NovelToon NovelToon
Di Balik Penolakan

Di Balik Penolakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Reito(HxA)

Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.

Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.

Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06. Perbincangan yang Tertahan

Bel pulang sekolah berbunyi, tanda hari yang panjang di sekolah sudah berakhir. Clara membereskan bukunya dengan cepat, tapi matanya sesekali melirik Dion yang masih berbicara dengan teman-temannya. Lara, seperti biasa, masih berusaha mendekati Dion dengan tingkah lucunya. Namun, Dion tetap tidak banyak bereaksi, menjaga sikap dinginnya seperti biasanya.

Clara melangkah ke arah pintu kelas, tetapi sebelum sempat keluar, dia melihat Dion melangkah ke arahnya. Lara tampak sudah pergi, mungkin lelah dengan usahanya yang seharian penuh itu. Saat Dion mendekat, Clara bisa merasakan jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

“Hei, Clara,” sapa Dion dengan nada datar, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda hari ini—seperti ada jeda di antara kata-katanya, seolah-olah ada hal lain yang ingin dia katakan.

Clara menatapnya sedikit terkejut. "Eh, ya? Ada apa?" tanyanya sambil memberanikan diri untuk menatap mata Dion.

Dion menghela napas singkat, ekspresinya tetap tak berubah. "Mau pulang bareng? Kita searah, kan?" tawarnya tanpa banyak basa-basi.

Clara terdiam sejenak, sedikit bingung dengan tawaran yang tiba-tiba. Biasanya, Dion jarang menawarkan hal seperti itu, bahkan meskipun mereka sering pulang dengan rute yang sama. "Boleh," jawab Clara akhirnya, mencoba menutupi rasa gugupnya.

Mereka berjalan keluar sekolah bersama, dalam keheningan yang agak canggung namun tidak benar-benar membuat mereka tidak nyaman. Sesekali, Dion melirik ke arah Clara, memeriksa ekspresinya tanpa terlihat terlalu kentara. Di kepalanya, dia bertanya-tanya apakah Clara merasa terganggu dengan kedekatan Lara. Tapi, Dion menahan diri untuk tidak membiarkan prasangka itu mempengaruhinya.

Ketika mereka tiba di simpangan, tempat biasanya mereka berpisah, Clara berhenti dan tersenyum kecil. "Sampai besok, Dion."

Dion mengangguk. "Sampai besok."

Saat Clara berjalan menjauh, Dion merasa ada sesuatu yang tidak biasa di dadanya. Namun, dia cepat-cepat menepisnya, tidak ingin membiarkan dirinya terjebak dalam pikiran yang belum tentu benar.

 

Saat Dion sampai di rumah, suasana yang dia temui selalu berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di sekolah. Begitu membuka pintu, suara tawa dan obrolan ramai langsung menyambutnya. Di ruang tamu, ayahnya sedang bercanda dengan adik perempuannya, Aira, yang berlari ke sana ke mari, sementara ibunya, Bu Mira, dengan senyum hangat sedang mempersiapkan makan malam di dapur.

“Dion! Kamu pulang!” teriak Aira dengan penuh semangat sambil berlari ke arah kakaknya, memeluk kaki Dion dengan erat. Gadis kecil itu selalu menjadi pusat kehangatan rumah ini, dan dia adalah satu-satunya orang yang mampu membuat Dion tersenyum lebar tanpa paksaan.

“Hei, Aira, apa kabar hari ini?” tanya Dion sambil mengangkat adiknya ke pelukannya.

“Aira dapat nilai seratus di matematika!” jawab Aira dengan mata berbinar-binar, memamerkan kertas tugasnya. Dion tertawa kecil dan mengacak rambut adiknya dengan sayang.

“Keren, dong. Nanti minta hadiah ke Ayah, ya,” ucap Dion sambil menurunkan Aira dengan lembut.

Di sofa, ayah Dion, Pak Arif, tertawa melihat interaksi antara Dion dan adiknya. "Wah, anak Ayah yang pintar. Gimana sekolahmu, Nak?" tanyanya dengan nada ramah.

“Biasa aja, Yah. Nggak ada yang spesial,” jawab Dion sambil meletakkan tasnya. Meskipun di luar terlihat dingin dan tertutup, di rumah Dion selalu bisa sedikit lebih santai.

Ibunya, Bu Mira, kemudian keluar dari dapur sambil membawa panci berisi sayur sop hangat. “Ayo, makan dulu. Tadi Ibu masak banyak buat kalian semua.”

