NovelToon NovelToon
Dia Anakku

Dia Anakku

Status: tamat
Genre:Tamat / Janda / Anak Genius / Ibu Pengganti / Kehidupan di Kantor / Romansa / Penyesalan Suami
Popularitas:2.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: Mommy Ghina

Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.

Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.

“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.

“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.

“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20. Adiba Tahu Rahasia Naura

Tubuh Adiba yang gemetaran, terpaksa bersandar di tembok demi agar tubuhnya yang sudah menua tidak jatuh begitu saja setelah tidak sengaja mendengarkan cerita mengenai putra sulungnya.

Kenyataan yang sangat menampar Adiba, hingga dadanya terasa sesak ketika mendengarnya. “Ya Allah, ada apa ini? Aku harus bagaimana sekarang? ” keluh batin Adiba.

“Iya Alma ... aku akan tetap berkomitmen dengan keputusanku. Akan segera berhenti bekerja di sana dan menjauh dari Mas Irfan. Sudah cukup empat tahun yang lalu hidupku hancur karena laki-laki itu,” sahut Naura tampak memelas, lantas ia menarik napasnya dalam-dalam.

Alma mengusap lembut lengan sahabatnya, tatapannya begitu dalam ketika memperhatikan sahabatnya. “Naura, maaf kalau aku jadi ngomel-ngomel sama kamu seperti ini, karena aku sangat menyayangimu layaknya saudara sendiri. Aku yang dulu menemanimu ketika depresi, hatiku amat sakit Naura. Aku tidak mau melihat kamu kesakitan lagi, apalagi kamu bilang ternyata mas Irfan sudah menikah sebelum dia menikahimu dan laki-laki itu ternyata hidup bahagia dengan istri dan anaknya, sementara selama ini kamu susah payah bangkit dari keterpurukanmu, mengobati lukamu. Apakah aku salah jadi marah seperti ini!” imbuh Alma.

Senyum hambar terlukis di wajah Naura, ia memahami bagaimana sahabatnya selalu berada di sisinya, tidak pernah meninggalkan. Sahabat sejati. “Tidak salah Al, aku malah bersyukur punya sahabat sepertimu, selalu ada di saat sedih dan senang.”

Sementara itu di balik tembok pemisah, dengan tangannya yang gemetaran Adiba mengusap air matanya yang mulai luruh membasahi pipinya, lalu ia menarik napasnya dalam-dalam.

“Syukurlah kalau begitu, nanti setelah kamu keluar dari rumah sakit, kita temui yang mau membeli motormu, aku juga akan ambil tabunganku. Aku juga ada simpanan emas, nanti aku coba gadaikan ke pegadaian untuk menambahkan uangmu untuk bayar penalti biar pria brengsek itu tidak menahan kamu lama-lama di perusahaannya. Aku ingin mental mu sehat,” ujar Alma.

“Ibu akan membayarkan penaltinya, Naura!”

Tubuh Naura langsung menegang ketika ada yang turut menyahut pembicaraannya dengan Alma. Kepalanya perlahan-lahan menoleh melihat ke arah sumber suara tersebut begitu juga dengan Alma.

“I-Ibu Adiba!” Memucat'lah wajah  Naura melihat keberadaan ibunya Irfan.

Adiba mengusap ujung ekor matanya, lalu ia menaruh wadah makanan terlebih dahulu ke atas meja makan, kemudian kakinya melangkah mendekati ranjang Naura. Jantung Naura berdegup cepat, pikirannya mulai gusar. “Sejak kapan beliau ada di sana? Apakah beliau mendengar semuanya?” batin Naura ketar-ketir.

Alma sendiri yang belum mengenal Adiba melirik sahabatnya yang kini tampak memucat. “Siapa ibu itu?” tanya Alma agak berbisik.

“I-Ibunya,” jawab Naura sangat pelan. Respon Alma hanya terkejut sebentar setelah itu tampak biasa saja, justru hatinya bersyukur jika ibunya Irfan mendengar dari awal pembicaraan mereka berdua.

“Katakan pada Ibu berapa banyak uang penalti yang Irfan minta agar kamu bisa resign dari perusahaan?“ tanya Adiba berusaha tampak tegar dan tenang.

