NovelToon NovelToon
Zeline Racheline

Zeline Racheline

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: happypy

Rayan dan rai, sepasang suami-istri, pasangan muda yang sebenarnya tengah di karuniai anak. namun kebahagiaan mereka di rampas paksa oleh seorang wanita yang sialnya ibu kandung rai, Rai terpisah jauh dari suami dan anaknya. ibunya mengatakan kepadanya bahwa suami dan anaknya telah meninggal dunia. Rai histeris, dia kehilangan dua orang yang sangat dia cintai. perjuangan rai untuk bangkit sulit, hingga dia bisa menjadi penyanyi terkenal karena paksaan ibunya dengan alasan agar suami dan anaknya di alam sana bangga kepadanya. hingga di suatu hari, tuhan memberikannya sebuah hadiah, hadiah yang tak pernah dia duga dalam hidupnya dan hadiah itu akan selalu dia jaga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happypy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sembilan belas

Sementara itu, Dina yang menyaksikan kepanikan di ruangan itu, merasa hatinya bergejolak. Campuran antara kecemasan, kemarahan, dan kepanikan menggelora di dalam dirinya. Dia tahu saatnya untuk mengungkapkan kebenaran, dia tidak ingin berlama-lama lagi, dia tak kuat melihat Rai menderita lagi apalagi suami dan anak rai membutuhkan rai. Tanpa menunggu lebih lama, Dina bangkit berdiri

"Rai," ucapnya dengan suara bergetar, "gadis kecil yang kau pangku itu adalah racheline mu."

Kata-katanya menghantam suasana seakan-akan membuat waktu terhenti. Mata dina berkaca-kaca, penuh dengan emosi yang mendalam. Rahma, yang berdiri di sampingnya, ingin mencegah Dina, tetapi dia sudah terlambat. Dina dengan tegas mengangkat tangannya, menandakan dia tidak akan mundur.

"Jangan tahan aku rahma. Sudah cukup mereka menderita, aku tak mau berlama-lama menyimpan rahasia ini, Rai harus kembali ke keluarganya "

Rai terdiam, kata-kata dina membekukan semua pikirannya. Dia menatap dina dengan penuh kebingungan, seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Pertanyaan bergelora dalam benaknya, tetapi dia tidak tahu harus merespons bagaimana. Apakah mungkin? Bagaimana bisa? Dia melihat ke zeline yang tertidur di pangkuannya, Perasaan campur aduk menyelimutinya, membuatnya ragu untuk percaya. Namun, di sudut hatinya, harapan mulai bergetar. "Racheline?" ujarnya pelan, mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan dina. Sekali lagi, waktu terasa berhenti, dan seluruh dunia di sekelilingnya seakan lenyap, hanya menyisakan keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang gadis kecil yang kini terbaring damai di pangkuannya.

Rahma merasakan beban semakin berat. Dengan hati-hati, dia mencoba mengalihkan perhatian dengan mengajak Sania pulang. "Sania, ayo kita pulang," katanya, berusaha menciptakan suasana yang lebih tenang. Namun, Rai tidak mau melewatkan kesempatan ini.

" Kak, benarkah ini anakku?" tanyanya dengan suara bergetar, matanya berkaca-kaca. Dia meraih tangan zeline yang tertidur di pangkuannya, seolah mencari jaminan bahwa semua ini nyata. Dalam keraguan dan harapan, dia menatap rahma, berharap mendapatkan jawaban yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Rahma menelan ludah, terjebak dalam emosi yang bergejolak saat mata mereka bertemu. Rasa sakit dan harapan tampak jelas di wajah rai, menciptakan momen yang penuh ketegangan. "Kak," lirih rai, suaranya hampir tidak terdengar, tetapi penuh dengan kerinduan dan kerentanan.

Di dalam hati rahma, keinginan untuk memberikan jawaban yang tepat berperang dengan kenyataan pahit yang mereka hadapi. Dia tahu apa yang harus diungkapkan, tetapi setiap kata terasa begitu sulit.

Dengan perlahan, Rahma mengangguk, berusaha menenangkan dirinya dan Rai. "Sebaiknya kita pulang. Aku akan menjelaskan semuanya di rumah," katanya, suaranya tegas meski hati di dalamnya bergetar. Rai, yang masih terbalut rasa bingung dan harapan, mengangguk setuju. Dia bangkit sambil menggendong zeline, gadis kecil yang kini kembali terlelap dalam pelukannya, tak menyadari betapa besar perubahan yang akan terjadi dalam hidup mereka.

Saat mereka berjalan menuju mobil masing-masing, suasana tegang masih menghinggapi. Rai membuka pintu mobilnya dan dengan hati-hati duduk di kursi depan dengan zeline di pangkuannya, sementara dina duduk di kursi kemudi. Di sisi lain, Rahma dan  masuk ke dalam mobil yang satunya dengan pikiran yang berputar-putar. Rahma mengemudikan mobilnya dengan penuh konsentrasi, sementara pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran akan apa yang akan dia sampaikan kepada Rai.

