Kisah Cinta Kaisar Dewa Pedang
“Waktunya pulang, matahari sudah mulai pergi dari bumi”. Terderngar lirih suara dari pemuda penggembala kambing yang sedang menggiring ratusan kambing disebuah perbukitan yang sangat hijau
“Sudah mau pulangkah? Anak muda? Bukankah masih terlalu sore?”. Suara terdengar tersenda-sendat dari seorang kakek tua yang berjalan tertatih-tatih dengan memegang tongkatnya.
“Sepertinya anak ini anak yang spesial, wajahnya yang begitu gagah bagaikan seorang pangeran mahkota, tapi sayangnya dia hanya anak petani saja”. Gumam kakek tersebut sambil berlalu.
“Saatnya pergi ke Perguruan untuk mengintip anak-anak yang sedang belajar disana, kali ini pelajaran apa lagi ya yang akan diajarkan diperguruan Pedang Langit?”. Gumam pemuda yang baru saja memasukkan kambing-kambingnya kedalam sebuah kandang besar.
Terlihat pemandangan begitu indah disana, Sungai yang mengalir deras dengan warna air yang sangat jernih, burung-burung berterbangan diangkasa, semilir angin saat itu membuat suasana semakin membuat sang pemuda yang selalu dipanggil Satriya.
“Kenapa ayahku selalu mengingatkan untuk menjaga kalung liontin ini ya? Apakah kalung ini akan menjadi penolongku dimasa depan nanti? Ataukah akan menjagaku dari marabahaya? Atau ada rahasia apa dari kalung ini? Ooo, mungkin kalung ini akan memberiku kekuatan nantinya”. Satriya yang masih berumur lima belas tahun dan masih belum tahu kejamnya dunia ini.
“Ayah, aku pergi bermain dulu ya”. Teriaknya sambil berlalu keluar dari rumahnya yang terlihat kecil seperti gubuk.
“Jangan terlalu jauh bermainnya, hari sudah mulai sore, sebelum matahari terbenam, kamu harus sudah dirumah lagi Satriya”. Suara mendayu terdengar oleh telinga Satriya dari seorang ibu yang mengasihinya dan selalu mamanjakannya.
“Anak, ini, semoga aku bisa menjaganya hingga waktunya tiba nanti, akan ku bawa kembali kau kepada orang tuamu”. Gumam seorang ayah yang bernama Gundara, sepertinya sedang memikirkan masa depan seseorang.
“Wah, sangat luar biasa sekali mereka, benar-benar ilmu pedang yang sangat membuatku terpukau!”. Gumam Satriya sembari melihat para murid dari perguruan Pedang Langit yang sedang memperagakan ilmu pedang bersama-sama.
“Andai saja aku bisa ikut belajar di perguruan ini, mungkin aku bisa menguasai teknik-teknik beladiri ini bersama mereka?”. Gumamnya kembali.
“Hey, kamu!”. Terdengar suara yang mengagetkan Satriya yang sedang mengintip murid-murid itu dan langsung membalikkan badannya, dan bibirnya langsung nyosor kepipi Gadis cantik didepannya dan
“Plok!!”. Suara tamparan menghampiri pipi Satriya yang saat itu sedang bingung, takut, khawatir dan tak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya
“Kamu!, berani-beraninya kamu menciumku seenak jidatmu!”. Bentak perempuan cantik yang memakai baju putri berwarna putih dan bernama Permata Dewi.
“Ma, maaf nona cantik, aku tak sengaja men, menciummu, lagian kenapa juga mengagetkanku!”. Kata Satriya dengan sedikit meninggikan suaranya sambil menggaruk kepalanya seakan tak berdosa sama sekali.
“Apa yang sedang kau lakukan disini, mengintip teman-temanku ya!?, ayo ngaku!, atau aku bawa saja kau kedepan Guruku untuk diadili”. Bentak Permata Dewi
“Ja, jangan Nona, aku kesini hanya untuk melihat latihan para murid-murid perguruan ini saja, aku ingin ikut belajar, tapi sayang, aku anak orang yang tak mampu, dan tak mungkin bisa ikut belajar seni beladiri perguruan yang sangat terkenal ini”. Jawab Satriya Panjang lebar.
“Bodo amat, ayuk ikut aku!”. Kata Permata sambil menarik lengan Satriya dan langsung berlari kedalam perguruan itu.
“Siapa bocah itu? Berani sekali menggandeng tangan tuan puteri Permata?”. Kata seorang murid kepada temannya yang berada disampingnya
“Tak tahu, memang benar-benar kurang ajar, nanti setelah latihan kita cari saja dia, kita beri dia peringatan”.
“Guru, Guru, Aku membawa seorang pemuda yang sepertinya dia selalu mengintip dari luar perguruan setiap sore hari”. Kata Permata dihadapan gurunya yang bernama Ki Gede Lakmana
“Siapa namamu anak muda?”.
“A, aku Satriya paman guru”.
