Menikah dengan tukang ojek membuat kakak iparku selalu membencinya, bahkan dia mempengaruhi kakak ku yang selalu melindungi ku kini membenciku dan suamiku. begitu juga kakak laki-lakiku.
namun semua akan terkejut atau tidak ketika mereka tau siapa suamiku?. simak ceritanya di DIKIRA TUKANG OJEK TERNYATA PENGUSAHA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14. Senja Di Pecat
Di saat Arkan keluar dari lif, dia berpapasan dengan Mama Ratih.
"Apa Mama melihat Senja? Tanya Arkan pada Mama mertuanya siapa tau Mama Ratih melihatnya.
"Senja ada di dapur, kami baru selesai memasak, "jawab Mama ratih di sertai senyuman pada menantunya itu.
"Terimakasih Ma." Arkan langsung bergegas menuju dapur tanpa menunggu jawaban dari Mama Ratih.
Mama Ratih geleng -geleng kepala melihat tingkah menantunya yang jadi posesif sama istrinya.
"Sayang," panggil Arkan.Setelah tiba di dapur dan melihat istrinya sedang memotong bawang.
Senja menoleh, dia melihat suaminya sudah ada di dapur.
"Mas udah bangun, kenapa kesini?" tanya Senja .
Arkan tidak menjawab, dia melirik Bik Ijah dan Bik Yati dengan tatapan tajamnya.
Bik Ijah dan Yati jadi ketakutan. Tidak biasanya majikannya mantap tajam pada keduanya.
"Ma...maaf tuan, tadi kami sudah melarang nona untuk tidak memasak, tapi nona memaksa, katanya biar ada pekerjaan dan tuan sudah biasa makan masakan nona." Bik Ijah lebih baik jujur dari pada dirinya dan temannya Yati jadi terancam.
Senja yang mengerti dengan ucapan Bik ijah, dia langsung merangkul lengan suaminya dengan manja seperti wanita malam yang sedang merayu pelanggannya.
Senja membawa suaminya ke meja makan dan duduk disana untuk mencairkan suasana agar Arkan tidak memarahi Bik Ijah dan Bik Yati karena di sini dia lah yang salah karena sudah memaksa Bik Ijah agar di izinkan memasak.
Senja terus mengajak suaminya bicara agar Arkan lupa kalau dia mau marahin Bik Ijah dan Bik Yati.
"Apa mau di buatkan kopi?" tanya Senja sedikit lebay seperti sedang menggoda.
"Tidak sayang, mas tidak mau apa-apa." Jawab Arkan.
Sepertinya Arkan tidak akan mudah untuk di rayu, melihat suaminya tidak bisa dirayu, akhirnya Senja duduk di paha suaminya, kedua tangan Senja dia kalungkan di leher Arkan.
"Mas, jangan menyalahkan bibi, dan jangan memarahinya Bibi tidak bersalah, tadi aku yang pingin masak." Ucap Senja tidak mau suaminya memarahi Bini karena yang bersalah adalah dirinya.
Pak Handoko dan Mama Ratih yang sedang berjalan ke meja makan untuk sarapan, kedua paruh baya itu menghentikan langkahnya saat mendengar Anak dan menantunya berbicara.
"Tapi di rumah ini sudah ada Bik Ijah dan Bik Yati yang memasak dan membersihkan rumah, jadi kamu tidak usah ke dapur." Arkan tidak akan membiarkan Senja memasak.
"Tapi..." belum selesai Senja bicara, Arkan langsung memotong, tidak ada tapi-tapi, pokoknya mas tidak mau kamu memasak ,kamu disini nyonya rumah bukan pembantu, aku tidak mau kalau kamu kelelahan." Arkan benar-benar tidak mengizinkan Senja memasak.
Senja memanyunkan bibirnya, dia kesal pada suaminya. Arkan tau kalau istrinya itu tidak bisa diam dan pasti membuatnya bosan kalau berada di rumah terus.
Namun Arkan juga tetap tidak mau kalau istrinya kelelahan. Arkan akan membuat istrinya itu bahagia, tidak sengsara lagi.
"satu lagi, mulai hari ini kamu sudah di pecat di cafe, jadi tidak boleh bekerja lagi.
Dan besok mas sudah mulai masuk kantor. Jadi tugas adek sekarang disini mengurus mas saat mau pergi ke kantor,dan menyambut mas saat pulang dari kantor."
"Tapi mas, aku akan bosan kalau di rumah terus," bantah Senja tidak mau kalau dia tidak kerja lagi.
Senja memang sejak dari kecil sudah giat bekerja, bahkan di rumah dia selalu membantu Mamanya melakukan pekerjaan rumah.
"Kalau kamu bosan dan suntuk, di depan kan ada Pak Iwan, dia sopir yang siap mengantar mu kemana-mana. Kamu bisa belanja, shoping biar tidak bosan." Arkan sudah bersikeras melarang Senja agar tidak bekerja lagi.
