Jingga yang sedang patah hati karena di selingkuhi kekasihnya, menerima tantangan dari Mela sahabatnya. Mela memintanya untuk menikahi kakak sepupunya, yang seorang jomblo akut. Padahal sepupu Mela itu memiliki tampang yang lumayan ganteng, mirip dengan aktor top tanah air.
Bara Aditya memang cakep, tapi sayangnya terlalu dingin pada lawan jenis. Bukan tanpa sebab dia berkelakuan demikian, tapi demi menutupi hubungan yang tak biasa dengan sepupunya Mela.
Bara dan Mela adalah sepasang kekasih, tetapi hubungan mereka di tentang oleh keluarganya. Mereka sepakat mencari wanita, yang bersedia menjadi tameng keduanya. Pilihan jatuh pada Jingga, sahabat Mela sendiri.
Pada awalnya Bara menolak keras usulan kekasihnya, tetapi begitu bertemu dengan Jingga akhirnya dia setuju.
Yuk, ikuti terus keseruan kisah Jingga dan Bara dalam membina rumah tangga. Apakah rencana Mela berhasil, untuk melakukan affair dengan sepupunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 : Rumah baru
Rumah yang akan ditempati Jingga berdiri kokoh seperti istana, salah satu properti milik bos Bara. Sebuah hunian yang letaknya di kawasan pemukiman elit, jauh dari banjir dan suasana nyaman begitu memasukinya. Siapa yang tidak akan betah, tinggal di lingkungan sedemikian asri? Namun letaknya memang jauh dari pusat kota, tetapi perumahan ini memiliki fasilitas yang lengkap. Semua tersedia, dari pasar modern sampai taman bermain sudah ada.
Tapi bagi Jingga, semuanya hanyalah penjara baginya. Rumah ini bukan lah domisili sesungguhnya Bara, karena yang ia tau lelaki itu tinggal di penthouse mewah di pusat kota. Jadi sebenarnya, ia disingkirkan dari hidup Bara secara tidak langsung. Lalu, untuk apa mereka menikah? Keinginan Bara yang akan mengakhiri hubungan dengan Mela, hanya isapan jempol. Sudah dipastikan, mereka kini tinggal bersama. Apalagi Mela tengah terpuruk, dan kondisi psikisnya terganggu.
Rumah besar berlantai tiga dengan cat berwarna putih itu berdiri kokoh, seperti gambaran pemiliknya yang angkuh. Di halamannya, terdapat taman dengan berbagai macam jenis bunga. Gerbang terbuka otomatis, begitu mobil memasuki halaman. Seorang sekuriti menghampiri mobil yang terparkir, dan membuka pintunya untuk sang nyonya.
Jingga turun dari mobil yang mengantarkannya, menuju salah satu hunian terbilang paling menonjol di bandingkan dengan yang lainnya. Tak lupa mengucapkan terima kasih pada Pak Ujang, yang menolongnya mengambilkan barang dari bagasi. Menenteng koper berisi buku-buku novel kesayangannya juga tak ketinggalan tas selempangnya, sedangkan di belakangnya Pak Rahmat membawa sebuah koper berukuran besar.
Pintu terbuka lebar, sebelum Jingga membunyikan bel rumah. Di sana berdiri menjulang tinggi, lelaki yang kini jadi suaminya sembari bersedekap.
"Kenapa lama sekali" tanyanya.
"Saya kan, harus beberes dulu di kost-an."
"Biar saya bantu" lanjutnya, mencoba mengambil alih koper di tangan Jingga.
"Jangan Pak!" tolaknya cepat. "Saya bisa bawa sendiri, tinggal tunjukkan mana kamarnya?"
"Oke kalo begitu!" ujarnya pasrah. "Pak Rahmat kembali saja ke kantor, biar saya yang membantu perempuan keras kepala ini" lanjutnya memberi perintah.
"Baik tuan!" ucap sang sopir patuh.
Segera Pak Rahmat meletakkan koper yang di bawanya, lalu cepat melaksanakan perintah majikannya.
Bara memimpin jalan sambil menggeret koper besar Jingga, membuka salah satu pintu kamar yang tertutup di lantai dua.
"Nah, inilah kamar yang akan kita tempati" ujar Bara, memperlihatkan isi di dalamnya.
Kamar tidur yang besar dengan kasur ukuran king size, terpampang di depan matanya. Di sebelahnya terdapat nakas, yang letaknya di kiri kanan tempat tidur. Juga ada seperangkat sofa dan kulkas mini di sudut ruangan, tak ketinggalan keberadaan televisi besar di rak dengan ambalan di bawahnya. Meja rias juga meja kerja, saling berdampingan.
Saat tengah memandangi suasana kamar, Bara membuka ruangan yang berfungsi sebagai walk in closet. Di sana terdapat lemari-lemari berisi berbagai pakaian, dengan merk ternama milik Bara.
"Kamu letakkan baju-baju mu di sebelah sana" perintahnya.
"Oke!" ucap Jingga, sambil membuka lemari yang masih kosong. "Jadi kita tidur di kamar yang sama" lanjutnya lagi.
"Emangnya, kamu bisa buat bayi sendiri!" ujar Bara sinis.
"Dengan teknologi modern, apa sih yang gak bisa?!"
"Tapi kurang nikmat, baby!" seringai Bara mesum.
"Ish, keluar sana! Saya mau berbenah" ujar Jingga, mendorong tubuh besar sang suami.
"Ini juga kamar tidur saya, kalau kamu ingat."