“Benarkah kamu selalu mengintip anak-anak yang sedang belajar diluar itu? Apa kamu sedang memperhatikan seseorang? Atau kamu sedang menyukai salah satu muridku? Atau apa yang kau harapkan selalu mengintip murid-muridku berlatih?”.
“Huh, nanyanya satu-satu kek!, bikin pusying kepala berbie aja!”. Gumam Satriya
“Begini paman guru, rumahku dibawah bukit itu, aku anak dari petani biasa yang tak mungkin bisa menjadi murid dari perguruan terkenal ini, aku ingin sekali berlatih ilmu pedang, tapi apa daya orang kismin seperti kami ini, mana mungkin bisa diterima diperguruan ini?”. Jawab Satriya
“Hahahahaha, anak muda, apakah kau fikir perguruanku ini miskin? Sampai membutuhkan biaya darimu? Hahahaha, baiklah mulai besok kamu boleh ikut belajar disini!”. Bentak ki Gede Lakmana.
“Benarkah paman guru? Paman guru tidak berbohongkan? Paman guru seriuskan? Paman guru”.
“Pletak!”. Kepala Satriya ditampol oleh ki Gede Lakmana
“Kau ini, Cepatlah keluar sebelum aku berubah pikiran nanti, besok kau datanglah kemari sebelum matahari terbenam!”. Bentak ki gede sambil mengusir Satriya yang keluar dengan kegirangan dan langsung menggandeng tangan Permata sambil berlari dengan sangat bahagia
“Hey bocah!, lepaskan tanganmu!”. Teriak Permata tapi tak dihiraukannya saking bahagianya itu, tak terasa Satriya menggandeng tangan Permata sampai kedepan rumahnya, yang membuat ayah ibunya mengeluarkan kedua bola matanya kaget melihat sebuah fenomena langka yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
“Satriyaaaaaaaaaaa, siapa yang kamu gandeng ituuuu”. Teriak ibunya yang bernama Lanjar Sari
“Hah, siapa memangnya?”. Tanya Satriya yang masih belum sadar kalau tangannya sedang menggandeng perempuan yang sedang Ngos-ngosan setelah berlarian cukup jauh bersamanya.
“Walaaaaaaaaaaaaaa, kenapa nona mengikutiku?”. Tanya Satriya
Dan “Pletak, Pletak,Plok” kepala dan pipi Satriya menjadi bahan pelampiasan Permata karena capek mengikuti langkah Satriya yang sangat cepat barusan.
“Kau, kau ini! Gheeeeh!”. Terlihat Permata semakin geram melihat wajah Satriya yang seakan tak merasa berdosa sama sekali.
“Sudah, sudah, ini minum dulu nona, ini air paling jernih yang sudah kita masak, air ini langsung kami alirkan dari sumber air dari bukit sebelah itu”. Kata ibu Satriya sambil menyodorkan segelas air yang sangat jernih kepada Permata yang terlihat benar-benar hampir pingsan kehabisan tenaga.
Tanpa basa-basi, permata langsung meminum air itu.
“Aaaagh, segar sekali rasanya, boleh nambah lagikah bu?”. Tanya Permata yang minta nambah
“Boleh, boleh nona, silahkan habiskan saja air ini semua”. Kata ibunya Satriya yang terlihat mulai akrab dengan Permata.
Hari terlihat mulai petang, Permata masih saja berada dirumah Satriya yang sangat kecil dengan dua kamar saja.
“Satriya, siapa gadis cantik ini?”. Tanya ayahnya yang sedang duduk bersamanya akan menyantap makan malam mereka.
“Eh iya, siapa namamu nona?”.
“Apaaaaaaaaaaaaaaaaaa, kau masih belum tahu namanya dan berani membawanya kerumah ini, cilakaaaa cilaka!”. Kata ayahnya Satriya sambil memegang gelas kayu yang akan langsung dilempar kekepala Satriya
“Ampun ayah, aku tadi bertemu dengannya dan tak sengaja mencium pipinya juga!”. Kata Satrinya dengan sangat jujurnya.
“Haduuuuh, bocah sialaaaan, masalah apa lagi yang akan kau berikan kepada kami kali iniiii?”. Teriak Ayah satriya yang langsung melemparkan gelas kayu itu kearah kepala Satriya yang langsung dihindarinya.
“Bocah!,
“Ampun ayah, ampuuun, tapi benarkan nona? Aku tak sengaja menciummu?”. Tanya Satriya dengan muka yang sangat lugu dan benar-benar tidak ada kesalahan yang Nampak dari wajahnya itu.
“Bocah ini benar-benar membuat kepalaku terasa mau pecah!”. Gumam ayah Satriya
“Sudahlah suamiku, namanya juga anak-anak, mereka belum tahu apapun mengenai kehidupan ini”. Kata Ibunya Satriya menenangkan.
“Bagaimana kalu ternyata gadis ini adalah anak dari orang penting di kerajaan ini? Ataukah dia seorang puteri raja? Baju yang dipakainya sepertinya baju seorang puteri?”. Berbagai pertanyaan mendadak muncul dikepala ayahnya Satriya.