Suasana meja makan di rumah Dion selalu penuh kehangatan. Ayahnya yang humoris sering melemparkan candaan yang membuat semua orang tertawa, sementara Aira selalu sibuk menceritakan hal-hal lucu yang terjadi di sekolah. Dion, meski tidak banyak bicara, selalu menikmati momen seperti ini—momen di mana dia bisa benar-benar menjadi dirinya tanpa perlu menahan perasaan.

“Dion, gimana teman-teman di sekolah? Apa ada yang mulai dekat sama kamu?” tanya ibunya sambil menyendokkan sayur ke piringnya.

Dion berhenti sejenak, mengingat bagaimana Lara terus-menerus mencoba mendekatinya hari ini. "Ya, ada beberapa. Tapi aku nggak terlalu mikirin," jawabnya datar, meskipun dalam hatinya dia sedikit tergelitik dengan pertanyaan ibunya.

Ayahnya tertawa kecil. "Hmm, ada cewek yang naksir, ya? Wajahmu kelihatan bingung begitu."

Dion hanya tersenyum tipis dan menggeleng. "Bukan gitu, Yah. Aku cuma nggak terlalu tertarik dengan hal-hal kayak gitu sekarang."

Aira yang duduk di sebelahnya ikut menyela, “Kalau Kak Dion punya pacar, Aira juga mau main sama dia!”

Semua orang di meja tertawa mendengar celetukan Aira, kecuali Dion yang hanya tersenyum sambil mengusap kepala adiknya dengan sayang. "Kamu belum boleh pacaran, Aira," balas Dion dengan nada lembut.

Suasana di rumah ini benar-benar berbeda dari apa yang Dion tunjukkan di luar. Di sekolah, dia menjaga jarak dan menutup diri, tapi di rumah, dia bisa menjadi diri sendiri—bersikap hangat dan humoris dengan keluarganya. Meskipun sikap dinginnya sering membuat orang lain sulit mendekatinya, keluarganya adalah pengecualian. Di sinilah tempat di mana Dion merasa nyaman untuk melepaskan semua topengnya.

Setelah makan malam, Dion kembali ke kamarnya. Dia duduk di meja belajarnya dan membuka buku, tapi pikirannya melayang ke percakapan singkat dengan Clara tadi. Dia tidak ingin berpikir terlalu jauh, tetapi cara Clara melihatnya hari ini membuatnya merasa ada sesuatu yang berbeda. Tapi sekali lagi, Dion memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu.

Lara mungkin terus berusaha mendekati Dion dengan caranya yang ceria dan penuh semangat, tapi di sudut pikirannya, ada Clara yang selalu membuat Dion ingin tahu lebih banyak. Namun, untuk saat ini, Dion memutuskan untuk membiarkan semuanya berjalan seperti biasa. Meskipun hidupnya di luar tampak penuh dengan interaksi yang tidak bermakna, rumah dan keluarganya adalah tempat di mana dia selalu bisa menemukan kedamaian.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara Dion menikmati kehangatan keluarganya, di tempat lain, Clara duduk di kamar besarnya. Rumah Clara sangat luas, dengan desain modern yang mewah dan penuh dengan perabotan mahal. Namun, di tengah kemewahan itu, ada kesunyian yang terus menghantui dirinya. Meski keluarga Clara kaya raya, suasana di rumahnya terasa jauh dari kehangatan yang Dion miliki di rumahnya.

Clara duduk di dekat jendela kamarnya yang menghadap ke taman belakang yang luas. Meski pemandangan itu indah, pikirannya terus melayang pada kejadian hari ini di sekolah, terutama perbincangan singkatnya dengan Dion saat pulang. Meskipun Dion tidak menunjukkan banyak emosi, ada sesuatu di dalam dirinya yang tak bisa diabaikan. Sesuatu yang terus mengusik pikirannya.

“Kok bisa, ya, Dion tiba-tiba ngajak pulang bareng? Padahal biasanya dia cuek banget,” gumam Clara, lebih kepada dirinya sendiri.

Dia tahu Dion selalu dingin kepada orang-orang di sekitarnya, kecuali kepada keluarga dan teman-teman terdekatnya. Tapi, Clara merasakan bahwa hari ini berbeda. Mungkin Dion melihat usahanya untuk mendekat lebih jelas, atau mungkin... Dion benar-benar sudah berubah sejak kedatangan Lara.