“60 juta Bu,” jawab Naura agak terbata-bata.

Adiba yang merasa sesak dadanya buru-buru mengeluarkan ponsel dari tas tangannya. “Ibu minta nomor rekening kamu, biar Ibu langsung transfer ke kamu,” pinta Adiba, tangannya bergetar saat memegang ponselnya.

“Bu, tidak perlu. Terima kasih, saya akan mengusahakannya sendiri. Saya tidak mau berhutang sama Ibu,” tolak Naura dengan halusnya.

Wanita patuh baya itu mengangkat wajahnya dan menatap Naura dengan iris matanya yang kembali tergenang air mata. “Ibu sudah mendengar semuanya, Naura. Anak Ibu pernah menikahimu! Jangan mengelak lagi, jangan katakan pada Ibu jika kamu tidak mengenal anak Ibu selama ini,” ujar Adiba penuh penekanan.

Alma yang semua duduk di tepi ranjang terpaksa beranjak, karena langkah Adiba semakin dekat ke sisi ranjang yang di tempati Naura.

Naura belum siap menerima kenyataan jika Adiba yang selama ini ia kenal dengan kebaikan hatinya ternyata adalah ibunya Irfan. Rasa malu dan enggannya menyelusup di hatinya saat ini, apalagi setelah ia mengetahui jika ia istri simpanan kala itu. Bak pelakor jika orang lain tahu. Padahal ia sama sekali tidak mengetahuinya jika Irfan sudah menikah sebelum menikahinya.

“Maafkan saya Bu, saya tidak ada niatan untuk menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Pak Irfan, semuanya masa lalu yang tidak ingin saya ingat lagi,” ujar Naura begitu lirihnya, lantas tertunduklah kepalanya dengan rasa bersalahnya menekan perasaan.

“Saya minta maaf Bu, saat itu saya sangat bodoh.”

Adiba kembali mengusap pipinya yang kini semakin basah, kemudian merangkul bahu wanita itu, dipeluklah Naura olehnya.

“S-saya m-minta maaf Bu, saya tidak tahu.” Pecahlah tangisan Naura dalam pelukan Adiba, begitu juga dengan Adiba yang sangat kecewa pada anaknya.

“Maafkan Ibu juga, Naura. Andaikan sejak dulu Ibu tahu,” balas Adiba seraya mengusap lembut punggung Naura dengan rasa penyesalannya yang begitu dalam.

“Mungkinkah feeling ku benar jika Noah adalah anak Naura dengan Irfan karena mereka pernah menikah? Dan Noah bukan anak Sofia dengan Irfan. Sebenarnya ada apa dengan Irfan?” batin Adiba semuanya menebak-nebaknya.

Bersambung ... ✍️

1
Raditya
Luar biasa
Anonymous
keren
Suci Arofah
suka dg karakter mamanya irfan
Suci Arofah
irfan bego d bodohin sm asisten n sofia
Mama Ikha
Luar biasa
sasatar77 tarsa
semangat untuk mu thoor ceritanya bagus
Fransiska Musilah
mulai menuai apa yg kau taburkan sofia
Fransiska Musilah
penyesalan tidak datang duluan irfan..
carilah kebenaran sekarang
Linda Antikasari
Luar biasa
Fransiska Musilah
dih irfan dasar lelaki egois ,naura juga berhak bahagia tau...
nona kim
bagus Naura
Fransiska Musilah
ngga tau aja kamu sofia kalo sekretaris papa mertuamu ibu dari anak suamimu.
Fransiska Musilah
makanya irfan buka matahatimu
Fransiska Musilah
terus ibu adiba bukalah topeng menantumu.
Fransiska Musilah
oh ternyata ada pagar makan tanaman....
Fransiska Musilah
ibu adiba teruslah menabur kebaikan dan tegakkan keadilan.
diacc ya thor /Drool//Drool/
Fransiska Musilah
adiba ibu yg baik.dari awal hatinya udah mengikuti naluri seorang ibu begitu liat kemiripan noah dan naura
Fransiska Musilah
sofia .irfan kaliam bakal menuai apa yg klian tabur.
terutamakamu sofia
Fransiska Musilah
ternyata sideri itu sengkuni
Fransiska Musilah
oh begitu,ternyata kalian org org egois....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!