Anna seorang gadis desa yang memiliki paras cantik. Demi membayar hutang orang tuanya Anna pergi bekerja menjadi asisten rumah tangga di satu keluarga besar.
Namun ia merasa uang yang ia kumpulkan masih belum cukup, akan tetapi waktu yang sudah ditentukan sudah jatuh tempo hingga ia menyerah dan memutuskan untuk menerima pinangan dari sang rentenir.
Dikarenakan ulah juragan rentenir itu, ia sendiri pun gagal untuk menikahi Anna.
"Aku terima nikah dan kawinnya...." terucap janji suci dari Damar yang akhirnya menikahi Anna.
Damar dan Anna pada hari itu di sah kan sebagai suami dan istri, Namun pada suatu hari hal yang tidak di inginkan pun terjadi.
Apa yang terjadi kelanjutan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Eh.. Anna cantik. Rajin amat," sapa Angga, pria itu masih mengenakan piyama tidur. Sepertinya dia baru bangun dari segi wajahnya yang masih berantakan namun, tidak menghilangkan parasnya yang tampan.
..
..
"M..mas Angga." Tersenyum palsu.
"Yang lainnya pada kemana? Belum bangun Tah?" Tanya Angga menatap dua kursi makan tepat berada didepannya yang masih terlihat kosong.
"Sepertinya belum, mas." Jawab Anna sembari berkutat dengan alat makan yang tengah ia siapkan.
"Wajahmu muram. Apa sedang ada masalah?"Angga Bertanya penuh selidik.
Anna hening sejenak. Ia tidak tahu harus menjawab apa, karena ia pun tidak tahu kenapa sedari malam mood-nya tidak karuan. Setelah sekian detik ia pun menghela nafas panjang. "Enggak, mas." Singkat.
"Enggak?"
Angga menatap kedua mata indah itu, Namun sekuat tenaga Anna tertunduk. Ia berusaha menyembunyikan sesuatu yang kini tengah menghangat dikedua netranya.
"Na, coba kamu liat mataku." Mendekati Anna yang masih mematung.
Angga melihat wajah cantik itu memerah. Binar matanya kini mengembun. Dikedua matanya mengisyaratkan bahwa Anna sedang tidak baik-baik saja.
"Anna, kamu nangis?" Angga menyeka air yang nyaris jatuh dikedua pipinya.
"....ehh. i ..ini, Saya cuma kelilipan mas." Anna segera menjauhkan dirinya dari Angga yang begitu dekat, nyaris tidak ada jarak diantara mereka.
Pria itu tersenyum kecil melihat Anna yang segera mengusap air matanya. Yang jelas-jelas itu adalah air mata kesedihan. "Kamu gak bisa bohong didepanku."
Sementara Anna dan Angga tidak menyadari, jika di ujung tangga sudah terdapat damar yang cukup lama memperhatikan nya.
Melihat keakraban antara Anna dan Angga, entah mengapa hatinya amat terasa panas bagai terbakar. Tangannya mengepal kuat rasanya ia ingin menarik kerah baju Angga, yang tengah menyeka wajah Anna didepannya
"Ya udah kalo kamu gak mau cerita. Aku akan menghargainya, tapi jangan sedih gini. Liat kamu kaya gini cantiknya malah bertambah tau." Ucap Angga menggombali Anna. Tidak tau kenapa ucapan Angga selalu menghiburnya, bibirnya melengkung dengan indah begitu saja. Hilang seketika rasa gundah yang tengah Anna rasakan saat ini setelah Angga berhasil menghibur nya.
.. seketika mereka terdiam sesaat setelah tahu Damar sedang berjalan ke arahnya. Mata pria itu begitu dingin, Anna segera mengalihkan pandangannya kesisi lain. Merasa tidak nyaman dengan tatapan Damar seolah siap untuk menerkam kapan saja. Angga menyadari satu hal sekarang ketika Damar menatap Anna begitu aneh. Dia merasa jika Damar menyukai Anna, sehingga dia tidak suka melihat kebersamaan kami. Jelas sekali garis wajahnya menatap kami berdua dengan sinis.
...