Sepertinya keputusan memecat Senja sudah sangat tepat, lagian untuk apa bekerja, Senja belum tau aja kalau duit Arkan tidak akan habis sampai tujuh turunan.
Senja diam dengan muka kesalnya, karena percuma membantah, keputusan suaminya sudah bulat, walaupun seribu kali membantah suaminya tetap melarangnya bekerja.
Sementara Pak handoko dan Mama ratih, mereka tidak henti-hentinya bersyukur, entah kebaikan apa yang pernah dia lakukan sehingga Anak nya mendapatkan suami yang sangat sayang pada istrinya. Bahkan Senja sangat di ratu kan didalam rumah ini oleh suaminya.
"Baiklah aku akan diam di rumah,seperti yang mas mau, kalau pagi mengantar mas suami, kalau petang menyambut mas suami pulang kerja, mencium tangan dan." Arkan langsung menyahut perkataan Senja, sehingga Senja tidak bisa berkata lagi karena mulutnya sudah di bekap oleh bibir arkan.
" Dan aku akan langsung melumat bibir mu." Arkan melumat bibir istrinya dengan rakus.
Mata Senja terbelalak di saat tanpa sengaja melihat Papa dan Mamanya berdiri disana menyaksikan interaksi mereka.
Senja dengan cepat muluk-muluk bahu Arkan yang masih melumat bibirnya, Arkan melerai ciumannya dan menatap istrinya seolah bertanya.
"Ada apa?" tanya Awan dengan bahasa isyarat. Senja menunjuk dengan mulutnya.
"Ada Papa dan Mama." jawab Senja juga dengan bahasa isyarat.
Arkan mengikuti arah yang di tunjuk oleh mulut istrinya, dia juga terbelalak, dan jadi salah tingkah, Arkan dan Senja sangat malu karena adegan mereka di lihat oleh paruh baya itu.
Mama Ratih dan Pak Handoko berjalan mendekati Anak dan menantunya. Pak Handoko menepuk pelan pundak Arkan sembari berkata.
"Tidak usah malu, Papa juga begitu waktu muda." Pak Handoko sengaja berkata seperti itu agar kedua suami istri itu tidak malu lagi dan salah tingkah.
Arkan dan Senja hanya diam saja, keduanya masih agak sedikit malu.
"Ayo sarapan." Imbuh Mama Ratih memecahkan keheningan.
Semu sarapan dengan lahap.
Selesai sarapan Pak Handoko buka suara.
"Nak Arkan, Papa mau ke sekolah, tapi Papa bingung mau pergi pakai apa?" tanya Pak Handoko pada menantunya karena Arkan pernah berkata kalau motornya ada yang mengambil.
"Papa tenang aja, motor Papa sudah ada di garasi, semalam Ferdy sudah mengantarkannya, maaf aku lupa memberi tau Papa." Jelas Arkan pada Papa mertuanya.
Pak Handoko hanya mengangguk kepalanya saja. Kapan motornya di bawa ke sini dia tidak tau. Namun dia tetap berterimakasih pada menantunya ini.
"Terimakasih Nak, maafkan Papa sudah merepotkan Nak Arkan." Pak Handoko merasa tidak enak karena sudah banyak merepotkan menantunya ini.
Arkan melihat Papa mertuanya merasa sungkan padanya, lelaki itu kemudian berkata.
"Pa, aku menantu Papa, Papa mertuaku, jadi kita keluarga, aku sudah menganggap Papa orang tua ku sendiri, jadi Papa dan Mama tidak usah sungkan, kita semua satu keluarga." Arkan tidak mau kedua orang tuanya sungkan padanya, dia mau keluarga istrinya seperti keluarganya sendiri.
Pak Handoko terharu mendengar penuturan menantunya, dia langsung memeluk menantunya itu, menantu yang di kir hanya tukang ojek yang miskin ternyata orang kaya dan mempunyai hati seluas samudera.
Setelah itu Pak Handoko pamit ke sekolah, dia ingin mengendarai motornya, namun Arkan merasa khawatir, karena sekolah tempat mertuanya mengajar sekarang jauh, tidak seperti di rumah nya dulu.
"Apa Papa ke sekolah pakai motor? tapi sekolah jauh kalau sekarang, tidak kayak di rumah Papa dulu. Apa tidak sebaik nya papa pakai mobil aja, atau biar di antar oleh Pak Darto." Ujar Arkan, dia tidak mau Papa mertuanya kelelahan di jalan nanti.
"Benar Pa, kalau pakai motor nanti Papa kelelahan dan ke panasan." timpal Senja membenarkan suaminya.
"Tidak apa-apa, Papa udah biasa kok, dulu ke mana-mana Papa juga pakai motor, bonceng Mama kamu lagi, tapi Papa tetap kuat kok." Jawab Pak Handoko.
Bersambung.