Di Balik Penolakan
Aku masih ingat dengan jelas, hari pertama masuk SMA. Namaku Dion, anak kelas 10, baru aja lepas dari masa putih biru dan sekarang harus berhadapan dengan seragam putih abu-abu yang katanya penuh dengan cerita. Tapi bagiku, hari pertama itu gak terlalu spesial. Cuma perpindahan dari satu bangku sekolah ke bangku lain. Sampai akhirnya, aku melihat dia.
Clara.
Dia anak baru, sama sepertiku. Dari awal masuk kelas, Clara udah menarik perhatian banyak orang. Enggak cuma karena wajahnya yang manis dan senyum yang ceria, tapi juga karena dia punya aura yang beda dari cewek-cewek lain. Aku gak tau kenapa, tapi sejak pertama kali ngeliatnya, ada yang aneh di dalam diriku. Perasaan yang belum pernah aku rasain sebelumnya.
Hari itu aku duduk di bangku belakang, sendirian. Biasanya, aku orang yang gampang akrab sama orang lain. Tapi kali ini, entah kenapa, aku malah sibuk memperhatikan Clara dari jauh. Aku pengen nyapa, tapi lidahku mendadak kelu setiap kali dia lewat.
"Ayo, bro! Jangan kebanyakan liat, loh. Sapa aja!" kata Reza, temanku yang duduk di sebelahku. Dia udah ngeh dari tadi aku terus-terusan melirik Clara.
"Gak bisa," jawabku pendek.
"Kenapa gak bisa? Serius amat, Dion? Lo bukannya biasanya gampang nyapa cewek?"
Aku diam. Bukannya aku gak bisa nyapa, tapi Clara beda. Aku merasa kalau aku salah langkah sedikit aja, semua harapanku bakal hancur. Tapi di sisi lain, aku gak tahan untuk sekadar mengenalnya.
Minggu-minggu pertama sekolah berjalan dengan cepat. Kelas 10 SMA gak jauh beda sama SMP, cuma tugas dan pelajaran yang makin bikin pusing. Tapi bagiku, semuanya tetap berputar di sekitar satu hal—Clara. Tiap hari, aku selalu mencari cara buat mendekatinya. Mulai dari berusaha duduk di dekatnya saat pelajaran, sampai menunggu di kantin biar bisa ketemu dia waktu jam istirahat.
Sayangnya, tiap kali aku mencoba untuk ngobrol, Clara cuma merespon seadanya. Jawaban singkat, senyum kecil, atau bahkan kadang tanpa respon sama sekali. Seolah-olah dia gak tertarik sama sekali. Dan itu bikin aku frustrasi.
"Lo masih ngejar Clara?" tanya Reza suatu hari, saat kami sedang nongkrong di kantin.
Aku mengangguk pelan. "Iya, bro. Tapi kayaknya dia bener-bener gak tertarik."
Reza tertawa kecil. "Lo serius amat, Dion. Kalau emang dia gak suka, yaudah lah, move on aja. Banyak cewek lain yang mau sama lo, tau."
Aku tersenyum pahit. "Gampang ngomongnya. Tapi entah kenapa, gue gak bisa lupain dia."
Aku tahu Clara gak peduli. Tapi entah kenapa, semakin ditolak, semakin aku merasa harus lebih berjuang. Seperti ada sesuatu dalam diriku yang gak mau menyerah begitu aja. Setiap malam sebelum tidur, aku selalu memikirkan cara apa lagi yang bisa aku coba esok harinya. Mungkin ajak dia belajar bareng, atau kasih dia hadiah kecil. Tapi selalu, jawabannya sama—penolakan halus yang tetap menusuk.
Sampai akhirnya, ada satu momen yang bikin aku berpikir untuk menyerah.
Hari itu, aku memberanikan diri untuk memberikan Clara sebuah buku novel yang aku tau dia suka. Aku tau karena pernah mendengar dia cerita ke teman-temannya di kelas. Setelah jam sekolah selesai, aku menghampiri Clara yang sedang duduk sendirian di bangku taman sekolah.
"Clara," panggilku pelan.
Dia menoleh, menatapku dengan ekspresi datar. "Iya, Dion?"
Aku merogoh tas dan mengeluarkan buku itu. "Aku denger kamu suka novel ini. Jadi, aku beliin buat kamu."
Clara melihat buku itu sebentar, lalu menatapku lagi. "Makasih, tapi aku gak butuh," jawabnya singkat. Tanpa menunggu aku merespon, dia berdiri dan pergi begitu aja, meninggalkanku dengan buku di tanganku.
Aku terdiam. Rasanya seperti ada batu besar yang menghantam dadaku. Itu bukan penolakan yang pertama kali, tapi kali ini berbeda. Ada nada dingin dalam suaranya yang bikin aku merasa sangat bodoh. Seolah-olah semua usahaku selama ini cuma buang-buang waktu.
Dan di saat itulah, aku mulai berpikir untuk menyerah.
Selama beberapa hari setelah itu, aku mulai menjauh. Gak lagi berusaha mendekati Clara, gak lagi mencari cara untuk bisa berbicara dengannya. Aku merasa lelah. Buat apa terus berjuang kalau hasilnya selalu sama? Aku berpikir mungkin Reza benar—ada banyak hal lain yang lebih penting daripada ngejar seseorang yang gak peduli.
Tapi, saat aku mulai mundur, aku melihat sesuatu yang berbeda. Clara, yang selalu terlihat ceria, tiba-tiba jadi pendiam. Dia gak banyak bicara sama teman-temannya, sering duduk sendirian, dan bahkan senyum yang biasa dia tunjukkan pun perlahan menghilang.
Aku gak ngerti kenapa, tapi perubahan itu nyata. Dan entah bagaimana, aku merasa kehilangannya. Clara, yang selalu menolak mentah-mentah perasaanku, sekarang justru tampak kehilangan semangatnya.
Hati kecilku berkata ada sesuatu yang salah. Apa aku udah menyerah terlalu cepat? Apa Clara sebenarnya butuh aku di dekatnya?
Tapi... kenapa?
Aku terdiam lama, melihat dari kejauhan. Mungkin, untuk pertama kalinya, Clara mulai merasakan kehilangan sesuatu. Atau mungkin, kehilangan seseorang.
Dan di situlah aku mulai bertanya-tanya: Apa sebenarnya yang Clara rasakan selama ini? Apa aku salah menilai dia? Apa aku yang terlalu memaksakan?
Perasaan yang campur aduk mulai memenuhi pikiranku. Aku tahu, perjalanan ini belum selesai. Mungkin Clara gak pernah benar-benar peduli, atau mungkin... ada sesuatu yang belum aku pahami.
Satu hal yang pasti: aku harus mencari jawabannya. Dan untuk itu, aku gak bisa menyerah sekarang.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments