Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Beberapa kali menjalin asmara, beberapa kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepas Penat
Empat orang yang keberadaannya dalam penjagaan ketat, nampak terdiam, mencerna ucapan yang keluar dari mulut tamunya. Biar bagaimanapun apa yang disampaikan Bobby memang benar, mereka terlalu gegabah dalam mengambil tindakan.
Rencana yang mereka rancang, terlalu singkat. Begitu mereka meyakini rencana mereka benar, ke empat orang itu langsung saja bergerak menjalankan rencana mereka tanpa mempertimbangkan hal lainnya.
Keempat orang itu cukup menyesal, akibat terlalu cepat mengambil tindakan, mereka jadi kehilangan banyak hal, terutama kehilangan sumber uang dan terbongkarnya rahasia tentang anak-anak mereka.
Seandainya mereka mau bersabar sedikit lagi, hingga mereka bisa melihat dengan jelas wajah istri dan anak Castilo, mereka bisa saja membuat rencana yang lebih hebat lagi.
"Kamu kenapa yakin sekali, kalau anak Castilo itu polos?" tanya Marco.
Bobby menyeringai. "Sangat kelihatan dari wajahnya, Marco. Anak itu pasti nantinya bakalan seperti Morgan dan Dave setelah tahu hidupnya bergemilang harta. Bukankah Dave dan Morgan sangat mudah dimanfaatkan?"
Empat orang itu tercenung, kembali mencerna ucapan Bobbby.
"Benar juga," sahut Victoria. "Mereka kan selama ini hidup miskin. Sudah pasti anak itu menjadi arogan setelah tahu kalau dia anak miliarder."
"Nah, itu dia," ujar Bobby. "Itu yang harus kita manfaatkan. Kita harus bisa menjerumuskan anak itu ke semua yang perbuatan yang tidak baik."
"Tapi bagaimana caranya, Bob? Kita aja tidak tahu, kapan kita bisa bebas?"
"Kalian nggak perlu khawatir, biar aku yang bergerak menghancurkan mental anak itu," ujar Bobby terlihat meyakinkan.
"Yakin, kamu mau membantu?"
"Tentu!" jawab Bobby mantap.
"Baiklah, aku percayakan semuanya sama kamu."
Seketika Bobby tersenyum lebar, begitu juga dengan empat orang di hadapannya. Tanpa mereka ketahui, selain ingin menghancurkan Castilo, Bobby juga punya rencana lain yang membutuhkan ke empat orang ambisius itu untuk dimanfaatkan.
Di tempat lain, Erik nampak begitu bahagia, berada dalam suasana hangat yang terjadi saat ini. Pemuda itu tidak menyangka kalau dirinya masih memiliki keluarga yang cukup menyenangkan.
Erik benar-benar merasakan perbedaan besar kala teringat dengan keluarga dari sang ibu. Meskipun Namira anak tunggal, tapi bukan berarti orang tua Namira tidak memiliki saudara.
Karena keadaan ekonomilah yang membuat hubungan keluarga Namira merenggang. Apa lagi kata Kakek, hubungan keluarga itu merenggang sejak rumah mereka terbakar. Untuk sekedar meminta bantuan sedikit saja, sodara-sodara dari kakek maupun nenek, menolak dengan banyak drama.
Untung saja, dulu sang Kakek orang yang banyak akal. Dia mengajarkan anak dan cucunya untuk mencari rejeki dalam bentuk apapun, yang penting masih dalam jalur yang benar.
Pekerjaan yang paling mudah dilakukan saat itu hanya memulung. Uang pegangan yang mereka punya, digunakan oleh kakek menyewa satu kamar dan sisanya membeli beberapa helai baju serta untuk makan sehari-hari.
Tidak hanya memulung, Kakek dan Namira juga menerima pekerjaan lain yang dibutuhkan tetangga sekitar tempat mereka mengontrak, seperti mencuci baju, merapikan rumah atau memperbaiki sesuatu.
Mereka melakukan pekerjaan serabutan sampai berbulan-bulan, hingga mereka berhasil mengumpulkan uang untuk membuka usaha makanan lagi secara kecil-kecilnya.
Sayangnya beberapa tahun kemudian, di saat Erik sudah menginjak remaja, dia dan Ibunya harus kehilangan Kakek untuk selamanya. Sejak saat itu lah, mau tidak mau Erik lebih meningkatkan kerja kerasnya, membantu ibunya, mencari rejeki untuk biaya hidup dan sekolahnya.
"Maaf kan Kakek ya? Kakek benar-benar terlambat menemukan kalian," ucap Carlos penuh penyesalan.
