Rere jatuh cinta pada pria buta misterius yang dia temui di Sekolah luar biasa. Ketika mereka menjalin hubungan, Rere mendapati bahwa dirinya tengah mengandung. Saat hendak memberitahu itu pada sang kekasih. Dia justru dicampakkan, namun disitulah Rere mengetahui bahwa kekasihnya adalah Putra Mahkota Suin Serigala.
Sialnya... bayi dalam Kandungan Rere tidak akan bertahan jika jauh dari Ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Restu Sang Ratu
Bab 32 -
Pagi itu, langit Taewon menyambut dengan sinar matahari yang hangat, seolah ikut merayakan kabar bahagia dari calon putra mahkota dan calon putri mahkota. Namun, di dalam hati Rere, awan tebal kegelisahan masih menggelayut. Setelah pengumuman yang mengejutkan kemarin, dia belum sepenuhnya menyadari dampak dari status barunya. Menjadi calon putri mahkota? Bagaimana dia, seorang wanita yang menyimpan begitu banyak rahasia, bisa menyandang gelar ini?
Suara ketukan halus di pintu kamarnya membuyarkan pikirannya. "Nona, kepala pelayan mengirim pesan. Ratu Liliana mengundang Anda untuk minum teh bersama sore ini," ujar salah satu pelayan. Rere mengangguk, memberikan jawaban singkat, "Aku akan hadir."
Sementara itu, jantungnya berdegup lebih kencang. Bertemu dengan Ratu Liliana, sosok yang dikenal dingin dan penuh wibawa, membuat Rere merasa tekanan semakin berat. Namun, sebelum itu, ada agenda lain yang harus dilaluinya-pemotretan pranikah. Saat itu, meski tahu ini semua hanyalah hubungan kontrak, tak bisa dipungkiri ada kegugupan yang menggelitik hatinya.
Langkahnya terasa berat ketika dia keluar menuju paviliun. Di sana, Arion telah menunggunya. Sosok pria berambut hitam legam dengan tatapan biru yang tajam berdiri dengan penuh wibawa. Di sisinya, Victor, sang ajudan yang selalu siap siaga. Rere sempat mencuri pandang ke arah Arion, menyadari betapa besar perbedaan dunia mereka. Arion tampak seperti pahlawan dari dunia yang berbeda, begitu jauh dari kehidupan yang biasa dijalani Rere. "Sudah siap?" suara dingin Arion membuyarkan lamunannya. Rere tersentak, berusaha memaksakan senyum kecil meski kegugupan tetap menyelimutinya. "Ya, aku siap," jawabnya pelan.
Sesi pemotretan dimulai. Saat mereka diminta untuk saling bergandengan mesra, Rere merasa tangannya gemetar. Sentuhan tangan Arion di lengannya terasa terlalu nyata, terlalu hangat, membuatnya semakin gugup. Dia menggenggam erat lengan Arion, terlalu erat mungkin.
"Rere, tenanglah. Kau membuatku sulit bergerak," gumam Arion sambil sedikit menoleh ke arahnya. Nada suaranya terdengar seperti teguran, namun bukan tanpa alasan. Kegugupan Rere jelas mempengaruhi seluruh suasana, dan dia tak bisa mengelak dari perasaan malu yang tiba-tiba menyergap.
"Maaf," gumam Rere cepat-cepat, melepaskan sedikit cengkeramannya. Pipinya memerah, merasa kikuk dengan situasi ini. Tapi bagaimana dia bisa tenang? Bahkan hanya memikirkan bahwa dia benar-benar akan menikah-meski hanya sebuah kontrak-sudah cukup untuk membuat hatinya berdegup tak karuan.
Namun, di balik kegugupannya, ada sesuatu yang lain bersemayam di hati Rere. Setiap kali menatap Arion, ada getaran halus yang dia rasakan. Arion, dengan segala ketegasannya, memiliki sesuatu yang membuat Rere tidak bisa berhenti memikirkannya. Apakah mungkin perasaan itu mulai berubah menjadi sesuatu yang lebih?
