Novel ini adalah novel fiktif yang dipenugi cerita kocak, serius, peperangan, perebutan kekuasaan, penuh misteri, kalimat-kalimat bijak dengan alur cerita yang akan membuka misteri satu persatu.
Tokoh Utama bernama Satriya dan Permata yang keduanya adalah ahli pedang tak terkalahkan.
Bagaimana cerita lengkapnya?
Siapa Satriya itu?
Seberapa besar kekuatan Satriya dan Permata?
Jangan sampai ketinggalan untuk selalu membaca novel ini
Novel ini akan di update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satriya berlatih pedang bersama Permata
“Ayah, aku pergi keperguruan dulu yaaa, mau latihan ilmu pedang lagiii”. Teriak Satriya meminta izin
“Ya!”. Jawaban yang simple dari ayahnya dengan nada membentak
“Bocah ini, apakah memang tak ada rasa takut sama sekali dihatinya? Masih sempat-sempatnya pergi ke perguruan untuk belajar ilmu pedang disana!, duh, nanti malam akan seperti apa kejadiannya disiniiii”. Gumam ayahnya satriya yang ternyata masih ketakutan akan nanti malam.
“Guru, bocah itu belum sampaikah?”. Tanya Permata kepada ki Gede.
“Paling sebentar lagi, tuan putri”. Jawab ki Gede
“Tuan puteri akan berlatih dengan pakaian seperti inikah?”. Tanya ki gede yang merasa heran melihat permata yang akan berlatih ilmu pedang mengenakan baju puteri dengan sepatu hak tinggi.
“Memangnya kenapa guru?, aku lebih suka memakai baju yang seperti ini daripada memakai baju yang lainnya”. Jawab Permata
“Baiklah, tak masalah”.
“Paman guruuu, aku dataaaang”. Teriak Satriya berlari dan hampir saja menabrak Pertmata lagi, tapi dihalangi oleh ki gede.
“Bocah, kemarin kau menggunakan jurus apa? Sepertinya aku tak pernah mengajarkan jurus yang seperti itu?”. Tanya ki gede yang melihat para penjahat kemarin yang dibunuh dengan bayangan pedang
“Lah, bukannya paman guru yang mengajarkannya, kan paman guru mengatakan kalau jurus itu dinamai pedang bayangan, ya aku praktekkan saja sebisaku”. Jawab Satriya
“Sangat hebatkah paman guru?”.
“Apakah bocah ini bisa memodifikasi jurus-jurus pedang sendiri? Ataukah memang dia sudah mempunyai bakat sejak lahir?, ah sudahlah pikirin amat!”. Gumam ki gede
“Kalian berdua, berdiri berdampingan, jaga jarak kalian, mulailaih kuda-kuda!”. Bentak ki gede yang membuat permata dan satriya langsung
“Ey, Ey, Ey”. Terlihat Permata yang kesulitan membuat kuda-kuda karena masih memakai sepatu hak tinggi dikakinya.
“Hey nona, ternyata kamu cantik tapi bodoh juga ya”. Kata Satriya meledek.
“Apaan sih!”. Jawab Permata ketus.
“Itu sepatunya dilepas dulu biar lebih mudah menapakkan kaki ditanaaah”. Teriak Satriya.
“Sudah, biarkan saja tuan putri seperti itu, dia sendiri yang memintanya”. Jawab ki Gede
“Ikuti gerakanku, dan pusatkan kekuatan kalian diujung jari kalian!”. Bentak ki gede sambil memperagakan sebuah teknik jurus yang dinamai Jari pedang penghapus kegelapan.
Terlihat Satriya mengikuti seluruh gerakan yang diperagakan oleh ki gede dengan sangat serius.
“Ini lebih susah lagi dari sebelumnya, sambil menggerak-gerakkan jari dan tubuhku, aku harus memfokuskan kekuatanku di ujung jariku ini”. Gumam Satriya yang masih dengan gerakan-gerakannya yang mengikuti ki gede.
Terlihat pelangi yang lagi lagi akan terjatuh karena sepatunya yang membuat ribet urusan, dan Gubrak! terlihat Permata benar-benar terjatuh ke tanah dangan dua kaki diatas perutnya
“Wakakakakaka, wkakakakaka”. Satriya langsung tertawa terbahak-bahak melihat gadis cantik yang memakai gaun indah terjatuh terjengkang didepannya
“Plak!, Plak!, Plak!” tamparan demi tamparan kembali dirasakan di pipi Satriya
“Kau, kenapa kau menertawakanku!”. Bentak Permata
“Salah sendiri gaya jatuhmu sangat lucu, lihat paman guru, dia juga terlihat akan tertawa juga tuh!”. Bentak Satriya yang kini sudah tak lagi merasakan sakit dari tamparan yang diberikan oleh Permata.
“Ti, tidak tuan puteri, mana mungkin aku berani menertawakanmu”. Jawab ki gede.