“Nona, apakah kau akan menginap disini malam ini? Bagaimana kalau keluargamu mencarimu?”. Tanya Ibunya Satriya yang sangat sopan dari tadi
“Aku tak tahu bu, kalaupun aku harus pulang sekarang, aku paling pulang ke perguruan pedang langit saja, tak mungkin aku pulang kerumah kalau matahari sudah tenggelam sendirian”.
“Satriya, kau harus bertanggung jawab dengan anak orang yang kau bawa ini!?”. Bentak ayahnya yang semakin geram melihat anaknya yang masih saja santai melahap makanan
“Hey bocah!, kau dengar tidak suara ayahmu ini!”.
“Ya ayah, aku tidak tuli, aku dengar”. Jawab Satriya sambil melanjutkan melahap makanan
“Haduuuuh gustiiiii, kenapa kau titipkan bocah yang kurang ajar ini padakuuuuuu”. Teriak ayah Satriya dengan suara lirih.
“Nona, kamu tidur saja dikamarku, aku akan tidur diluar malam ini”. Kata Satriya menawarkan.
“Baiklah”.
Terlihat malam mulai larut terdengar suara “plak, Plak, Plak” dari luar rumah Satriya yang ternyata diluar rumah Satriya masih belum bisa tidur dan terlihat masih bertarung dengan nyamuk-nyamuk yang ingin menciumi kulitnya
“Kamu tak bisa tidurkah?”. Terdengar suara perempuan yang membuat Satriya terbangun dari rebahannya
“Nona, kamu belum tidur?”. Tanya Satriya lirih takut terdengar oleh kedua orang tuanya yang sedang tidur dikamar mereka.
“Mana mungkin aku bisa tidur dikamar kotor dan kumuh seperti itu?, banyak nyamuknya lagi!”. Jawab Permata ketus.
“Ya,,,, maafkan kami nona, aku tadi siang sudah bilang, kalau rumahku sangat kecil dibawah pegunungan, pastinya banyak nyamuknya disini, dan hati-hati nona, katanya nyamuk-nyamuk disini kalau menggigit kulit seorang nona cantik, dia akan langsung terserang penyakit gatal nona?”. Kata Satriya yang malah meledek.
“Be, benarkah?, aku mau pulang sekarang!”. Bentak Permata
“Selarut ini? Akupun tak berani keluar rumah kalau malam sudah mulai larut, kabarnya banyak siluman berkeliaran saat larut malam disekitar bukit ini nona?”. Lanjut Satriya yang malah semakin menjadi-jadi menakut-nakuti Permata.
“Pokoknya malam ini aku harus ditemani olehmu semalaman, aku mau tidur bersamamu dimanapun tempatnya!”. Jawab Permata dengan memasang muka sebelnya yang menambah keimutannya.
“Kalau difikir-fikir, nona ini cantik juga ternyata”. Gumam Satriya yang baru menyadari kecantikan Permata
“Baiklah nona, tidurlah dikamarku, aku akan menjagamu diluar kamar”.
“Baiklah, aku mau masuk kamar dulu ngantuk”. Jawab Permata yang terlihat matanya tinggal 0.00000000000009 watt saja.
Keesokan paginya terlihat paman guru bersama beberapa murid inti dari perguruan Pedang Langit terlihat murka dan sudah berada tepat didepan rumah Satriya yang saat itu baru saja selesai sarapan bersama Permata.
“Guruuu!”. Teriak permata yang langsung menghampiri gurunya dan memeluknya.
“Tuan puteri, apakah tuan puteri baik-baik saja?”. Tanya Ki Gede Lakmana
“Bagaimana aku bisa baik-baik saja disini guru, bocah ini membawaku kemari dan memberiku kamar yang kotor dan sangat kumuh semalam, banyak nyamuknya lagi!”. Permata terlihat curhat kepada Ki Gede
“Tapi tuan puteri tidak diapa-apakan kan sama mereka?”.
“Tidak guru, mereka semua orang yang sangat baik, kecuali orang itu!”. Kata Permata sambil menuding kea rah Satriya dan Ayahnya
“Apaaaaa? Kenapa aku jadi orang yang tak baiiiik?”. Gumam ayah Satriya didalam hatinya
“Apakah kamu ditindas oleh mereka? Bilang saja kepada gurumu, rumah sekecil ini hanya dengan jentikan tanganku saja akan langsung hilang dari perederaban”. Jawab ki gede
“Tidak, guru, orang tua itu selalu membentak pemuda itu, dan pemuda itu semalam menakut-nakutiku”.
“Ooo, begitu, baiklah, mari kembali ke perguruan lagi tuan puteri, dan kau bocah!, jangan lupa nanti sore kau harus datang menemuiku di perguruan!”. Bentak ki gede kepada Satriya.
“Baik paman guru!”. Jawab Satriya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments