Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Pulang ke Rumah Orang Tua
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dara belum juga bisa tidur. Ia menoleh ke samping, ada Lina yang sedang berbaring memunggunginya.
"Lina, kamu sudah tidur?" tanya Dara. Ia benar-benar penasaran dengan permasalahan yang tetangganya alami itu.
"Ini aku sedang berusaha tidur." Lina menyahut. Ternyata ia juga belum bisa tidur.
"Ayolah ... Kamu harus cerita kepadaku. Sebenarnya ada masalah apa? Mumpung tidak ada Trian di sini," bujuk Dara.
"Tidak semua hal perlu diketahui orang lain, Dara. Kamu juga pasti punya sesuatu yang tidak mau kamu bagikan dengan orang lain."
Jawaban Lina membuat Dara terdiam. Memang tidak seharusnya ia terlalu ikut campur dengan masalah orang lain.
Dara juga memiliki masalahnya sendiri. Ia belum pernah mengatakan jika pernikahannya dengan Trian hanya setingan. Ia tidak tahu respon apa yang akan Lina berikan jika tahu dia menyukai suami orang. Apa yang ia lakukan saat ini juga untuk menjaga citranya di masyarakat.
"Yang jelas, hubunganku dengan suami memang sedang tidak baik," imbuh Lina.
"Ya sudah, Dara ... Maafkan aku. Semoga masalahmu cepat selesai. Lebih baik kita segera tidur."
Perbincangan diakhiri. Dara memeluk gulingnya dan tidur membelakangi Lina. Ia tak mau memikirkan lebih jauh masalah wanita di sampingnya itu.
***
Pagi tiba. Lina menikmati sarapan bersama Trian dan Dara. Ia sangat berterima kasih tetangganya mau menampungnya.
"Ini mungkin sangat memalukan. Tapi, bisakah kalian meminjamkan uang untuk ongkos taksi? Aku takut pulang ke rumah," ucap Lina dengan sungkan.
Dara dan Trian berpandangan.
"Untuk apa pinjam uang segala? Kamu ikut Trian saja nanti diantar ke tempat adikmu. Soalnya aku tidak bisa, ada urusan," ujar Dara.
"Aku tidak mau merepotkan kalian. Aku mau naik taksi saja," tolak Lina.
"Takutnya Rudi masih mengawasimu. Bagaimana kalau dia datang saat kamu sedang menunggu taksi? Nanti kamu diseret-seret lagi."
Ucapan Dara ada benarnya. Kelakuan Rudi kemarin sudah membuatnya trauma. Ia tak mengira Rudi bisa sejauh itu bersikap kepadanya.
"Ayo, ikut! Aku juga mau langsung ke kantor!"
Trian menyuruh Lina mengikutinya. Ia sudah siap dengan penampilan rapi dan tas kerja di tangan. Lina akhirnya setuju, ia berpamitan dengan Dara.
Dara lebih dulu keluar rumah. Ia melihat-lihat situasi takut Rudi tiba-tiba muncul. Dirasa situasi cukup aman, ia memberi kode agar Lina dan Trian masuk ke dalam mobil.
Saat mobil Trian mulai keluar dari gang kompleks perumahan mereka, benar saja ada Rudi berdiri di sana. Ia seperti sedang mencari-cari sesuatu. Lina menurunkan jok mobil tempatnya duduk seraya merebahkan diri agar dia tidak ketahuan.
Keluar dari gerbang utama perumahan, ia mengembalikan posisi tempat duduk seperti semula. Trian hanya senyum-senyum melihat kelakuan Lina.
"Tempat adikmu di daerah mana?" tanya Trian saat mobilnya sudah sampai di kawasan jalanan kota.
"Antar aku ke terminal dan pinjamkan aku uang."
Alih-alih ingin diantar ke tempat Rama, Lina justru meminta diantar ke terminal. Trian menjadi heran sebenarnya apa yang ingin wanita itu lakukan.
"Kamu mau kemana?" tanyanya.
"Aku mau pulang ke rumah orang tuaku." Lina menjawab dengan tatapan kosong. Ia seolah tidak ada gairah lagi untuk hidup.
"Kamu yakin?"
"Kondisimu sekarang sedang tidak baik-baik saja. Orang tuamu akan khawatir jika mengetahuinya. Kamu bisa benar-benar disuruh bercerai dari suamimu."
Trian berusaha memberi nasihat. Ia tak ingin Lina menyesal dengan keputusannya yang terburu-buru.
"Justru itu yang aku mau."
Trian terkejut mendengar ucapan Lina.
"Aku akan langsung mengajukan gugatan cerai setelah sampai di rumah orang tuaku."
"Apa ... Masalahmu sangat serius?" Trian jadi penasaran sebenarnya apa yang menyebabkan pertengkaran mereka.
"Apa karena aku? Rudi sudah tahu kalau kita ...."
"Tidak!" Lina menyela ucapan Trian. "Bukan karena itu," terangnya.
"Pokoknya ada alasan lain, tapi aku tidak bisa mengatakannya."
Lina tetap pada prinsipnya. Ia tidak mau membuka akar permasalahan yang terjadi dalam rumah tangganya.
Trian terdiam. Ia memasang earphone di telinga seraya menekan ponselnya dengan satu tangan.. Ia menghubungi seseorang.
"Tolong handle urusan kantor hari ini. Ganti jadwal meeting lain waktu. Hari ini aku tidak bisa datang ke kantor."
Setelah mengatakan itu, Trian mematikan sambungan teleponnya.
"Kenapa kamu tidak berangkat ke kantor?" tanya Lina heran. Ia jadi merasa bersalah sudah menumpang.
"Aku akan mengantarmu pulang," ucap Trian.
"Apa?"
Trian membelokkan arah mobilnya. Ia memilih untuk lewat jalan tol agar cepat sampai ke rumah Lina yang jaraknya bisa ditempuh sekitar 7 jam.
"Trian, antar saja aku ke terminal. Kamu gila apa mau mengantarku pulang?" Lina menggerutu tak habis pikir kenapa Trian bisa nekad seperti itu.
"Sudahlah, aku lebih khawatir kalau terjadi sesuatu padamu di jalan. Aku akan mengantarmu sampai depan rumah."
"Tempatnya jauh, apa kamu lupa?"
"Aku masih ingat. Tenang saja," ucap Trian. Bagaimana bisa ia lupa jika dia juga pernah tinggal di wilayah yang sama dengan Lina.
"Ya sudah, terserah kamu saja. Aku berkata sampai berbusa juga tidak akan didengar," kata Lina dengan nada kesal. Ia memilih berbaring nyaman di kursinya sembari melihat suasana jalanan yang dilewati.
Sementara, Trian tetap fokus pada kemudinya. Ia bahkan melajukan mobilnya dengan kecepatan 100 kilometer per jam di jalan tol yang sedang ia lewati.