Erik pun tersenyum. "Tidak apa-apa, Kakek. Mungkin sudah takdirnya harus seperti ini," ucap Erik berusaha agar Kakek dan Neneknya tidak terlalu merasa bersalah.
"Tapi tetap saja, Nenek merasa sangat bersalah," ucap Eliza. "Seandainya dulu Nenek tidak egois, pasti kalian tidak akan mengalami kehidupan yang sulit," wajah Eliza terlihat sendu. Sedari tadi wanita itu terus kelihatan sedih.
"Sudah, Nek, aku sudah memaafkan Nenek kok. Jangan terlau dipikirkan," meski masih begitu canggung karena baru pertama kali bertemu, Erik berusaha bersikap lapang dan hangat.
"Rik, mending kamu ikut Tante yuk, kita jalan-jalan," ajak Dena tiba-tiba. Wanita itu cukup jengah berada dalam keadaan seperti itu.
"Jalan-jalan kemana, Tante?" tanya Erik nampak terkejut.
"Ya ke Mall atau kemana. Kita beli barang-barang yang mungkin kamu butuhkan, bagaimana?"
Erik seketika bingung. Namun disaat Denada membisikkan sesuatu, Erik tercenung sesaat, kemudian dia langsung setuju.
"Jangan ajari cucu Kakek yang tidak benar, Dena," Carlos sontak memperingati.
"Astaga! Siapa yang mau ngajarin anak ini tidak benar," bantah Denada. Sedangkan senyum Erik terkembang. "Ayok, Rik, jalan!"
Erik segera bangkit dari duduknya. Dia juga pamit kepada Kakek dan Neneknya. Di saat dia hendak pamit ke orang tua, Dena melarang karena mungkin Namira dan Castilo sedang tidak ingin diganggu.
Erik pun mengerti dan mereka segera keluar untuk melepas jenuh.
Sepanjang Kaki melangkah, Erik kembali menjadi pusat perhatian. Apa lagi saat ini, di sebelahnya, ada wanita cantik yang bergelayut manja di lengan Erik, membuat banyak mata merasa kagum serta iri.
"Sepertinya, meraka pada ngeliatin kita, Tan," ungkap Erik. Sebenarnya dia agak risih diperlakukan seperti itu oleh Tantenya.
Apa lagi Erik memang tidak pernah diperlakukan hangat oleh wanita selain ibunya. Dulu saat pacaran, para mantannya hampir tidak pernah berlaku manja kepadanya. Malah kebanyakan mereka manis di awal saja.
Erik sudah mengenal cinta sejak masih remaja. Namun dia berani pacaran sejak ekonomi ibunya cukup membaik, di saat Erik berusia 17 tahun.
Namun sayang, semakin menjelang dewasa, perjalanan cinta Erik semakin menyesakkan dan tidak pernah bertahan lama. Bahkan, berjalan tiga bulan saja itu sudah termasuk paling lama.
Uang lah yang mempengaruhi perjalanan cinta Erik tidak pernah lancar. Erik yang terlalu patuh sama Ibunya juga menjadi pemicu hubungannya tidak pernah berjalan mulus.
"Kita pergi berdua saja, Tante?" tanya Erik begitu memasuki salah satu mobil.
"Iya, kenapa? Kamu risih ya pergi sama Tante-tante?" terka Denada sembari menyalakan mesin mobil.
"Bukan begitu," Erik langsung membantahnya. "Kalau Ayah tahu, pasti bakal disuruh ngajak orang buat mengawal."
Denada tersenyum. Wanita itu mulai melajukan mobil milik Castilo. "Kamu nggak perlu khawatir, pergi sama Tante itu aman tahu."
Erik mengangguk percaya. Dia kembali terdiam hingga mobil itu bergerak meninggalkan gedung Paragon.
Sesampainya di pusat perbelanjaan pun, Erik kembali menjadi pusat perhatian. Erik bahkan beberapa kali membalas sapaan orang-orang, yang menyapanya.
Erik merasa masih kurang nyaman menjadi pusat perhatian seperti ini. Untung ada Denada yang selalu melekat padanya, jadi Erik menjadikan tantenya sebagai tameng untuk menghalau orang-orang yang ingin mengerumuninya, meski hanya sekedar menyapanya.
"Erik, kita bisa bicara sebentar tidak?" ucap seseorang yang tiba-tiba menghadang langkah Erik, saat pemuda itu berada di dalam ritel baju ternama.
Ada jg kentang yg terbelah 5 mh, thor 🤦♀️🤦♀️