"Wah.. anak-anak papa yang ganteng udah pada bangun. Dan yang satu ini keliatan gagah banget, kamu seperti fotocopy-an papa semasa muda." Ucap pak Suryo membolak-balik kan tubuh anaknya Damar. Dari ujung rambut sampai ujung kaki memang benar Damar terlihat sempurna. Terasa suasana di meja makan saat ini mulai menegang, ketika Angga melempar sendok dengan kerasa diatas piring miliknya.
"Angga!"
Semua terkejut. Tidak biasanya sikap Angga seperti tadi dia selalu riang gembira. Meskipun terkadang dia nakal dan konyol.
"Upss..!! Sorry. Gak sengaja." Jawab Angga seraya mengangkat tangannya, tidak secara langsung Angga dengan sengaja mengejek ayah dan anak itu.
"Dasar bocil." Seringai Damar seraya melangkah pergi meninggalkan meja makan. Kini hilanglah selera makannya, ia lebih memilih pergi tidak ingin suasana semakin tidak enak.
Pak Suryo heran Angga selalu bersikap seperti itu jikalau dirinya sedikit memperhatikan Damar. Namun memang sedari dulu diantara mereka selalu tidak akur. Antara Damar dan Angga sudah terjadi perang dingin sejak dulu, bahkan Suryo tidak tahu penyebab utama dari permasalahan kedua putranya.
Anna hanya terdiam, melihat satu persatu majikannya pergi meninggalkan acara sarapan pagi. Mereka pergi tanpa menyentuh makanannya terlebih dahulu, Anna sedikit kecewa karena hidangan yang sudah ia buat tidak disentuh sama sekali.
Pak Suryo menatap Anna sendu, mungkin ia tahu apa yang tengah dipikirkan Anna saat ini. "Maaf, sayang. Pagi ini sebaiknya makanannya disimpen aja dulu, ya."lirih Suryo. Ia pun berlalu pergi berangkat menyusul Damar yang sudah sedari tadi pergi menuju kantornya.
Kringg ..
Dering telepon dikediaman Suryo berbunyi. Anna menunda pekerjaan nya dan segera mengangkat telepon itu.
"Iya hallo."
"Buatkan makan siang buat saya, nanti saya ambil kerumah. Saya ada kepentingan sebentar."
Belum sempat Anna menjawab telepon itu sudah ditutup dari seberang. "Dasar mas Damar ini, kebiasaan banget." Anna terdiam sejenak. Tiba-tiba Bibir itu melengkung indah dengan sempurna, senyuman manis dari wajah Anna tiba-tiba terlukis begitu saja. Ada perasaan senang didalam hatinya Mungkinkah?
....
...
...
....
Hari semakin terik, rasanya matahari tengah berada di ubun-ubun kepala. Damar segera menepi berencana untuk membeli sesuatu disebuah tempat perbelanjaan minimarket.
Beberapa barang ia ambil tanpa melihat urutan harga. Sepersekian detik pun berlalu ia selesai dengan keperluannya dan segera pergi untuk melakukan pembayaran. Tidak disengaja secara kebetulan disana Damar bertemu dengan Willy. Willy paman dari Bella ia memang terlihat lebih muda dan mungkin seumuran dengan Damar. Dia terlahir dari keluarga Bella hanya saja berbeda ibu.
"Damar! Kamu disini?" Sapa Willy begitu ramah.
"Kenapa? Tidak boleh?!" Jawab damar tidak suka.
Willy tersenyum simpul. "Boleh. Kamu sendirian?" Tanya lagi Willy.
"Keliatannya?!" Ketus.
Willy menggeleng pelan. Sikap Damar sangat menunjukan jika dia tidak menyukai nya namun, Willy masih memperlihatkan kan keramahannya meskipun Damar bersikap dingin.
"Kenapa tidak sama Bella? Bukanya Bella hari ini ingin bertemu denganmu, kalo tidak salah dari satu jam lalu dia sudah berangkat kekantor mu."
Damar tercenung. Ia segera menyelesaikan pembayaran di meja kasir. Tanpa menghiraukan Willy, ia gegas pergi meninggalkan minimarket.