Sesi pemotretan berlanjut, dengan instruksi demi instruksi dari fotografer yang meminta mereka berpose lebih intim. Rere kembali merapatkan tubuhnya pada Arion, dan kali ini, tanpa disadari, rasa nyaman menyelinap perlahan ke dalam dirinya. Namun, ketika tatapan biru dingin Arion jatuh kepadanya, Rere segera kembali pada realitas. Ini hanyalah perjanjian, tidak lebih. "Sudah selesai," kata sang fotografer akhirnya, menyudahi sesi pemotretan yang bagi Rere terasa seperti selamanya. Dia melepaskan tangan Arion perlahan, menarik napas lega. "Terima kasih sudah menemaniku," kata Rere dengan nada lembut, meski hatinya masih dipenuhi keraguan dan ketidakpastian.
Arion hanya mengangguk, tanpa banyak kata. Namun, di balik sikap dinginnya, ada sesuatu dalam tatapan pria itu yang membuat Rere merasa bingung. Ada misteri yang belum terpecahkan di antara mereka, dan Rere tahu, seiring berjalannya waktu, kontrak ini mungkin akan membawanya pada jalan yang lebih berliku daripada yang pernah dia bayangkan.
Hari itu, saat Rere bersiap untuk pertemuannya dengan Ratu Liliana, kegugupannya belum juga sirna. Di luar, dia adalah Teresa Lumina, calon putri mahkota yang penuh percaya diri. Tapi di dalam hatinya, Rere tetaplah perempuan biasa yang masih terjebak di antara cinta dan rahasia besar yang dia simpan.
Pagi itu bukan hanya Rere yang merasakan kegugupan luar biasa, Arion pun sama. Namun, seperti biasanya, Putra Mahkota dari Taewon lebih mahir dalam menyembunyikan perasaannya di balik wajah dingin dan tak tergoyahkan. Setiap kali tatapannya jatuh pada Rere, hatinya bergetar. Pernikahan yang tak lama lagi akan tiba membuatnya merasa sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, berbeda dengan Rere yang jelas-jelas menampakkan kegugupannya, Arion pandai menutupi emosinya, seperti tembok yang kokoh dan tak bisa ditembus.
Selesai sesi pemotretan, mereka berjalan beriringan kembali ke paviliun. Langit cerah di atas Taewon seolah memayungi langkah mereka, namun tidak mampu menyingkirkan ketegangan di hati mereka. Di sepanjang jalan, Arion hanya sesekali menoleh ke arah Rere, yang sesekali mengerling malu ke arahnya. Namun, dalam hatinya, dia merasakan hal yang sama. Ada desakan di dalam dirinya yang berharap agar waktu berjalan lebih cepat, agar hari pernikahan mereka segera tiba. Namun di sisi lain, dia bertanya-tanya, apakah ini benar-benar apa yang dia inginkan?
Setelah mereka tiba di paviliun, Arion berhenti, membiarkan Rere berjalan lebih dulu masuk ke dalam. "Kuharap kau bisa bersiap untuk pertemuan dengan Ratu sore ini," ujarnya datar, meski di dalam hatinya, ada ketegangan terselubung. Rere mengangguk patuh sebelum melangkah masuk, meninggalkan Arion dengan pikirannya sendiri.
Begitu pintu paviliun tertutup, sosok Victor, ajudan setianya, langsung muncul dari balik bayangan, memasang senyum menggoda. "Hmm, tak kusangka kau bisa sekaku itu, Arion. Jangan bilang kau juga gugup?" Victor mendekati Arion dengan santai, jelas-jelas menikmati saat langka ini di mana Putra Mahkota terlihat sedikit gelisah. "Kau bahkan menegur Nona Teresa hanya karena dia terlalu erat menggandengmu. Padahal, kau sendiri tampak tidak bisa tenang."
Arion melirik tajam ke arah Victor, mencoba untuk tetap menjaga ketenangannya. "Apa maksudmu?" balasnya dingin. Namun Victor, yang sudah lama mengenal Arion, tidak mudah terintimidasi. Dia justru melanjutkan, "Ayolah, kau pasti gugup. Aku bisa melihatnya. Hanya saja, kau terlalu pintar menyembunyikannya. Kau bahkan menegur Teresa untuk menutupi kegugupanmu sendiri, bukan begitu?"
