Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode tujuh.
Septy mengemudi mobilnya ke perusahaan, dan dan saat tiba di perusahaan, Garren menyuruh Septy turun.
Septy pun keluar dari mobil dan berpindah ke mobilnya sendiri. Sementara Garren sudah melaju cepat keluar dari perusahaan.
Septy hendak masuk kedalam mobil, namun dihalangi oleh Amara. Septy menutup kembali pintu mobilnya.
"Darimana saja kamu bersama tunangan ku? Ingat! Garren itu calon suamiku."
"Bukan urusanku, memang apa masalahmu? Aku bawahannya, terserah Garren dong mau ngajak aku kemana?"
"Dasar ja*ang!" pekik Amara.
"Hahaha, ja*ang teriak ja*ang, emang gak malu?"
"Kamu!" Tunjuk Amara.
"Apa?! Mau patah tuh jari? Biar tidak bisa ngetik."
Amara segera menarik tangannya dan menyimpannya ke belakang. Ia mundur karena Septy terus maju. Hingga tubuhnya mentok ke tembok.
"Jangan coba-coba mengusik aku, jika kamu ingin aman disini!" ancam Septy sambil mencengkram rahang Amara.
Kemudian Septy berbalik menghampiri mobilnya dan segera masuk kedalam mobil. Ia harus segera pulang, karena tugasnya belum selesai.
Amara memekik mengatakan Septy wanita mu*ahan dan sebagainya. Bahkan kata-kata umpatan pun keluar dari mulut Amara.
Sementara orang yang dimaki sudah melaju jauh dari perusahaan. Karena Septy harus segera tiba dirumah.
Septy tiba dirumah, dan memarkirkan mobilnya dihalaman. Kemudian ia masuk dan menyimpan tas miliknya diatas meja ruang tamu.
Sementara dirinya langsung ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk mereka. Karena tugasnya memasak untuk suaminya.
"Nyonya, biar kami saja yang melakukannya," kata pelayan.
Septy tersenyum manis. "Tidak perlu Bik, oya, bibik tolong aku buang kotoran ikan, aku akan menyiapkan yang lain."
"Baik Nyonya," jawab pelayan. Mereka bertiga membantu Septy memasak. Jadi semuanya cepat selesai.
"Oya Bik, tolong hidangkan di meja ya, aku mau mandi dulu sekalian sholat."
Pelayan pun mengiyakan saja, mereka pun menyiapkan makanan yang di masak oleh Septy diatas meja.
Septy masuk kedalam kamar mandi, karena tubuhnya terasa gerah. Kebetulan juga sudah hampir waktu magrib.
Setelah selesai mandi, Septy ke kamar Garren. Beberapa kali ia mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan dari dalam.
Septy pun membuka pintu dan ternyata kamar Garren kosong. Bahkan tidak ada tanda-tanda jika ada orang masuk.
Septy berlari ke depan, ia melihat mobil Garren di garasi ternyata tidak ada. Baru ia sadar jika Garren belum kembali.
Septy pun sholat terlebih dahulu, baru setelah itu ia akan menghubungi Garren.
Septy mengambil ponselnya dan menghubungi Garren. Namun nomor tersebut tidak bisa dihubungi.
Berkali-kali Septy menelpon, namun tidak bisa juga. Septy pun keluar dari kamarnya dan menunggu suaminya diruang tamu.
Karena lelah menunggu, Septy pun akhirnya tertidur di sofa. Tepat jam 10 malam, Garren baru pulang dan mendapati Septy diruang tamu.
Ia duduk di lantai dan memandang wajah polos Septy saat tidur. Saat ia hendak menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Septy, Septy tiba-tiba terbangun.
"Mas, sudah pulang? Aku khawatir loh, ponselnya tidak bisa dihubungi," ucap Septy mengeluarkan uneg-uneg nya.
"Kamu mengkhawatirkan aku? Apa iya?"
"Mas sudah makan?" Septy bukannya menjawab malah balik bertanya.
Garren menggeleng, kemudian Septy menarik tangan Garren membawanya ke dapur. Masakan yang ia masak sudah dingin.
Septy terpaksa memanaskan nya terlebih dahulu agar enak untuk dimakan. Dengan telaten Septy melayani suaminya di meja makan.
"Kenapa kamu tidak makan duluan? Mengapa harus menunggu aku?"
Septy tidak menjawab, ia hanya memperhatikan Garren makan. Melihat Garren makan dengan lahap, hatinya terasa menghangat.
"Mungkin setelah kita bercerai, aku tidak bisa lagi masak untukmu, Mas."
"Uhhuk-uhhuk." Garren tersedak makanannya. Septy segera menyerahkan air minum kepada Garren.
Entah mengapa saat ini hati Garren merasa teriris. Apalagi saat Septy bilang tidak bisa masak untuk untukmu.
"Makan lah, aku tidak ingin kamu sakit karena tidak makan. Nanti mama kira aku melakukan KDRT terhadapmu."
Septy pun akhirnya mau makan bersama Garren. Karena sebenarnya ia juga lapar. Tapi ia ingin melayani Garren terlebih dahulu.
Setelah selesai makan, Garren langsung ke ruang tamu. Sedangkan Septy membereskan bekas mereka makan.
Septy hendak ke kamar, namun saat melihat Garren masih di ruang tamu, iapun berinisiatif membuatkan minuman untuk Garren.
"Minum dulu Mas, maaf hanya kopi."
"Kenapa kamu membuatkan aku minuman? Padahal aku tidak minta."
"Haruskah diminta dulu bila seorang istri membuatkan minuman untuk suaminya?"
Garren terdiam, ia kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Septy. Kemudian ia menyandarkan tubuhnya disandaran sofa.
"Kenapa kamu mau menikah denganku? Sementara aku selalu memperlakukan seperti ini. Judes, dingin dan cuek."
Septy hanya tersenyum, ia tidak ingin menanggapi pertanyaan suaminya. Alasan dia mau menikah hanya ingin membalas budi.
Namun Septy tidak ingin bilang begitu pada suaminya. Biarlah dia sendiri dan Tuhan yang mengetahuinya.
"Mas sudah sholat?" tanyanya.
"Kenapa gak dijawab? Kenapa malah mengalihkan pembicaraan?"
Lagi-lagi Septy tersenyum. "Sholat yuk Mas, kebetulan aku belum sholat isya."
Garren pun akhirnya tidak lagi membahas tentang itu. Meskipun ia masih penasaran karena pertanyaan tidak mendapat tanggapan dari Septy.
Garren mandi terlebih dahulu, baru setelah itu mereka sholat berjamaah. Dengan demikian hati bisa tenang.
Setelah selesai sholat Septy pun kembali kekamarnya. Sementara Garren masih terduduk di atas sajadah.
Kata-kata yang Septy ucapkan di meja makan terngiang-ngiang ditelinga nya. Garren memegangi dadanya yang terasa sesak kala mengingat kata-kata itu.
"Apa aku harus terima dia? Dan belajar untuk mencintainya. Dia baik dan tidak materialistis. Jika aku melepaskannya, aku harap ada orang lain yang membahagiakan nya. Namun bagaimana dengan mama? Mama begitu menyayangi Septy. Bahkan Carla dan Carlos juga sangat menyayangi nya," batin Garren.
Jujur hatinya belum ada rasa terhadap Septy. Meskipun ia sempat kagum dengan kepiawaian gadis itu.
Baik dalam bekerja, dia selalu mengutamakan pekerjaan. Dan juga ada hal-hal lain yang membuat Garren kagum.
Garren teringat waktu pesta dansa, hatinya sempat bergetar saat berdekatan dengan Septy. Namun ia tidak tahu, perasaan apa itu?
Garren yang memang belum pernah jatuh cinta, dan anti terhadap wanita. Tentu saja ia tidak tahu perasaan seperti itu.
Kemudian Garren bangkit dari duduknya dan melipat sajadah serta menyimpan nya. Baru setelah itu ia istirahat.
Garren menghidupkan ponselnya yang sengaja ia off kan. Karena ia tidak ingin diganggu oleh siapapun.
Dan saat ponselnya menyala, ada notifikasi panggilan tidak terjawab. Bahkan ada puluhan kali. Tiba-tiba Garren merasa bersalah akan hal itu.
"Maafkan aku Septy, aku sering menyakiti perasaanmu."
Garren keluar dari kamarnya dan membuka pintu kamar Septy yang ternyata tidak di kunci.
"Ceroboh sekali, bagaimana jika ada orang masuk dan berniat jahat?" gumam Garren pelan.
Kemudian ia masuk dan melihat Septy yang ternyata sudah tidur. Mungkin karena capek, jadi ia cepat tidur.
berjuta indah ny.. 😀😀😀