NovelToon NovelToon
Vano Axelion Abraham

Vano Axelion Abraham

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Dosen / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:477
Nilai: 5
Nama Author: fadhisa A Ghaista

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

dibalik pintu

Matahari mulai naik, memberi sedikit kehangatan pada pagi yang dingin dan tegang. Setelah kejadian di perpustakaan, Naya, Andra, dan Dosen Hwang sepakat untuk bertemu kembali di sebuah kafe kecil di luar kampus, tempat yang lebih aman untuk berbicara tanpa takut disergap seseorang. Mereka duduk di pojok kafe, mencoba merencanakan langkah selanjutnya, namun ketegangan tak bisa hilang dari wajah masing-masing.

“Pak Hwang, apa Bapak punya ide siapa orang itu? Mengapa dia sangat ingin membungkam kita?” tanya Naya dengan nada penuh kekhawatiran, pandangannya tak lepas dari kopi di hadapannya yang tak tersentuh.

Dosen Hwang menggeleng, wajahnya penuh kebingungan. "Tidak ada petunjuk yang jelas. Tapi jika Vano menyelidiki sesuatu yang berbahaya, ada kemungkinan besar dia tersandung sebuah konspirasi besar."

Andra berpikir sejenak, kemudian mencondongkan tubuh ke arah mereka, berbisik, "Jika benar ini melibatkan konspirasi, maka kita harus mencari bukti nyata. Sesuatu yang tak bisa dipungkiri, yang bisa kita tunjukkan pada pihak berwenang."

Naya mengangguk, tetapi sebuah pertanyaan mengganjal di pikirannya. "Tapi bagaimana kita bisa menemukan bukti? Semua yang kita punya hanyalah catatan dan kata-kata samar dari Vano."

Dosen Hwang terdiam, mengingat kembali masa-masa Vano sering datang menemuinya, meminta saran tentang proyek tugas akhirnya yang ia geluti dengan begitu serius. "Ada satu tempat terakhir yang Vano kunjungi sebelum... kejadian itu," katanya dengan suara pelan. "Dia sempat menyebut tentang ruangan sidang di lantai bawah tanah fakultas hukum. Dia bilang itu tempat ia menemukan sesuatu yang tak pernah ia duga."

Andra dan Naya saling berpandangan, mata mereka penuh rasa penasaran. "Ruang sidang itu sekarang tertutup untuk umum, kan?" tanya Andra, mengingat ruangan sidang tua yang lama tak digunakan, dibiarkan kosong dan berdebu.

Dosen Hwang mengangguk. "Betul. Tapi aku masih punya akses sebagai dosen. Kita bisa masuk nanti malam, ketika kampus sudah sepi."

Kedengarannya seperti rencana yang nekat, tapi tidak ada pilihan lain. Mereka sepakat untuk bertemu lagi malam harinya dan diam-diam masuk ke ruangan sidang yang sudah lama tak disentuh orang itu.

---

Malam Hari

Kampus sepi saat mereka tiba. Udara malam membawa hawa dingin yang menusuk, membuat suasana semakin mencekam. Lampu-lampu redup menerangi lorong-lorong panjang kampus, menciptakan bayangan yang bergerak saat mereka berjalan melewatinya. Dosen Hwang berada di depan, memimpin mereka ke ruangan sidang bawah tanah. Jantung Naya berdegup kencang, tapi ia mencoba menenangkan diri dengan tetap mengikuti langkah-langkah mereka.

Sesampainya di depan ruangan sidang, Dosen Hwang mengeluarkan kunci dan membuka pintu dengan hati-hati. Pintu kayu tua itu berderit saat dibuka, dan aroma lembap memenuhi udara. Andra mengarahkan senter ke dalam ruangan, memperlihatkan deretan bangku berdebu yang tertata rapi, tetapi menyimpan kesan suram dan menakutkan.

“Ini dia, tempat terakhir Vano menyelidiki sesuatu,” bisik Dosen Hwang sambil melangkah masuk.

Mereka berjalan perlahan, memeriksa setiap sudut ruangan. Andra menemukan catatan yang tertinggal di bawah salah satu bangku, mungkin milik Vano. Dengan tangan gemetar, Naya membukanya dan membaca beberapa baris catatan itu. Kata-katanya kabur, tetapi beberapa frase tertulis dengan sangat jelas: “Kesaksian palsu… bukti rekayasa… mereka ada di dalam ruangan ini.”

“Apa maksudnya?” gumam Andra, mencoba mencerna catatan Vano.

Dosen Hwang merenung. "Sepertinya Vano menemukan sesuatu yang membongkar kebenaran, mungkin tentang kasus yang pernah diputuskan di ruangan ini. Dan bisa jadi, ada seseorang yang tidak ingin rahasia itu terbongkar."

Naya mengarahkan senter ke sekitar dinding-dinding ruangan, memperhatikan setiap detail, hingga cahaya senternya terhenti pada salah satu panel kayu yang tampak mencurigakan di belakang kursi hakim. Panel itu terlihat sedikit terbuka, seolah disembunyikan dengan sengaja.

“Pak Hwang, lihat ini!” Naya memanggil.

Dosen Hwang dan Andra mendekat, menatap panel tersebut. Andra menekan panelnya, dan perlahan, panel itu terbuka, memperlihatkan sebuah ruang kecil yang penuh dengan dokumen-dokumen tua dan tumpukan rekaman video dalam bentuk kaset.

“Ini mungkin arsip rahasia,” ujar Dosen Hwang, matanya penuh ketegangan. “Jika ini milik universitas, seharusnya disimpan di ruang arsip, bukan di sini.”

Andra mengambil salah satu kaset, menatapnya dengan ekspresi penuh kebingungan. "Kenapa kaset-kaset ini disembunyikan di ruang sidang? Apa mungkin ini bukti yang dicari Vano?"

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Mereka membeku, saling bertukar pandang dengan wajah panik. Langkah itu terdengar mendekat, semakin lama semakin keras, mengisyaratkan kehadiran seseorang yang mungkin bukan sekadar penjaga malam.

Dosen Hwang dengan cepat mengisyaratkan mereka untuk bersembunyi di balik meja hakim. Nafas mereka terhenti, menunggu siapa pun yang berada di luar untuk pergi.

Namun, pintu ruang sidang perlahan terbuka kembali, dan sebuah bayangan besar muncul di ambang pintu. Cahaya senter dari sosok itu menerangi ruangan, memperlihatkan sosok pria yang tampak familiar. Naya langsung mengenalinya—pria yang sempat mengancam mereka di perpustakaan.

Pria itu berdiri di sana, matanya menyapu setiap sudut ruangan. “Aku tahu kalian di sini,” suaranya rendah, penuh ancaman.

Naya menahan napas, berusaha tidak membuat suara sekecil apa pun. Tetapi Andra merasakan detak jantungnya berdegup keras di telinga. Sekarang, tak ada lagi pilihan untuk mundur. Mereka terperangkap dalam permainan kucing dan tikus yang semakin mematikan.

Di balik bayangan meja hakim, Naya tahu bahwa mereka baru saja membuka pintu menuju misteri yang jauh lebih berbahaya dari yang pernah ia bayangkan.

1
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋💪💪💪👍🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!