Di kota Plaguehart, Profesor Arya Pratama melakukan eksperimen berbahaya untuk menghidupkan kembali istrinya, Lara, menggunakan sampel darah putrinya, Widya. Namun, eksperimen itu gagal, mengubah Lara menjadi zombie haus darah. Wabah tersebut menyebar cepat, mengubah penduduk menjadi makhluk mengerikan.
Widya, bersama adiknya dan beberapa teman, berjuang melawan zombie dan mencari kebenaran di balik wabah. Dengan bantuan Efri, seorang dosen bioteknologi, mereka menyelidiki lebih dalam, menemukan kebenaran mengerikan tentang ayah dan ibunya. Widya harus menghadapi kenyataan pahit dan mengambil keputusan yang menentukan nasib kota dan hidupnya.
Mampukah Widya menyelamatkan kota dengan bantuan Dosen Efri? Atau justru dia pada akhirnya ikut terinfeksi oleh wabah virus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perbatasan Kota
Di luar kampus, Widya melajukan mobilnya dengan hati-hati, matanya terus melirik ke kaca spion, memastikan tidak ada zombie yang mengejar mereka. Dia mengambil beberapa lembar tissu yang ada di dasbor mobilnya, mencoba menghilangkan keringat dan darah yang menempel pada wajahnya.
Di kursi belakang, wanita dewasa itu masih memeluk erat anaknya, ia mencoba menenangkan anak itu yang masih terisak ketakutan. "Ibu, aku takut..." isaknya pelan, suara tangisnya seakan tenggelam dalam deru mesin mobil yang meraung keras.
“Kita akan baik-baik saja,” jawab wanita itu dengan suara serak. Namun, kini mereka hampir sampai di sebuah jembatan penyeberangan. Dari kejauhan, di atas jembatan terdapat segerombolan zombie berkeliaran disana. Mereka berjalan dengan tubuh terbungkus kulit yang robek, bibir berlendir, dan mata yang kosong.
(Hanya Ilustrasi)
Wanita itu menatap jembatan penyeberangan yang semakin dekat. "Maaf nona, siapa namamu? Dan kenapa kita harus lewat sini?" tanya wanita itu, dengan cepat Widya menjawab sambil menatap ke depan. "Namaku, Widya. Aku akan menjemput adikku di kampus, dan membawa kalian ke tempat lebih aman!"
"Baiklah, sebelumnya... terimakasih sudah menyelamatkan kami berdua. Namaku Alexa, dan ini anakku, Anna," kata wanita itu dengan suara bergetar.
Widya mengangguk, tanpa melupakan untuk fokus mengemudi. Namun, tiba-tiba, dari ujung jembatan, beberapa zombie melompat ke arah mobil dengan gerakan cepat, dan langsung menghantam kaca depan.
"KRAK!" Kaca itu pecah berhamburan, serpihan kaca berterbangan di udara. Wanita itu, matanya terbelalak ketakutan, panik, dan berteriak histeris sambil memeluk anaknya yang menangis semakin keras. "Widya! Awas!" jeritnya.
Dengan reflek, panik, Widya membanting setir ke kanan dan menghantam pagar pembatas jalan yang terjal. Percikan api meleset, dan membuat suara keras seperti gesekan logam.
"Akh!" teriak Widya, dengan tangannya erat memegang stir, berusaha mengendalikan mobilnya.
Namun, salah satu tangan zombie yang berlumuran darah mencoba meraih wajah Widya dari sela-sela pecahan kaca mobil. "Sial!" teriaknya, dengan gerakan cepat, ia mengangkat kakinya dan menendang zombie itu sekuat tenaga sambil memegang setir mobil dengan sangat erat.
Mobilnya mulai oleng, ke kanan dan kiri, dia berusaha mempertahankan kendali yang semakin tidak stabil. Dia terus mengangkat kakinya, dan berusaha menendang zombie yang menghalangi jalannya. beberapa dari mereka, berhasil terdorong jatuh ke sisi jalan hingga terguling.