“Sudah, lanjutkan lagi, aku ulangi gerakan sebelumnya dari awal lagi, kalian berdua harus bisa mengingatnya dan memperkuat lagi kekuatan kalian agar jurus ini benar-benar mengeluarkan efek yang sangat besar nantinya”. Lanjut ki Gede sembari mengulangi gerakan jurus itu dari awal lagi.
“Plak!, Plak!, Plak!” tamparan-tamparan terdengar lagi ditelinga ki gede yang langsung menghentikan gerakannya dan membalikkan badannya untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh kedua muridnya
“Guruuuu, dia!, dia!, ah!”. Bentak Permata yang semakin geram dan sebel melihat wajah satriya, yang ternyata satriya sedari tadi mengikuti gerakan ki Gede sambil senyum senyum sendiri dan lagi lagi melirik ke arah Permata yang sedang kerepotan dengan sepatunya yang masih dipakainya itu.
“Ada apalagi?”. Tanya ki gede
“Dia lagi lagi melirikku dan senyum-senyum padaku, membuatku tak fokus”. Kata Permata.
“Hey bocah, berlatihlah lebih serius lagi!”.
“Baik paman guru, maaf”.
Gara-gara kejadian itu, ki Gede mengulagi gerakannya dari awal lagi, setelah selesai melakukan seluruh gerakan ki gede menengok kebelakang.
“Hey bocaaaaaaaaah!, apa yang sedang kau lakukaaaaaaaaaan”. Bentak ki gede dengan nada yang sangat tinggi, melihat Satriya yang sedang menggendong gigir Permata dengan kuda-kuda menghadap kedepan.
“Bruak!” Permata kembali terjatuh karena tangan Satriya melepaskan tubuh Permata yang akan terjatuh sebenarnya.
“A, anu paman guru, aku tadi hanya ingin menyelamatkannya, dia tadi mau terjauh dihadapanku, mau tak mau secara sepontan dan tanpa ada aba-aba, aku langsung meraih tubuhnya sehingga tak jadi terjatuh, paman guru”. Jawab Satriya dengan wajah sedikit takut
“Ooo, terus kenapa kamu jatuhkan tuan puteri?”. Tanya ki gede
“Yaaa, kaget paman guru, tiba-tiba membentakku, ya aku lepaskan saja tanganku tadi”.
Plak! Plak Plak! Tamparan itu kembali dirasakan dipipi Satriya yang sudah terbiasa ditampar oleh Permata yang sekarang pipinya terasa sudah semakin seperti kulit badak yang tahan dengan tamparan-tamparan.
“Kau!, kenapa kau lepaskan tanganmu goblok!, pinggangku pegel ini jadinyaa!”. Bentak Permata
“Ya maaf nona, kalau paman guru tadi tak teriak membentakku, aku tak akan melepaskan tanganku tadi”. Jawab Satriya.
“Bagaimana aku tidak berteriak, melihat kalian berdua seperti sedang berpelukan!”. Bentak ki gede memarahi Satriya
“Kan aku mencoba menolongnya paman guru, kenapa paman guru malah memarahiku??”. Tanya Satriya dengan muka yang tetap saja tidak ada rasa bersalah
“Terus kenapa kau lepaskan tanganmuuuuuuuuuuuu”. Teriak Permata
“Ya k arena aku paman guru membentakkuuuuuuuuuuuuu”. Jawab Satriya
“Woy!, sudah!, sudah!, kalian ini mau berlatih atau mau bertengkar!?”. Bentak ki gede yang membuat mereka berdua langsung terdiam tanpa suara.
“Maaf paman guru”.
“Maaf guru, ini semua salahnya!”. Kata Permata
“Bagaimana itu salahku?, aku kan tadi sudah menolongmu, kalau saja paman guru tidak membentakku aku takkan melepaskan tanganku”.
“WOOOOOOOOOOOOY!, Kalian iniiii!!!”. Bentak ki gede dengan nada yang lebih keras dengan sebelumnya dan wajahnya sungguh geram melihat kelakuan dua muridnya itu, dan malah membuat mereka berdua berlari menjauh dari ki gede karena ketakutan, dan kejar-kejaran antara murid dan gurunya terjadi disana.
Setelah beberapa menit kemudian
“Hah, Hah, Hah, Hah”. Suara terengah engah terdengar dari mulut ki gede dan Permata tapi tidak dengan Satriya yang masih terlihat biasa saja.
“Ke, kenapa kalian malah pada lari bocaaah?, tidak kasihankah kalian pada gurumu yang sudah tua ini?”. Kata ki gede sambil nafasnya yang masih ter engah-engah.
“Aku takut paman guru akan memukulku tadi, jadi aku lebih baik berlari”.
“Aku melihat dia berlari, jadi aku ikut berlari juga guru”.
“Howalaaaah, kalian berdua memang menyebalkan!”. Jawab ki Gede sambil mulai melangkahkan kakinya menuju sebuah batu untuk didudukinya.
“Kalian, kemarilah”. Ki gede mengundang Permata dan satriya yang masih saja saling menyalahkan dengan suara yang pelang tapinya