"Ah ya, saya lupa. Biar saya yang tidur sofa, bapak yang di kasur."
"Enggak bisa! Kita tidur satu ranjang. Dan perlu saya ingatkan sekali lagi, ubahlah panggilan kamu. Jangan bapak-bapak terus, emang saya bapak kamu."
"Baiklah hubby sekarang keluar dulu, please" pinta Jingga.
Setelah mengusir Bara dari kamar, Jingga segera membenahi semua barang-barang pribadinya yang tak seberapa. Ia memang menyisakan sejumlah besar barangnya di kost-an, takutnya pernikahan mereka hanya bertahan seumur jagung. Melihat bagaimana Bara masih perduli pada Mela, kemungkinan besar kisah mereka akan kembali terajut.
Tak terasa Jingga sudah selesai membenahi semua barang-barangnya, ia merenggangkan ototnya dan berjalan kearah balkon kamar. Di bukanya pintu kaca yang jadi pembatas, membiarkan angin sore berhembus menyapa wajahnya.
Berdiri pada pagar pembatas, Jingga menatap rumah yang sama besar di seberangnya. Lalu lintas di jalan kompleks tampaknya begitu lengang, maklum hanya penghuni saja saja yang di ijinkan masuk.
Sebuah tangan besar secara tiba-tiba memeluk perutnya, disertai kecupan lembut di bahunya. Aroma maskulin, menyeruak memasuki indera penciumannya. Matanya terpejam, menikmati sentuhan hangat suaminya.
"Kamu suka rumahnya, bukan?" tanyanya parau.
"Umm, suka sekali" gumam Jingga pelan. "Tapi saya yakin, akan sering di tinggalkan sendirian di sini."
"Enggak lagi, saya akan pulang setiap hari. Lagipula ada Bi Minah dan Pak Rahmat, juga Pak Ujang serta Pak Udin yang berjaga di depan rumah. Kamu aman dan gak akan kesepian" ujar Bara, sembari menyusuri bahu Jingga yang terbuka dengan kecupan-kecupan ringan.
"Ugh! Geli hubby" desah Jingga.
"Mm...tahan sedikit, saya ingin menikmati sore dengan perempuan cantik di pelukan."
"Jangan di sini, pasti bisa terlihat oleh orang lain" tolak Jingga, mencoba melepaskan diri.
"Gimana kalo di kamar tidur?" Tanya Bara antusias. "Kita belum mengadakan ritual malam pengantin."
"Tapi ini masih sore, hubby" ucap Jingga, menahan tubuh Bara yang kembali mendekatinya.
"Apa bedanya? Mau sore atau malam hari sama saja, kita bisa menikmatinya."
"Ih, gak seru hubby!"
"Di buat seru aja, baby!"
"Enggak ah, saya masih berkeringat" tolak Jingga halus.
"Oke! Jadi malam ini, kita bisa mulai menikmati suasana hangat sebagai pengantin" ujar Bara tersenyum manis.
"Jangan dulu!"
"Kenapa?"
"Saya gak ingin membuat Mela cemburu, dan berbuat nekad lagi untuk mengakhiri hidupnya. Saya akan sangat berdosa sekali, menikmati kebahagiaan diatas penderitaan perempuan lain."
Bara langsung berdiri menjauhi, dan mendudukkan bokongnya diatas kursi yang berada di balkon. Ia mengeluarkan bungkusan rokoknya, serta menyalakannya sebatang. Kepulan asap putih segera keluar dari mulut Bara, bibir seksi yang baru saja menjelajahi kulit sensitifnya. Ah rasanya geli-geli nikmat, membayangkan bila bibir itu mengecup semua permukaan kulitnya. Tubuh Jingga tanpa sadar bergidik geli, dan bertanya-tanya dalam hati. Apakah bibir itu juga, pernah mencium Mela?
"Jangan membayangkan hal-hal, yang akan membuat mu sakit hati" cetus Bara, menatap wajah Jingga dari balik kepulan asap rokok.
"Memangnya, tau apa tentang pikiran saya?" tanya Jingga terkejut.
"Kamu membayangkan perlakuan saya terhadap Mela, dan membandingkannya dengan mu. Kalian, dua wanita yang berbeda. Jangan memperumit otak mu yang sempit itu, dengan berbagai dugaan" tutur Bara. "Yang ada hanya rasa cemburu, dan iri dengki bersemayam dalam hati" lanjutnya lagi. "Nikmatilah hidup mu di rumah pemberian saya ini, dan jalani hari dengan baik. Saya akan menjaga komitmen sebagai suami, dan kamu juga harus mengikutinya."
Jingga menatap wajah Bara yang sialnya begitu tampan dan berwibawa, membuat hatinya kebat-kebit. Ia takut jatuh cinta dan pada akhirnya akan tersakiti, seperti wanita-wanita lain yang mengharapkan perhatian Bara.
... ****...
Lanjut Ka Author jangan patah semangat..
Lanjut ka n ttp semangat 💪
kasian Jingga dah di hianati pacar sekarang suami'y
Lanjut Ka Author ttp semangat 💪
I like❤👍
menurut aku nie novel sangat bagus... aku suka tokoh Jingga yg tegas tak banyak drama kumenangis membayangkan...🤣ini mah berbeda tak sperti kbanyakan novel" lain yang hobi mainkan air mata..
Semangat Ka author moga success🏆💪
Sama Laki'y jga kaya punya rencana tidak baik..
Lanjut ka....
Lanjut ka Author ttp semangat