Namun, tersisa satu zombie yang berusaha mencakar Widya. Dalam desakan, sebelah tangannya meraih pipa besi yang ada di sebelahnya. Dan menghantam kepala zombie tersebut dengan sangat keras, pukulannya menghancurkan kepala zombie. Tanpa ragu, dia mendorong tubuh zombie itu menggunakan pipa besi, dan terjatuh ke sisi jalan.
Wanita itu serta anaknya, terisak dengan tubuh semakin bergetar ketakutan. "Tenanglah... sekarang kita sudah aman!" seru Widya, berusaha menenangkan mereka berdua. Dia menambahkan kecepatan mobilnya, dan berbelok ke jalur lain untuk menemukan tempat aman.
Sementara itu, di dalam gudang kampus, ruangan yang gelap, mereka berusaha menenangkan diri dengan wajah yang terlihat lelah dan cemas. Suara geraman zombie terus terdengar dari balik pintu gudang, yang sudah terganjal lemari usang serta tumpukan kursi disana.
Semua berdiam, duduk di sudut ruangan yang gelap dan kotor. Namun, berbeda dengan Chaca yang terisak sambil berkata, "hubungi Ayahku... dia pasti akan menyelamatkan kita dari tempat ini!" serunya, dengan suara bergetar.
"Hubungi Ayahmu? Apa kau tidak bisa lihat, ada pesan darurat dari pemerintah tersebar ke seluruh media!" seru Alvin, memperlihatkan layar ponselnya ke wajah Chaca. "Paling Ayahmu, sudah menjadi zombie seperti mereka... dan tidak akan bisa menyelamatkan putrinya yang sangat manja ini," Alvin melanjutkan kata-katanya dengan nada mengejek.
Semua orang yang ada di dalam gudang itu, setelah menyadari ucapan Alvin. Mereka serentak meraih ponselnya masing-masing, dan melihat, membaca, isi pesan darurat dari pemerintah.
"Sial! Kita akan mati disini!" teriak Dosen Efri, melempar ponselnya ke lantai. Bu Anggun, serta para mahasiswanya saling menatap, cemas dan frustasi.
Sementara Chaca, tertegun dan tidak ingin percaya dengan pesan darurat tersebut. "Apa kita akan mati bersama disini?" tanyanya, terisak dengan suara bergetar. Alvin pun mengangguk, dan menjawab dengan lantang. "Iya, kita semua akan mati jika mempunyai teman yang manja dan menyusahkan sepertimu!" Alvin berkata, dan memojokkan dirinya.
"Alvin... kamu jangan memojokkan Chaca seperti ini. Keadaan di luar sangat genting, kita tidak boleh bertengkar dan saling menjatuhkan..." sahut Dosen Anggun, mendengarkan pertengkaran mahasiswanya. "Sebaiknya, kita cari cara agar bisa keluar dari tempat ini dan mencari tempat lebih aman!" Dosen Anggun melanjutkan perkataannya, sedangkan Chaca yang merasa dirinya di bela, tersenyum licik ke arah Alvin.
"Benar apa kata Bu Anggun, kita harus mencari tempat aman. Di pesan darurat ini mengatakan, jika tempat aman ada di perbatasan kota!" seru Dosen Efri, sedangkan Eric bertanya dengan wajah cemas. "Tapi... bagaimana caranya, kita bisa keluar dari tempat ini? Sementara diluar sana, sudah banyak orang yang terinfeksi dan perbatasan kota juga sangat jauh dari kampus ini," Eric berkata, dia mulai frustasi karena tidak ada jalan keluar untuk bisa keluar dari tempat tersebut.