Didalam sudah bisa menebak jika gadis itu tidak menemukannya dikantor, maka dia akan datang kerumahnya. Damar terus memacu Kendaraan nya secepat mungkin jangan sampai Bella lebih dulu sampai dirumah sebelum dirinya.
..
..
..
Sesampainya, benar saja mobil milik Bella sudah terparkir disana. Damar secepatnya mungkin masuk ia khawatir jika gadis itu akan mengacau dirumahnya.
"Bella! Bella!"
"Mas Damar" lirih Anna.
"A..Anna.. " Damar terlihat bingung wajah Anna terlihat sedih. "Kamu kenapa?" Tanya Damar.
"Gak apa-apa. Orang yang mas cari ada dikamar, mas." Ucap Anna pelan.
Damar tidak menghiraukan Anna, ia pergi dengan langkahnya yang panjang. Dia mendapati Bella tengah memegang album kebersamaan nya bersama Damar beberapa tahun lalu.
"Bella! Keluar kamu sekarang." Mengambil album foto dari tangan Bella.
"Damar."suara merdu yang sudah lama tidak didengar oleh Damar.
"Pergi dari sini. Jangan berbuat ulah." Cecar Damar.
"Damar. Setelah sekian lama akhirnya kita bisa bersama dan sebentar lagi kita akan menikah. Mana mungkin aku akan berulah, aku hanya merindukan kamu. Harusnya kamu senang dengan hal itu bukan, tapi kenapa kamu marah-marah begini hanya karena aku datang kerumahmu?" Perkataan demi perkataan Bella, sama sekali tidak berpengaruh pada Damar yang sekarang.
"Bella, lepas" Melepaskan tangan Bella yang melingkar di pinggang nya. Bella menatap nyalang terhadap Damar yang menolak sentuhannya.
"Damar, aku harus gimana biar kamu bisa kembali sama aku. Di London aku udah berusaha membuat kamu nyaman kembali sama aku. Tapi kamu acuh, aku tahu aku sadar sangat .. sangat .. sadar kalo aku dulu berbuat salah sama kamu. Tapi bisa kah kita kembali seperti dulu, aku kangen kita yang dulu. Dan dengan kebetulan keluarga kita saling kenal, akhirnya aku bisa sama kamu melalui perjodohan ini, mar." Panjang lebar Bella meminta pengertian kepada Damar. Namun Damar acuh dan enggan untuk menanggapinya.
"... Damar aku mohon kasih aku kesempatan sekali lagi. Aku yakin kalo aku pasti bisa buat kamu nyaman kembali sama aku."
"Nyaman?" Meremehkan ucapan Bella, ia malah geli mendengar pengakuan Bella yang begitu keras hati ingin kembali.
"Kamu bilang nyaman? Dan kamu melakukan ini, disini? Di kamarku! Bukan nyaman yang aku dapat dari kamu, Bella! Tapi aku malah lebih semakin ingin jauh dari kamu ..." Sejenak Damar diam. Beberapa detik pun hening diantara mereka. Pria itu menghela nafas panjang dan kembali menatap wajah Bella datar.
"Sebaiknya kita batalkan perjodohan ini, itu akan jauh lebih baik."
Bella termangu mendengar penuturan Damar yang ingin membatalkan perjodohan diantara mereka.
"Sekarang silahkan pergi," pinta Damar.
.... "Tapi Damar, aku sayang sama kamu. Apa kamu lupa dengan perjalanan cinta kita. Dengan cara inilah kita bisa bersama,"
"Semalam aku menyetujui perjodohan kita, bukan karena aku masih cinta sama kamu. Tapi karena itu kemauan dari mendiang ibuku. Tapi... Setelah dipikir-pikir lebih baik perjodohan itu tidak pernah terjadi."
Bella menitikkan air mata mendengar penolakan Damar. Rasanya ingin ia menjerit sejadi-jadinya, dia tidak ingin perpisahan terulang lagi seperti masa lalu dia tidak ingin kehilangan Damar lagi. "Aku tidak akan pernah menyerah, Damar. Kamu pastikan kamu akan kembali ke pelukan ku."
...
...