Clara menghela napas panjang. Dia memikirkan Lara—gadis yang baru masuk itu tampaknya tidak berhenti mendekati Dion dengan segala tingkah lucu dan imutnya. Meskipun Dion terlihat tidak terpengaruh, Clara tak bisa menahan perasaan aneh yang timbul setiap kali melihat Lara mencoba meluluhkan hati Dion.

“Lara... dia memang cantik, imut, dan berani. Nggak seperti aku yang selalu bingung dan ragu-ragu,” kata Clara dengan lirih, memandang ke cermin besar yang ada di kamarnya.

Clara mengingat percakapan dengan Nisa beberapa hari lalu, di mana Nisa selalu meyakinkannya bahwa Dion mungkin hanya menunggu waktu yang tepat untuk mendekatinya kembali. Tapi, sekarang dengan adanya Lara, Clara merasa seperti waktu itu mungkin sudah habis.

Tiba-tiba, ponsel Clara berdering. Sebuah pesan masuk dari Nisa.

Nisa: “Clara, kamu lagi apa? Udah nyampe rumah?”

Clara tersenyum kecil dan segera membalas.

Clara: “Udah, Nis. Baru aja di kamar. Kenapa?”

Nisa: “Nggak apa-apa, cuma kepikiran aja. Kamu kelihatan sedikit aneh tadi di sekolah, kayak banyak pikiran. Ada yang mau kamu ceritain?”

Clara membaca pesan itu dan terdiam sejenak. Dia memang belum menceritakan tentang perasaannya yang mulai tidak nyaman sejak Lara mendekati Dion. Selama ini, hanya Nisa yang tahu tentang situasi keluarganya dan bagaimana Clara sering merasa kesepian meski hidup dalam kemewahan. Nisa juga adalah satu-satunya orang yang mengerti betapa sulitnya bagi Clara untuk menghadapi perasaan rumitnya terhadap Dion.

Clara: “Aku nggak tahu, Nis. Dion tadi ngajak pulang bareng, tapi dia tetap cuek kayak biasanya. Terus... Lara kayaknya terus nyoba deketin Dion. Aku nggak tahu kenapa aku mikirin itu semua.”

Tidak butuh waktu lama bagi Nisa untuk merespons.

Nisa: “Itu artinya kamu mulai merasa kehilangan, Clar. Kamu ngerasain sesuatu buat Dion, tapi kamu belum siap buat nyadarin itu. Dan soal Lara... ya, mungkin dia cuma sementara. Aku yakin Dion nggak semudah itu jatuh hati ke orang baru.”

Clara merenungkan pesan itu. Dia tahu Nisa mungkin benar, tapi perasaan ragu terus menguasai pikirannya. Di rumah besar yang megah ini, Clara sering merasa seolah-olah semua kemewahan itu hanya seperti dinding yang memisahkannya dari dunia luar. Orang tuanya sibuk dengan bisnis mereka, sering kali pergi berhari-hari, meninggalkan Clara sendirian dengan para pelayan dan rumah yang terasa semakin kosong.

Clara: “Kamu benar. Mungkin aku cuma terlalu mikirin hal yang nggak penting. Tapi entah kenapa... aku ngerasa ada yang berubah, Nis. Dion kelihatan beda.”

Nisa: “Kalau gitu, lebih baik kamu nggak terus-menerus mikirin Dion dan Lara. Fokus dulu ke dirimu sendiri. Kalau memang waktunya tepat, semuanya pasti jelas kok, Clar. Percaya aja sama prosesnya.”

Clara menghela napas panjang setelah membaca pesan Nisa. Dia tahu sahabatnya itu selalu punya cara untuk membuatnya merasa lebih baik, tapi kekhawatiran tentang Dion dan Lara masih saja mengusik pikirannya.

“Kenapa semuanya terasa lebih rumit sekarang?” Clara bergumam, meletakkan ponselnya di atas meja.

Malam semakin larut, dan Clara memutuskan untuk berbaring di tempat tidurnya yang besar, mencoba menghilangkan semua pikiran yang berputar di kepalanya. Meski rumahnya dipenuhi segala fasilitas yang orang lain impikan, yang benar-benar Clara inginkan adalah kehangatan yang dia lihat di tempat lain—seperti yang Dion miliki di rumahnya.

Di tengah kesunyian malam, Clara menatap langit-langit kamarnya, bertanya-tanya apakah dia akan pernah bisa jujur pada dirinya sendiri. Mengenai Dion, mengenai perasaannya, dan mengenai apa yang benar-benar dia inginkan dari hubungan mereka.

To be continued...

1
Kamsia
tuhhkan baperan clara ternyata
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!