Aldo yang masih memejamkan matanya, seketika duduk dengan tegap. "Kita harus bekerja sama!" sahutnya, dan menunjukkan wajah keseriusannya untuk memberikan sebuah rencana. "Pertama, kita harus mencari benda-benda yang berguna di tempat ini... sebagai senjata melawan para zombie di luar, dan semuanya harus siap tanpa mengenal rasa takut lagi," Aldo melanjutkan perkataannya.
Sementara Dosen Efri, menyetujui rencana Aldo. "Setuju! Tapi... sebelumnya, kita harus beristirahat, karena hari sudah mulai gelap!" seru Efri, dan para mereka mengangguk mengerti. "Kita lanjutkan pertempuran melawan makhluk itu, besok pagi."
Efri melirik ke arah Alvin dan Aldo, menyuruh mereka untuk ikut mencari benda-benda yang ada di sudut ruangan gudang tersebut. "Alvin, Aldo, kalian berdua ikut Saya! Kita cari, benda-benda yang berguna disana!" seru Efri, memerintahkan mereka. Dia pun tidak lupa, menyuruh Eric, berjaga-jaga di dekat pintu gudang. "Dan kamu Eric, tetap berjaga disitu sambil menjaga teman-temanmu yang lain serta Bu Anggun," Efri melanjutkan perkataannya.
Alvin, Aldo serta Dosen Efri bergegas menuju sudut ruangan yang gelap itu dengan langkah pelan, supaya para zombie diluar tidak mendengarkan langkah mereka di dalam gudang. Sementara Eric berjaga-jaga di balik pintu, dan teman-temannya serta Dosen Anggun berusaha untuk istirahat dalam kondisi yang semakin mencekam, suara geraman zombie terus terdengar pada telinga mereka.
Sementara di sisi lain, di perbatasan kota Plaguehart, markas militer berada disana. Ada ratusan orang yang berhasil selamat dari wabah zombie, mereka melakukan karantina diri pada tempat yang telah dilengkapi dengan barikade dan penjaga ketat.
Di ruang komando, Sersan Arif berdiri dengan serius di depan peta kota yang besar, dikelilingi oleh enam anggotanya yang siap berangkat sambil memberikan arahan kepada salah satu tim khusus.
Dia memimpin tim khusus yang dijuluki dengan Red Dawn Battalion, terdiri dari Gio, Bryan, Leon, Jack, Wilona, dan Claudia. "Tim, kita akan segera masuk ke kota. Siapkan senjata dan perlengkapan kalian," perintah Arif dengan suara tegas, penuh wibawa.
Arif menatap peta kota yang terhampar di meja besar. "Sebelum berangkat, kita akan melawati jalan utama, tapi harus memantau jalan-jalan kecil jika kita terjebak makhluk tersebut," kata Arif, dan melirik ke arah Gio, yang dikenal paling tegas dan berani. "Apa kau siap?" tanya Arif.
"Siap, Sir! Tapi perjalanan menuju pusat kota sangatlah jauh, dan lama. Apa kita tidak menyiapkan peralatan medis, kemungkinan beberapa diantara kita akan terluka, ketika melawan para zombie disana," kata Gio, dengan suara cemas.
Arif yang belum sempat menjawab pertanyaannya, ternyata langsung di sahut oleh Wilona. "Untuk obat-obatan, sudah saya siapkan! Tapi kita harus memprioritaskan, warga yang masih selamat disana!" seru Wilona.
"Bagus... berarti semuanya sudah bersiap. Ayo, masukan semua peralatan ke dalam truk!" perintah Arif, dengan suara tegas.
Seluruh anggotanya, bergegas membawa senjata berat dan beberapa peralatan medis untuk di naikkan ke dalam truk militer.
Sementara Arif, berdiri sambil memantau anggotanya yang hampir selesai memasuki semua peralatan di dalam truk. Dia mencoba membuka topinya, dan terdapat sebuah foto sepasang kekasih yang sangat mesra, terselip di balik topinya.
