Impian Malika menikah dengan Airlangga kandas ketika mendapati dirinya tidur bersama Pradipta, laki-laki asing yang tidak dikenalnya sama sekali. Gara-gara kejadian itu Malika hamil dan akhirnya menikah dengan Pradipta.
Sebagai seorang muslimah yang taat, Malika selalu patuh kepada suaminya.
Namun, apakah dia akan tetap menjadi istri yang taat dan patuh ketika mendapati Pradipta masih menjalin asmara dengan Selina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Keluarga Pradipta
Bab 6
Hari-hari Malika disibukan dengan pekerjaan rumah dan mengobati pasien di rumah sakit. Dia setiap hari bangun jam dua dini hari agar bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumah sebelum pergi bekerja.
Tidak terasa sudah satu bulan sejak hari pernikahan, semua berjalan lancar meski sangat berat dan melelahkan. Beruntungnya Malika menyakinkan Pradipta kalau dirinya tidak boleh dia sentuh terlebih dahulu sampai melahirkan nanti. Jadi, dia tidak harus melayani suaminya di atas ranjang.
"Ibu dengar kamu dikasih uang sama Dipta?" tanya Bu Mayang di pagi hari ketika Malika baru selesai memasak.
"Uang belanjaan, Bu," jawab Malika dengan sopan.
"Sini uangnya, biar ibu yang belanja. Kamu, kan sibuk bekerja, pulang sore. Kalau ibu dan Puput lapar ingin makan enggak ada uang," ujar Bu Mayang sambil menadahkan tangan.
"Bukannya setiap hari aku masak, Bu? Ibu dan Puput tinggal makan. Aku juga masak menu sesuai dengan keinginan kalian," balas Malika yang mengerutkan sebelah alisnya. "Hari ini juga aku masak nasi goreng spesial untuk sarapan, ayam ungkep, sambal, dan lalapan, untuk makan siang kalian. Nanti sore aku akan masak cumi asam pedas dan tumis kangkung, semua sudah aku siapkan di kulkas bahannya."
"Kamu tahu sendiri Puput itu kadang suka jajan," ucap wanita paruh baya yang memakai daster dari merek terkenal.
"Ya, tidak apa-apa, Bu, kalau Puput mau jajan. Dia, kan, punya uang yang setiap bulannya diberi sama Mas Dipta. Bahkan uang untuk Puput lebih banyak untuk uang belanja," balas Malika. Sementara dia sendiri tidak diberi uang jatah bulanan oleh Pradipta, alasannya karena sudah punya uang sendiri.
Raut wajah Bu Mayang terlihat mengeras. Dia tidak suka kalau Malika melawan dirinya atau membantah ucapannya. Wanita paruh baya itu pun pergi meninggalkan dapur.
Malika tidak menghiraukan ibu mertua. Dia yakin sebentar lagi suaminya akan datang karena aduan Bu Mayang. Dia memilih melanjutkan pekerjaannya mencuci bekas masak. Setelah itu dia harus menjemur pakaian, lalu mandi karena jam sudah menunjukkan pukul 06:30.
"Malika, kenapa kamu membuat ibu menangis, hah!" Tiba-tiba Dipta muncul ketika Malika baru saja selesai mencuci peralatan masak.
"Ibu menangis kenapa, Mas?" tanya Malika yang pura-pura tidak tahu.
Ajaran Bintang mulai dia terapkan. Sepupunya yang paling barbar itu banyak menasehati cara menghadapi orang-orang sesuai dengan karakternya. Malika sadar kalau dirinya tidak sama dengan sepupu-sepupu lainnya yang jago beladiri dan tidak takut jika berurusan dengan hukum. Sementara dia, orang yang tidak enakan hatinya dan tidak suka berdebat, apalagi berkelahi. Putri pasangan Papa Andromeda dan Mama Aisyah ini lebih suka mengalah dan tidak memperpanjang masalah.
Namun, perlakuan keluarga Pradipta kepadanya sebulan ini, benar-benar menguji kesabaran Malika. Dia yang lelah mengerjakan semua pekerjaan rumah dan bekerja di rumah sakit menangani pasien dengan berbagai macam penyakitnya, terkadang dibuat kesal dan ingin marah.
Mau sewa pembantu dilarang, mau menggunakan jasa laundry untuk mencuci baju dan setrika, juga dilarang dengan alasan yang mengada-ada. Sementara tidak ada seorang pun yang mau membantu pekerjaan rumah.
"Katanya kamu mengungkit-ungkit uang yang aku berikan kepada ibu dan Puput!" jawab Pradipta dengan nada sinis agak meninggi. "Kamu tidak berhak melarang aku memberikan uang kepada mereka!"
