Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Maxime Keano, bahwa dia akan menikahi seorang gadis yang masih SMA.
"Barang siapa yang bisa menemukan kalungku. Jika orang itu adalah laki-laki, maka aku akan memberikan apapun yang dia inginkan. Tapi jika orang itu adalah perempuan, maka aku akan menikahkan dia dengan cucuku." Ucap sang nenek.
Tak lama kemudian, datang seorang gadis remaja berusia 18 yang yang bernama Rachel. Dia adalah seorang siswi SMA yang magang sebagai OB di perusahaan Keano Group, Rachel berhasil menemukan kalung sang nenek tanpa mengetahui sayembara tersebut.
"Ingat, pernikahan kita hanya sementara. Setelah nenekku benar-benar sehat, kita akan berpisah. Seumur hidup aku tidak pernah bermimpi menikah dengan seorang bocah sepertimu." Maxime Keano.
"Kamu pikir aku ingin menikah dengan pria arogan dan menyebalkan sepertimu? Menikah denganmu seperti musibah untukku." Rachel Calista.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Kenapa om? Ada yang salah?" Tanya Rachel, dia tidak paham mengapa Maxime memandanginya seperti itu. Apa ada yang salah dengan penampilannya? Padahal dia hanya mengenakan piyama yang sudah disediakan di dalam kamar.
Maxime segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, sembari menjawab pertanyaan dari Rachel. "Penampilan kamu membuat mataku sakit."
Rachel menggigit bibir bawahnya. Maxime selalu saja berkata pedas kepadanya. Itulah mengapa dia sangat membenci seorang Maxime Keano. Mulut pria itu lebih pedas dari bon cabe, makanya Rachel sangat merasa heran jika ada banyak wanita yang memuja-muja ketampanannya.
"Mengapa om tidak bilang jujur aja kalau sebenarnya aku ini sangat cantik? Banyak lho yang bilang begitu." Rachel memilih untuk pura-pura bersikap manis kepada pria itu. Capek juga jika dia harus terus meladeni sikap arogannya Maxime. Sehingga Rachel memaksakan diri untuk tersenyum manis.
Maxime pura-pura tertawa mendengarnya. "Cantik? Siapa yang mengatakannya? Aku akan memeriksa mata mereka satu-satu."
Rachel tidak ingin dibilang omong kosong. Dia segera berjalan mendekati tas sekolah miliknya. Kemudian dia mengeluarkan beberapa lembar surat di dalam tas tersebut. Dia memperlihatkan surat-surat itu kepada Maxime. "Ini adalah surat cinta yang belum aku balas. Mungkin ada sekitar..."
Rachel mencoba menghitung berapa lembar surat yang dia pegang, "Emm... sekitar 11 surat cinta yang belum aku balas. Belum lagi yang mengungkapkannya secara langsung, dan juga yang melalui pesan wa."
"Hm ya mungkin karena mereka sama-sama bocah, makanya mereka masih labil. Begitu mereka beranjak dewasa, pasti tipe wanita idaman mereka akan berubah menjadi Marshanda."
Setelah berkata seperti itu, Maxime segera meraih handuk dan berjalan menuju kamar mandi. Karena dia pun sangat merasakan gerah malam ini.
"Gara-gara kamu kamar aku berantakan. Aku gak mau tahu, pokoknya setelah aku selesai mandi. Kamarku harus rapi lagi!" Titah Maxime kepada Rachel. Dia pun segera masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah Maxime masuk ke dalam kamar mandi, Rachel segera duduk di sofa, dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. "Ya Tuhan, rasanya aku benar-benar ingin..."
Rachel berkata sambil meremas-remas surat cinta yang ada di dalam genggamannya, membayangkan bahwa surat-surat tersebut adalah Maxime. Baru satu malam saja dia hidup dengan pria itu, dia sudah dibuat dongkol.
...****************...
Saat ini Maxime sedang menggosok seluruh tubuhnya dengan busa sabun di bawah guyuran air shower. Otot-otot sixpack di perutnya sangat terlihat sangat jelas. Pria itu sesekali membuang nafas, kemudian dia mengusap wajahnya dengan kasar.