Foto tersebut adalah dirinya bersama Widya, mereka adalah sepasang kekasih yang baru saja berpisah, satu tahun lalu. Senyum kecil terukir pada bibirnya, dan menatap foto itu dengan penuh harapan. "Widya, aku berharap kamu masih hidup... aku masih mencintaimu, dan akan menemukanmu," gumamnya dalam hati.
Kemudian, dia segera naik ke dalam truk yang siap bergerak. "Semua siap?" tanya Arif, suaranya tegas. "Siap, Sir!" jawab timnya secara serentak.
Wilona, Claudia, Leon, Jack dan Gio berada di belakang truk. Sementara Bryan, yang mengemudikan truk militer itu, dan Arif yang duduk di sampingnya memerintahkan dirinya untuk segera melaju ke pusat perkotaan Plaguehart. "Baiklah, ayo kita berangkat!" perintah Arif, dan truk mereka mulai bergerak meninggalkan markas.
-
-
Karakter Visual.
Widya Angela Pratama, seorang anggota militer yang berusaha berjuang menyelamatkan adiknya, Alvin, di kota Plaguehart yang sudah tersebar luas virus zombie. Dia juga merupakan anak pertama, dari seorang Profesor, yang telah menciptakan ekperimen gagal dan membuat kota tersebut menjadi hancur.
Alvin Pratama, adiknya Widya, yang berjuang mati-matian untuk bisa keluar dari kampus bersama teman-temannya. Dia berharap bisa bertemu kakaknya kembali, setelah mengatahui ayah, dan ibunya sudah terinfeksi virus zombie.
Efri, seorang Dosen biologi, yang akan membantu Alvin, untuk menemukan kakaknya. Dia juga tengah berjuang, bersama para mahasiswa lainnya, serta mencari tahu asal-usul virus tersebut dari mana?
Arya Pratama, seorang profesor yang terkenal dan mendirikan sebuah perusahaan Reviva Labs, pada kota Plaguehart . Dia adalah dalang, dari masalah yang kini sedang terjadi. Arya, menciptakan sebuah ekperimen baru, karena terobsesi menghidupkan istrinya kembali. Namun, eksperimennya gagal dan berujung kehancuran pada kota tersebut.
Lara Pratama, istrinya Arya. Dia mengalami tragedi kecelakaan setahun lalu, dan dinyatakan meninggal. Namun, dirinya berubah menjadi makhluk mengerikan setelah ekperimen suaminya gagal.
Arif, mantan kekasih Widya yang akan menyelamatkannya dan beberapa warga yang masih selamat di pusat perkotaan bersama teman-temannya.
Gio, dikenal tegas dan pemberani. Merupakan tangan kanannya, Sersan Arif.
Leon, salah satu anggota militer yang paling cekatan.
Jack, salah satu anggota militer yang tidak pernah menyerah dan paling setia soal pertemanan.
Bryan, teman dekatnya Jack. Dia dikenal paling pintar.
Wilona, anggota militer yang paling tangguh dan juga paham dunia medis.
Claudia, anggota militer yang paling tomboy.
Aldo, salah satu mahasiswa yang tertampan, dan mempunyai otot yang lumayan besar.
Eric dan Erin, merupakan kembaran yang tidak bisa terpisahkan. Eric, dikenal sangat jago beladiri. Sementara Erin, dikenal tomboy, namun sangat manja jika sudah bersama kembarannya, Eric.
Chaca, adalah mahasiswa paling termanja, centil, suka membully dan memonjokkan mahasiswa lain bersama sahabatnya.
Lina, merupakan sahabat dekat Chaca dan dia memiliki sifat penakut.
Mely, juga merupakan sahabat Chaca. Namun, dirinya sudah menjadi zombie akibat terkena gigitan Reza, salah satu teman kelasnya.
Reza, sahabat dekat Alvin yang sudah menjadi zombie.
Anggun, Dosen yang paling cantik dan berhati lembut.
Alexa dan Anna, seorang ibu dan anak yang berhasil diselamatkan oleh Widya.