Malika membalikan badan menghadap Pradipta. Dia juga mengeringkan kedua tangannya dengan kain lap. Wanita itu berkata, "Mas ... aku tidak pernah melarang kamu memberikan semua uang milikmu kepada ibu dan Puput. Tadi, ibu minta uang belanja itu diberikan kepadanya juga."
Malika bicara dengan nada lembut dan tidak mau memancing kemarahan suaminya. Dia akan melakukan hal agar keadaan rumah tetap tenang, biar dia betah dan nyaman.
Pradipta mengerutkan kening. Tadi, ibunya bilang kalau Malika menyindir-nyindir masalah uang yang diberikan olehnya kepada mereka.
"Aku tak masalah uang belanja tidak diberikan kepadaku. Aku akan masak apa yang kalian sediakan. Jadi, tidak perlu lagi nombok kekurangan setiap kali belanja ke pasar," kata Malika.
Sebulan ini entah berapa banyak Malika mengeluarkan uang sendiri ketika belanja. Pradipta hanya memberikan uang belanja sebanyak 6 juta. Sementara, pengeluaran uang untuk belanja ke pasar sekitar 300-350 ribu rupiah setiap harinya. Karena makanan yang diminta Bu Mayang dan Puput sering minta yang mahal-mahal. Belum termasuk membeli keperluan kamar mandi dan sabun pembersih lainnya. Uang yang diberikan sang suami hanya setengah dari pengeluaran bulanan.
Biaya listrik, air, dan yang lainnya, langsung dibayar oleh Pradipta. Puput diberi uang bulanan sebagai 9 juta dan Bu Mayang sebanyak 5 juta setiap bulannya. Gaji laki-laki itu 35 juta tiap bulannya. Namun, tidak 1000 rupiah pun dia memberi uang jajan untuk Malika.
Pradipta bukan orang bodoh. Jika uang belanja diberikan kepada ibunya, yang ada baru sepuluh hari sudah habis. Karena menuruti semua keinginan Puput yang suka makan di restoran mahal dan terkenal.
"Aku tidak terima jika kamu membuat ibu sakit hati, apalagi menangis!" Pradipta menunjuk muka Malika dengan ekspresi marah.
Malika hanya bisa ber-istighfar di dalam hati. Pradipta terlalu sayang kepada ibu dan adiknya sampai membuat mata hatinya buta. Dia sering bilang karena dirinya satu-satunya lelaki di keluarga itu, jadi sudah diwajibkan melindungi dan menjaga ibu serta sang adik.
"Bu, nanti aku sepulang sekolah akan pergi main sama teman-teman ke mall. Mungkin akan pulang malam," ucap Puput yang sekarang duduk di bangku kelas XII SMA.
Puput dan Pradipta itu satu ibu beda ayah. Wajah dan sifat keduanya juga berbeda.
"Pulang jangan melewati jam sembilan malam," ucap Pradipta setelah menelan makanannya.
"Iya, Kakak," balas Puput dengan wajah cemberut.
"Kakak ipar aku pinjam mobilnya," lanjut gadis berseragam putih abu-abu.
Malika yang sedang mengunyah sampai hampir tersedak mendengar ucapan adik iparnya. Dia tidak menyangka Puput akan bicara seperti itu.
"Maaf, Put. Mobilnya mau kakak pakai kerja," balas Malika.
"Kamu itu pelit sekali sama adik sendiri!" sindir Bu Mayang dengan tatapan sinis.
"Kakak ...." Puput merengek kepada Pradipta.
Laki-laki itu menatap tajam kepada Malika. Dia ingin istrinya memberikan mobil itu sama Puput.
"Mas, aku, kan, pergi kerja ...."
"Aku akan antar kamu ke rumah sakit. Berikan mobil itu sama Puput," kata Pradipta tidak ingin ada bantahan.
Akhirnya, Malika pergi kerja bersama Pradipta. Jalan mereka memang satu arah, tetapi sebelumnya tidak pernah pergi atau pulang bersama.
"Nanti aku pulang, dijemput, 'kan?" tanya Malika setelah mencium tangan suaminya dengan takzim.
"Entahlah. Aku tidak tahu apakah lembur atau tidak hari ini," jawab Pradipta.
"Ya, sudah. Aku bisa pulang naik taksi online," ujar Malika sebelum turun.
Pradipta pun putar balik kendaraannya karena harus menjemput seseorang. Dia melajukan mobil dengan cepat sebelum orang itu marah kepadanya.
***
penasaran sm masa lalu yg dimaksud sm malika itu 🤔
kau menyembunyikan banyak hal Thor