Di dalam mobil, keheningan menyelimuti mereka. Hanya suara detak jam di dashboard dan desahan napas yang terdengar. Rahma merasakan beban yang berat di dadanya, dan setiap detik terasa seperti satu tahun. Dia tahu bahwa saat mereka sampai di rumah, semuanya akan berubah.

Dengan pandangan tajam ke jalanan, dia berdoa agar semua ini berakhir dengan baik, berharap bahwa jawaban yang akan dia berikan bisa mengobati luka lama dan mempertemukan kembali dua hati yang saling merindukan.

Setelah perjalanan yang terasa lama, mereka akhirnya sampai di rumah Rahma. Suasana tegang masih menyelimuti mereka ketika mereka duduk di sofa. Rai tetap memeluk zeline, tak ingin melepaskan. Rahma, dengan hati yang berat, tahu bahwa inilah saatnya untuk mengungkapkan semua kebenaran.

Dia menarik napas dalam-dalam sebelum memulai penjelasan. "Rai, ada banyak yang perlu kamu ketahui," katanya, suaranya bergetar.

"Malam saat kamu melahirkan, saat kamu koma, Rayan diusir dan diancam oleh ibumu. anak dan suamimu masih hidup. Ibumu telah berbohong padamu. ibumu tidak punya rasa belas kasih sedikitpun pada mereka. Saat itu hujan deras, dan Rayan menempuh hujan itu sambil membawa anak kalian. Ibumu juga tidak mengizinkan rayan menunggu sampai esok hari "

Saat mendengar penjelasan itu, Rai terdiam, shock melanda dirinya. Tubuhnya gemetar, dan perasaannya campur aduk antara kebahagiaan,  kesedihan, marah, kecewa dan sakit hati yang mendalam. Dia menunduk, menatap wajah zeline yang damai dalam tidurnya.

“Ya Tuhan, anakku masih hidup,” bisiknya, air mata mengalir deras di pipinya. Dalam sekejap, semua yang dia inginkan kembali, anaknya yang selama ini dia kira telah meninggal ternyata masih hidup dan kini berada di pelukannya. Dengan rasa syukur yang tak terhingga, Rai menarik zeline lebih dekat, memeluknya erat seolah takut kehilangan lagi.

Rahma, sania dan dina saling memandang, terharu melihat momen yang penuh emosional itu. Mereka tahu bahwa perjalanan menuju penyatuan kembali antara Rai, zeline dan rayan baru saja dimulai, dan mereka akan berjuang bersama untuk menghadapi segala tantangan yang mungkin akan datang.

"Tapi rayan dan zeline tidak bisa tinggal di sini," katanya Rahma dengan nada tegas, namun lembut. Rai menoleh, air matanya masih mengalir deras di pipinya, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Kenapa kak?" tanyanya, suaranya serak karena tangisan yang tak kunjung reda.

Rahma menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Ibumu membenci anak dan suamimu rai. Ancaman ibumu membuat rayan takut. Mereka tidak bisa bersama kamu disini," jelasnya, hatinya bergetar saat melihat betapa hancurnya rai.

"Tapi setidaknya kamu sudah tahu, anak dan suamimu masih hidup. Itu adalah hal terpenting yang bisa kamu syukuri."

Air mata Rai semakin deras mengalir, dia menangis histeris, memeluk zeline erat-erat seolah takut kehilangan putrinya lagi. "Lalu aku harus bagaimana?" teriaknya, suaranya penuh kepanikan.

"Jangan pisahkan aku dari anakku lagi!" Suara rai yang penuh emosi menggema di dalam ruangan, menciptakan suasana yang semakin tegang.

Dia teringat pada rayan yang sakit, dan rasa panik menghimpit dadanya.

"Kak, aku ikut kalian! Rayan sakit kan? Aku mau lihat dia, aku mau lihat suamiku! Dia butuh aku kak!" rai berkata dengan semangat yang menggebu, tak ingin membiarkan suaminya menghadapi kesakitan sendirian.

Rahma merasakan betapa dalamnya cinta Rai kepada rayan dan zeline. Namun, situasi saat ini membuatnya sulit untuk memberikan harapan yang pasti. "Rai," kata Rahma lembut, mencoba menenangkan. "Aku tahu betapa kamu mencintai mereka, tapi keadaan tidak memungkinkan sekarang. Kita harus berpikir dengan kepala dingin."

Rai menggelengkan kepala, menolak untuk mendengarkan. "Aku tidak peduli dengan keadaan! Rayan butuh aku sekarang, dan racheline juga. Aku tidak akan membiarkan mereka menghadapi ini sendirian lagi "

"Tolong kak, biarkan aku pergi. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi," kata rai dengan suara memohon, air mata masih mengalir di pipinya.

Rahma melihat kegigihan rai, dan meskipun hatinya berat, dia tahu bahwa mereka harus bergerak cepat.

"Baiklah rai," jawabnya akhirnya, " kamu akan pergi menemuinya. Tapi kamu harus hati-hati"

Rai mengangguk dengan penuh harap, rasa cemas di hatinya mulai mereda sedikit. Dia tahu, di bawah semua ketidakpastian ini, cinta mereka akan menemukan jalannya kembali.

1
Nikmah dara Puspa saragih
🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!