Arion tidak langsung menjawab, tetapi kerutan kecil di keningnya mulai tampak. Bukan karena apa yang dikatakan Victor tidak benar, tetapi karena dia tidak suka kelemahannya terungkap. Dia menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya melemparkan tatapan tajam ke arah ajudannya itu.
"Victor," ujar Arion dengan suara tenang namun berbahaya, *Sepertinya kau punya terlalu banyak waktu luang untuk berteori tentang perasaan orang lain." la berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menekan suasana. "Kuhukum kau untuk berpatroli di sekitar istana selama tiga malam berturut-turut, tanpa istirahat."
Wajah Victor berubah. "Apa?!" la hampir melompat, mencoba menahan tawanya yang sebelumnya menguar, berubah menjadi ekspresi penuh rasa bersalah. "Tunggu dulu, aku hanya bercanda!"
Namun Arion sudah berbalik dan mulai melangkah pergi, meninggalkan Victor yang kini mengerang penuh keputusasaan. "Tiga malam? Tanpa istirahat? Ah, kau kejam!" Victor mengeluh dengan nada menyedihkan, mencoba mengejar Arion.
"Aku bisa memperpanjangnya menjadi lima malam kalau kau terus mengeluh," balas Arion singkat, tidak menoleh.
"Baik, baik, aku menyerah!" Victor akhirnya tertawa kecil, meski dalam hati ia benar-benar memikirkan hukuman itu, la tahu Arion jarang menunjukkan sisi lembutnya, tetapi saat seperti ini membuktikan bahwa di balik sikap dinginnya, ada sesuatu yang lebih hangat-bahkan mungkin gugup-yang sedang tersembunyi. Namun, Victor tahu satu hal pasti: Putra Mahkota itu, meskipun terlihat keras, hatinya tidak sepenuhnya kebal terhadap perasaan manusia.
Dan, meskipun Arion tidak mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri, Victor bisa melihat dengan jelas bahwa pria itu tidak sabar menantikan hari pernikahannya.
Di sisi lain, ancaman dari keluarga Vorbest terus mengintai, tak henti-hentinya berusaha menggoyahkan posisi Teresa Lumina, yang baru saja ditetapkan sebagai calon putri mahkota. Tetua Vorbest, Robin De Vorbest, masih berharap bahwa Areum, putri bungsu keluarganya, akan menduduki posisi tersebut. Rumor mulai disebarkan di antara para bangsawan dan rakyat, menuduh Teresa, sang utusan peri, sebagai ancaman bagi klan serigala. Mereka menyebarkan kabar bahwa peri yang menjadi ibu dari pewaris berikutnya akan membawa bencana bagi Taewon. Dalam sehari, rumor itu menyebar dengan cepat, mencapai telinga Ratu Liliana sebelum pertemuannya dengan Teresa, yang disamarkan sebagai acara minum teh sore di taman kerajaan.
Namun, Ratu Liliana, meskipun mengetahui rumor yang beredar, lebih memilih tidak terpengaruh. Ada rasa penasaran yang tumbuh dalam dirinya siapa sebenarnya Teresa Lumina, wanita yang berhasil merebut hati Arion, putranya yang selama ini tidak tersentuh?
Sore itu, di taman yang indah dengan bunga-bunga bermekaran, Ratu Liliana duduk anggun di kursinya, menunggu kedatangan Teresa. Udara sore yang segar dan angin sepoi-sepoi memberikan suasana yang tenang, tetapi hati Rere berdebar lebih kencang saat dia melangkah memasuki taman. Dia tahu, pertemuan ini bukan sekadar sesi minum teh biasa. Ini adalah ujian yang harus ia hadapi sebagai calon putri mahkota.
Setelah memperkenalkan diri dengan sopan, Rere duduk di hadapan Ratu. Hening beberapa detik terasa canggung, hingga Ratu Liliana akhirnya membuka percakapan dengan senyum tipis.
