Menceritakan tentang Anis yang pindah rumah, Karena di tinggal kecelakaan oranf tuanya.Rumah tersebut milik tante Parmi yang ada di kampung. Banyak kejadian yang di alami Anis di rumah tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KERTAS PENA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayang-Bayang yang Kembali
Meskipun Anis dan Arman telah merayakan kesuksesan lomba seni di Taman Kenangan, bayang-bayang masa lalu masih menyelimuti hati Anis. Di balik senyuman yang ia tunjukkan, ada kerinduan dan rasa bersalah yang terus menghantuinya. Rudi, mantan kekasihnya yang pergi terlalu cepat, tetap ada di dalam pikirannya, bahkan di saat-saat terbaiknya.
Suatu sore, setelah acara yang sukses, Anis duduk sendirian di bangku taman, memandangi langit senja yang berwarna oranye keemasan. Dia merasa seolah-olah bagian dari dirinya yang masih terikat pada masa lalu menariknya kembali ke kenangan yang tidak bisa dilupakan. Dia tidak bisa menyangkal perasaan itu. Kenangan akan Rudi terasa begitu hidup, seakan dia baru saja bercanda dan tertawa bersama Rudi.
Arman, yang telah menyelesaikan tugasnya, melihat Anis dari jauh dan mendekat. “Hey, apa kau baik-baik saja?” tanyanya dengan nada lembut, memperhatikan ekspresi Anis yang tampak murung.
Anis tersenyum, berusaha menutupi perasaannya. “Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah setelah acara tadi,” jawabnya, tetapi dalam hati, dia tahu bahwa itu bukan sepenuhnya kebenaran.
“Tidak apa-apa untuk merasa lelah. Ini adalah pencapaian besar, dan aku bangga padamu,” kata Arman sambil duduk di samping Anis. “Tapi jika ada yang ingin kau bicarakan, aku di sini untuk mendengarkan.”
Anis terdiam sejenak, menyadari bahwa Arman selalu ada untuknya, menawarkan dukungan tanpa syarat. “Sebenarnya… aku masih memikirkan Rudi. Meskipun aku berusaha untuk melanjutkan hidup, ada kalanya kenangannya datang kembali dan membuatku merasa bersalah.”
Arman mengangguk, menunjukkan pemahaman. “Rasa bersalah itu wajar, Anis. Cinta pertama kita seringkali meninggalkan jejak yang dalam. Tapi ingatlah, kau tidak harus memilih antara cinta yang telah berlalu dan cinta yang sedang tumbuh. Keduanya bisa berjalan berdampingan.”
“Bagaimana kau bisa begitu mengerti?” tanya Anis, terkejut dengan kedewasaan Arman dalam menanggapi perasaannya.
“Aku juga pernah merasakan kehilangan. Setiap orang memiliki perjalanan mereka sendiri. Kita semua memiliki kenangan yang membentuk siapa kita sekarang. Yang penting adalah bagaimana kita menghargai kenangan itu dan tidak membiarkannya menghalangi kebahagiaan kita saat ini,” jawab Arman dengan tenang.
Anis menghela napas, merasa sedikit lega. Dia tahu bahwa Arman tidak hanya peduli padanya, tetapi juga berusaha untuk membantunya menemukan cara untuk mengatasi perasaannya. “Aku ingin merayakan semua cinta yang pernah ada dalam hidupku, tanpa merasa terjebak dalam satu kenangan. Tapi kadang-kadang, itu terasa sulit.”
“Jangan terburu-buru. Memberi ruang bagi diri sendiri untuk merasakan dan merenungkan semua ini adalah hal yang penting. Kita bisa melakukan hal-hal kecil untuk menghormati kenangan itu tanpa mengabaikan yang baru,” kata Arman sambil meraih tangan Anis.
Mendengar kata-kata itu, Anis merasakan harapan baru dalam dirinya. Dia bertekad untuk menemukan cara untuk merayakan kedua cinta—yang telah berlalu dan yang sedang tumbuh. Dia ingin menciptakan kenangan yang bisa menghormati masa lalunya sekaligus membuka jalan untuk masa depan.
Sore itu, mereka menghabiskan waktu berbicara tentang ide-ide kreatif untuk acara-acara di Taman Kenangan. Anis mulai merencanakan sebuah pameran seni yang akan menghormati seni dan kreativitas, sekaligus menciptakan ruang bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka. Dia ingin melibatkan anak-anak desa dalam proyek ini, memberi mereka kesempatan untuk belajar dan berkembang.
“Bagaimana kalau kita mengadakan lomba seni untuk anak-anak? Mereka bisa menggambar dan melukis tentang apa yang mereka cintai,” saran Anis dengan semangat baru.
Itu adalah ide yang brilian. Arman setuju dan mereka segera mulai merencanakan acara tersebut. Dalam proses persiapannya, Anis merasa terinspirasi dan bersemangat. Dia menyadari bahwa dengan melibatkan anak-anak dan memberikan mereka ruang untuk berekspresi, dia juga bisa menemukan cara untuk menghormati kenangan Rudi dengan memberikan makna baru pada seni.
Saat malam tiba, Anis dan Arman kembali ke rumah dengan hati yang penuh harapan. Anis merasa lebih ringan, seolah-olah beban yang selama ini mengganjal hatinya mulai berkurang. Dia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi dia siap untuk melangkah maju.
Beberapa hari kemudian, Anis mulai mengumpulkan bahan-bahan dan informasi untuk lomba seni. Dia berkunjung ke sekolah-sekolah di desa untuk mengajak anak-anak berpartisipasi. Dengan bantuan Arman, mereka mengadakan pertemuan dengan para orang tua dan memberikan penjelasan tentang acara yang akan datang.
Selama persiapan, Anis menemukan bahwa banyak anak-anak yang antusias untuk berpartisipasi. Mereka semua memiliki ide-ide yang kreatif dan unik. Melihat semangat mereka, Anis merasa terinspirasi dan penuh harapan untuk masa depan.
Malam itu, ketika dia duduk di kamarnya, Anis menatap langit berbintang dan berpikir tentang semua yang telah terjadi. Dia ingin memberi makna pada hidupnya, dan dia ingin melanjutkan hidup tanpa merasa terjebak di masa lalu. Dengan dukungan Arman, dia merasa bahwa dia bisa melakukan itu.
“Rudi, aku akan melakukan ini untukmu. Aku akan menghormati semua kenangan kita, tetapi aku juga akan membangun kenangan baru yang akan membuatku bahagia,” bisiknya pada dirinya sendiri.
Dalam semangat yang baru, Anis siap untuk melangkah ke depan. Dia tahu bahwa perjalanan ini akan membawa banyak tantangan, tetapi dia juga yakin bahwa dia tidak sendirian. Dengan Arman di sisinya, dia merasa memiliki kekuatan untuk menghadapi segala sesuatu yang akan datang.
Dan di situlah, di tengah bayang-bayang yang kembali, Anis menemukan cahaya baru yang memandu langkahnya menuju masa depan yang lebih cerah. Dia siap untuk merayakan semua cinta yang ada dalam hidupnya, tanpa rasa takut atau penyesalan.