebakan yang bisa menghancurkan siapa saja yang lengah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Keringan dan Keberanian
Pekerjaan baru Raka di proyek konstruksi mulai memberinya tantangan yang lebih besar. Setiap hari ia bekerja keras, mengangkat material berat, memindahkan peralatan, dan memastikan semua berjalan sesuai rencana. Jakarta yang sibuk dan panas menyambutnya dengan keras, namun Raka merasa semakin terbiasa. Tubuhnya yang sebelumnya lemah mulai beradaptasi dengan beban pekerjaan fisik yang luar biasa. Pagi dan sore, ia terus bekerja dengan tekun, walaupun terkadang rasa lelah begitu terasa di tubuhnya.
Namun, dalam setiap keringat yang menetes, ada perasaan bangga yang tumbuh dalam dirinya. Ini adalah dunia yang benar-benar berbeda. Di toko Pak Firman, ia hanya belajar berjualan dan mengelola stok barang. Di sini, ia belajar hal-hal yang jauh lebih besar—tentang kerja tim, tanggung jawab, dan bagaimana segala sesuatunya saling terhubung untuk membangun sesuatu yang besar.
Setiap kali Raka pulang dari kerja, ia merasa tubuhnya hampir roboh, tetapi ada sesuatu yang membuatnya tetap bersemangat: Dimas. Temannya yang sudah lebih dulu bekerja di dunia konstruksi itu, selalu memberi dorongan. “Lo mulai ngerti kan, bro? Ini baru permulaan. Kalau lo kerja keras, lo bisa jadi lebih dari sekadar pekerja lapangan.”
Dimas selalu menekankan pentingnya memiliki tujuan besar dan tidak hanya puas dengan apa yang ada. “Lu lihat, proyek ini hanya satu dari banyak proyek besar yang bakal gue tangani. Semua butuh waktu, tapi lo pasti bisa jadi bagian dari itu.”
Namun, di balik semangat itu, Raka tidak bisa mengabaikan kenyataan yang ada. Setiap kali ia pulang, rasa rindu terhadap Pak Firman dan toko kecil itu muncul lagi. Ada rasa kesalahan yang menggelayuti dirinya, seperti ia meninggalkan orang yang sudah banyak membantunya. Raka mengingat semua nasihat Pak Firman tentang pentingnya kerja keras dan kesabaran, namun di sisi lain, ia tahu bahwa di dunia ini, jika ia ingin maju, ia harus berani mengambil risiko.
**Hari-Hari Penuh Tantangan**
Minggu demi minggu berlalu, dan Raka semakin terbiasa dengan pekerjaan barunya. Proyek konstruksi itu terus berjalan, dengan para pekerja sibuk setiap harinya. Raka mulai merasakan bahwa ia bukan hanya sekadar pekerja lapangan biasa. Ia mulai diberi tanggung jawab lebih besar, seperti membantu pengawasan di area tertentu dan mengatur bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pekerjaan selanjutnya. Walaupun tidak seberat pekerjaan sebelumnya, Raka merasa lebih terlibat dalam proses itu, dan itu membuatnya merasa dihargai.
Tapi tantangan terus datang. Suatu hari, saat sedang mengatur material, Raka tanpa sengaja menjatuhkan sebuah tumpukan besi yang besar, hampir menyebabkan kerusakan pada beberapa bagian proyek. Semua pekerja langsung menoleh, dan rasa malu langsung menyerbu Raka. Dimas, yang melihat kejadian itu, mendekat dengan cepat.
“Tenang aja, bro. Itu namanya salah satu ujian,” kata Dimas sambil membantu Raka membereskan tumpukan besi. “Semua orang di sini pasti pernah bikin kesalahan, termasuk gue. Yang penting, lo belajar dari itu dan jangan sampai terulang.”
Raka merasa lebih lega mendengar kata-kata Dimas, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa malu. Kesalahan itu membuatnya berpikir lebih hati-hati dalam setiap langkah, namun juga mengingatkan bahwa di dunia konstruksi, kesalahan adalah bagian dari proses belajar.
**Mengenal Lebih Dekat Dunia Baru**
Raka mulai mengenal lebih banyak orang di proyek itu. Ia berinteraksi dengan para pekerja lain—mereka yang sudah berpengalaman dan memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap hari, ia belajar banyak dari mereka, baik dalam hal teknis maupun dalam hal sikap kerja. Salah satu teman dekatnya, Budi, seorang tukang las, sering berbicara tentang filosofi hidupnya.
"Di sini, lo harus punya prinsip, bro. Kalau lo mau bertahan, lo harus kuat, baik fisik maupun mental," kata Budi suatu hari, ketika mereka sedang istirahat makan siang. “Kita nggak cuma bangun bangunan, tapi juga bangun karakter kita. Lo bisa jadi apa saja kalau lo sabar dan kerja keras.”
Kata-kata Budi mengingatkan Raka pada nasihat Pak Firman tentang pentingnya bekerja dengan hati dan prinsip. Meskipun dunia yang dijalaninya sekarang sangat berbeda dengan toko Pak Firman, prinsip dasar itu tetap berlaku. Raka mulai merasa bahwa pekerjaan ini bukan hanya tentang uang atau gaji yang lebih besar, tetapi tentang membangun sesuatu yang lebih besar dalam dirinya.
Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang selalu menghantui pikirannya—apakah keputusan untuk meninggalkan toko Pak Firman adalah keputusan yang benar? Jakarta memang menawarkan lebih banyak kesempatan, tetapi apakah ia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya di sini? Raka tahu bahwa ia harus terus maju dan mencari jawabannya, tetapi ia juga tidak bisa sepenuhnya melupakan masa-masa di toko yang telah memberinya begitu banyak pelajaran berharga.
**Memasuki Dunia yang Lebih Besar**
Hari demi hari, Raka semakin menemukan tempatnya di dunia konstruksi. Sebagai seorang pemula, ia belum bisa sepenuhnya mengerjakan segala hal dengan sempurna, tetapi semangatnya untuk belajar tidak pernah padam. Ia mulai merasa bahwa Jakarta memberinya peluang yang tidak bisa ia dapatkan di tempat lain. Setiap hari adalah pelajaran baru, dan setiap pelajaran membawa Raka lebih dekat ke masa depan yang ia impikan.
Dimas terus memberikan dukungan dan dorongan. “Lo nggak tahu, bro, tapi lo udah jauh lebih maju daripada banyak orang di luar sana. Terus aja jalan, dan lo bakal liat hasilnya nanti.”
Raka tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, dan tantangan yang lebih besar masih menanti di depan. Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa siap untuk menghadapi semua itu. Jakarta memang keras, tetapi dengan setiap langkah kecil yang diambilnya, Raka semakin percaya bahwa ia bisa menghadapinya.
Malam itu, saat kembali ke kosannya setelah seharian bekerja, Raka duduk di pinggir jendela dan melihat keramaian Jakarta yang tak pernah tidur. Ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
Dari seorang pemuda yang hanya bertahan di toko kecil, kini ia menjadi bagian dari proyek besar yang mengubah wajah kota ini. Raka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi satu hal yang pasti—ia telah memutuskan untuk tidak pernah menyerah.
Keberanian dan keringat yang ia curahkan kini menjadi bekal untuk menghadapi semua tantangan yang datang.
Dan meskipun jalan ini penuh dengan kesulitan, Raka merasa bahwa ia telah menemukan tempatnya. Dalam kerasnya Jakarta, ia akhirnya menyadari satu hal: hanya mereka yang berani melangkah yang bisa menemukan jalan baru menuju masa depan yang lebih cerah.
Raka menarik napas dalam-dalam, menatap jalan-jalan Jakarta yang tampak seperti ribuan kisah yang berkelindan di bawah sinar lampu malam.
Di balik kesibukan dan bisingnya kota ini, ia merasakan ketenangan yang datang dari dalam dirinya. Meskipun ia masih merasa asing di dunia konstruksi yang baru, langkah-langkah kecil yang ia ambil mulai membentuk kepercayaan diri yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Hari-hari penuh keringat dan tantangan itu tidak lagi terasa seperti beban. Mereka menjadi bagian dari perjalanan yang Raka pilih, perjalanan yang akan membawanya menuju sesuatu yang lebih besar.
Ia tahu, kesalahan dan kegagalan masih akan datang, namun kini ia siap menghadapinya. Di Jakarta yang keras ini, ia belajar bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk tumbuh lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih sabar.
Dengan keyakinan baru di dalam hatinya, Raka menatap masa depan dengan penuh harapan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, tetapi yang ia tahu pasti adalah bahwa ia akan terus maju, melangkah dengan keberanian, dan membangun kehidupannya di tengah kerasnya kota yang tak pernah tidur ini.
hadeh hadeh, kesal banget klo inget peristiwa pd wktu itu :)