"Teresa Lumina," panggilnya dengan nada tenang namun tegas. "Kau adalah wanita yang berhasil menarik perhatian Arion, putraku. Tak pernah kuduga dia akan membuat keputusan secepat ini."
Rere menahan napas sejenak, lalu tersenyum dengan lembut. "Saya pun tidak pernah menyangka, Yang Mulia. Saya hanya mencoba mengikuti takdir yang telah digariskan kepada saya." Ratu Liliana menyelidik dengan tatapan tajam, mempelajari gerak-gerik Teresa. "Katakan padaku, bagaimana hubunganmu dengan Arion bisa berkembang? Arion bukan tipe pria yang mudah membuka hatinya, apalagi kepada seorang utusan peri."
Rere merasa sedikit gugup, tetapi dia tahu bahwa inilah saatnya menjawab dengan hati-hati. Dia tidak bisa mengungkapkan hubungan masa lalunya dengan Arion di dunia manusia, namun dia bisa mengungkapkan ketulusan cintanya.
"Yang Mulia," ujar Rere dengan suara tenang, "Hubungan saya dengan Arion berkembang perlahan, tanpa paksaan. Arion, meskipun terlihat dingin dan tegas, memiliki hati yang hangat. Saya melihat sisi lembut dalam dirinya, sisi yang mungkin tidak banyak orang ketahui. Saya... mencintainya dengan tulus, bukan karena posisinya, tetapi karena siapa dia."
Ratu Liliana terdiam sejenak, menatap wajah Rere dengan cermat, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan. Namun, yang ia lihat hanyalah ketulusan dalam sorot mata gadis itu.
"Kau mencintainya," ulang Ratu Liliana, sedikit menyipitkan matanya. "Bagaimana kau bisa yakin akan perasaanmu? Kau tahu, menjadi putri mahkota bukan hanya soal cinta, tapi tanggung jawab besar.
Rere tersenyum lagi, kali ini sedikit lebih yakin. "Saya sadar, Yang Mulia. Saya tidak menutup mata terhadap tanggung jawab yang akan datang. Namun, cinta yang saya rasakan untuk Arion tidak berdasarkan pada kekuatan atau posisinya. Saya mencintainya karena dia adalah pria yang selalu menjaga orang-orang di sekitarnya, meskipun sering menyembunyikannya di balik sikap dinginnya. Saya percaya pada kebaikan hatinya."
Ratu Liliana terdiam lagi, mengamati Rere dengan lebih dalam. Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis ini terpengaruh oleh rumor atau hanya mencari kedudukan. Ratu bisa merasakan kejujuran dalam setiap kata yang keluar dari mulut Rere.
"Teresa, kau cukup berbeda dari apa yang kudengar tentang peri," ujar Ratu akhirnya, dengan nada yang lebih lembut. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang berhasil menarik perhatian Arion. Aku akan mengamati hubungan kalian lebih dekat, namun untuk saat ini, kau telah menunjukkan ketulusanmu."
Rere menundukkan kepala sedikit, merasa lega dengan tanggapan Ratu Liliana. "Terima kasih, Yang Mulia."
Mereka melanjutkan percakapan lebih ringan setelah itu, tentang berbagai hal di kerajaan, kehidupan di istana, dan bagaimana Rere akan menyesuaikan diri dengan perannya. Meski Rere tetap gugup, suasana sedikit mencair, dan dia bisa merasakan bahwa Ratu Liliana mulai menerimanya, meskipun dengan hati-hati.
Setelah pertemuan itu selesai, Rere kembali ke paviliun dengan perasaan lega, namun tetap waspada. Dia tahu bahwa tantangan besar masih menantinya, terutama dari mereka yang tidak senang dengan keberadaannya sebagai calon putri mahkota. Tapi setidaknya, dia telah melewati ujian pertama di hadapan Ratu Liliana dengan baik.
pliz jgn digantung ya ...
bikin penasaran kisah selanjutnya
apa yg dimaksud dgn setengah peri dan manusia? apakah rere?