Kemudian Maxime tertawa kecil, "Mengapa ada banyak murid laki-laki naksir sama si bocah? Sampai banyak yang mengirim surat cinta padanya. Apakah dia secantik itu dimata mereka? Aku tidak mengerti dengan tipe standar anak-anak remaja sekarang."
Maxime pun terdiam. Mungkin karena dia pun menyadari setelah Rachel melakukan perawatan kecantikan, dimulai dari body spa dan perawatan yang lainnya, gadis itu memang tiba-tiba keluar aura kecantikannya. Mungkin karena selama ini Rachel tidak mempedulikan penampilannya, yang penting bagi Rachel dia bisa makan dan masih bisa sekolah saja sudah lebih dari cukup.
"Ini gara-gara Boy. Aku hanya menyuruh dia mempermaknya. Bukan membuatnya menjadi..."
Maxime tidak ingin meneruskan perkataannya. Sangat berat jika mulutnya mengatakan bahwa Rachel tiba-tiba menjadi cantik. Padahal sebenarnya Rachel memang memiliki paras yang sangat cantik dari lahir.
Setelah selesai mandi, Maxime pun segera keluar dari kamar mandi dengan kondisi telanjang dada. Tubuhnya hanya ditutupi oleh handuk yang melilit dibagian pinggangnya. Dia sama sekali tidak merasa malu, mungkin karena menganggap Rachel masih bocah. Toh dia juga tidak sedang dalam keadaan telanjang.
Maxime yang baru masuk ke dalam kamar, dia tidak sengaja melihat Rachel yang sedang tertidur di sofa. Sepertinya Rachel sudah sangat merasakan ngantuk sehingga tidak sempat melakukan apa yang Maxime suruh kepadanya.
Pria itu pun menghela nafas sambil berkacak pinggang. "Aku sudah menyuruhnya untuk merapikan kamar. Dia malah enak-enakan tidur!"
Maxime yang hidupnya selalu dipenuhi dengan kedisiplinan dan selalu rapi, dia tidak terbiasa dengan kehidupan Rachel yang acak-acakan dalam soal kebersihan. Maxime tidak akan bisa tidur kalau keadaan kamarnya ada yang kotor sedikit saja ataupun ada satu barang yang berada di tempat tidak semestinya.
Maxime pun segera berjalan mendekati Rachel, dia menyentil kening gadis itu. "Hei bocah, cepat bangun! Kenapa kamu belum merapikan kamarku?"
Rachel terjingkat ketika dia merasakan keningnya disentil oleh Maxime. Tapi dia sangat terkejut ketika melihat penampilan Maxime yang telanjang dada. Sangat menodai kedua matanya yang masih sangat polos, membuat gadis itu menjerit sekencang mungkin. "Aaaaaaahhh!"
Maxime nampak kelabakan. Dia tidak paham apa salah dengan penampilannya. Padahal dia sama sekali tidak sedang dalam keadaan telanjang. Dia segera menutup mulut gadis itu dengan tangan kanannya.
"Shhhttt! Kenapa kamu berteriak seperti itu? Kalau orang-orang disini pada salah paham bagaimana?"
Rachel malah mengigit tangan Maxime. Maxime meringis kesakitan. Dia tidak bisa mengontrol lilitan handuk di pinggangnya, sehingga handuk yang dikenakan oleh Maxime melorot ke bawah.
Pluuk...
Dan suara jeritan Rachel terdengar kembali. Lebih kencang dari sebelumnya.
"Aaaaaahhhh!"
Maxime nampak mematung, wajahnya merah merona. Perlahan-lahan dia menunduk kepalanya ke bawah, rupanya sangat terlihat jelas sosis jumbonya. Runtuh sudah harga dirinya di depan gadis bocah yang masih polos itu.
Mungkin karena suara jeritan Rachel sangat terdengar kencang, membuat para penghuni mansion itu tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Termasuk Nenek Margaretha. Mereka pikir mungkin malam ini Maxime dan Rachel sedang melakukan adu mekanik.
lari sejauh mungkin biar Max frustasi coz kehilangan kamu.
sy yakin sudah ada benih Max yg tertinggal di rahim kamu.