dengan gemetar... Alya berucap, "apakah kamu mau menjadi imam ku?? " akhirnya kata kata itu pun keluar dari lisan Alya yg sejak tadi hanya berdiam membisu.
"hahhh!!! apa!!... kamu ngelamar saya? "ucap afnan kaget
sambil menunjuk jari telunjuknya ke mukanya sendiri.
dengan bibir yg ber gemetar, Alya menjawab" i ii-iya, saya ngelamar kamu, tapi terserah padamu, mau atau tidaknya dgn aku... aku melakukan ini juga terpaksa, nggak ada pilihan.... maaf kalo membuat mu sedikit syokk dgn hal ini"ucap Alya yg akhirnya tidak rerbata bata lagi.
dgn memberanikan diri, afnan menatap mata indah milik Alya, lalu menunduk kembali... karna ketidak kuasa annya memandang mata indah itu...
afnan terdiam sejenak, lalu berkata "tolong lepaskan masker mu, aku mau memandang wajahmu sekali saja"
apakah Alya akan melepaskan masker nya? apakah afnan akan menerima lamaran Alya? tanpa berlama-lama... langsung baca aja kelanjutan cerita nya🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penolong kuu!!
Tak berselang lama setelah mendengar cerita Alya tentang perjalanannya dari Kalimantan Selatan ke Surabaya demi menemui Gus Afnan, Wilona langsung menawarkan diri untuk membantu.
"Tenang aja, Alya. Aku bakal bantu kamu sampai ketemu si Gus Afnan itu," ucap Wilona dengan nada penuh semangat, membuat Alya sedikit tersenyum walaupun tetap merasa canggung.
Meski baru kenal, Wilona yang berkepribadian extrovert begitu mudah menjalin keakraban dengan Alya, yang lebih introvert dan pendiam.
Alya merasa agak kikuk dengan sikap Wilona yang begitu percaya diri, tetapi ia mulai merasa nyaman karena kehangatan Wilona seperti memecah kebekuan dalam dirinya.
"Tapi, Kak... Kok Kakak mau bantu aku sih? Padahal kan kita baru kenal," tanya Alya pelan, suaranya terdengar ragu.
Wilona tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang rapi. "Alya, kadang Allah mempertemukan kita dengan orang asing untuk tujuan baik. Kamu nggak usah khawatir. Aku tuh paling suka bantu orang, apalagi kalau orang itu lucu kayak kamu!"
Alya hanya bisa tersenyum tipis, mencoba menenangkan diri. Meskipun awalnya merasa tak percaya diri di hadapan Wilona yang begitu cantik dan berkarisma, perlahan ia mulai merasa bahwa Wilona adalah orang yang bisa diandalkan.
"Oke, rencananya gini... Aku tahu kamu pasti lelah banget. Gimana kalau sekarang kamu istirahat dulu di apartemenku?" tawar Wilona dengan penuh perhatian.
"Eh, nggak papa nih, Kak? Aku nggak mau ngerepotin..." ucap Alya pelan, masih ragu.
"Nggak usah mikir gitu. Aku senang kok kamu mau mampir. Lagipula, aku punya ide seru buat kamu nanti. Ayo, kita berangkat!"
Dengan kehangatan Wilona yang tak terduga, Alya akhirnya setuju. Mereka berdua meninggalkan bandara bersama, menuju apartemen Wilona untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan Alya mencari Gus Afnan.
Di perjalanan, Alya merasa hatinya mulai tenang, seperti mendapat suntikan semangat baru dari teman yang tak disangka-sangka.
Di Apartemen
Wilona, yang ternyata seorang ahli teknologi, membuka laptopnya setelah Alya selesai membersihkan diri.
Tangannya lincah mengetik, memasukkan berbagai data dan melakukan pencarian mendalam untuk melacak keberadaan Gus Afnan. Keahlian Wilona sebagai hacker membuat proses ini tampak mudah baginya. Alya, yang duduk di sofa, hanya bisa memperhatikan dengan penuh rasa penasaran.
"Yess! Berhasil!" seru Wilona dengan penuh semangat setelah beberapa menit bekerja di depan layar.
Alya terperangah. "Beneran berhasil, Kak? Udah ketemu?" tanyanya, tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Iya, beneran! Nih, lihat," kata Wilona sambil menunjukkan layar laptopnya. Ia bahkan tanpa sadar menggoyang-goyangkan tubuh Alya dengan penuh kegembiraan.
Alya tersenyum penuh haru, matanya berkaca-kaca. "Maa syaa Allah... Makasih banget, Kak Wilona. Kamu benar-benar membantu aku. Aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada kamu."
Wilona tersenyum puas, tapi kemudian wajahnya berubah jahil. "Jangan berterima kasih dulu! Sebelum ketemu Afnan, kita ke salon dulu, oke?"
Alya melongo, bingung dengan usulan itu. "Hah? Ke salon?" tanyanya, memastikan apakah ia tidak salah dengar.
Wilona mengangguk dengan semangat. "Iya, ke salon. Kamu harus kelihatan fresh dan cantik waktu ketemu dia nanti. Ayo, nggak usah banyak mikir!"
Sebelum Alya sempat menolak, Wilona sudah menarik tangannya, membawanya ke lift. Mereka menuju sebuah salon kecantikan ternama di Surabaya.
...----------------...
Di Salon
Alya memandangi interior salon yang mewah dengan tatapan bingung.
Tempat ini begitu berbeda dari yang pernah ia lihat sebelumnya, seperti setting dalam film-film.
Lampu-lampu kristal berkilauan, aroma wangi memenuhi udara, dan staf salon yang ramah menyambut mereka dengan senyuman profesional.
"Are you okay, Alya?" tanya Wilona, memecah lamunan Alya.
Alya, yang masih bingung, mencoba menjawab dengan bahasa Inggris seadanya. "Y-Yes, yes... I'm okay, Kak," katanya sambil tergagap.
Mendengar jawaban itu, Wilona langsung tertawa terbahak-bahak. Tawa itu mengundang perhatian beberapa orang di sekitar mereka. "Hahaha! Alya, kamu tuh lucu banget! Raut muka kamu itu priceless banget!"
Alya tersenyum malu-malu, menunduk sambil meremas tangannya sendiri. "Hehe... Iya, Kak. Maaf, aku grogi..." jawabnya pelan.
Wilona mengacak kerudung Alya dengan gemas. "Santai aja, Alya. Kamu nggak perlu takut. Di sini aku yang bayar, aku yang atur semuanya. Kamu tinggal duduk manis, oke?"
Alya mengangguk patuh, masih sedikit ragu. Dalam hati, ia bersyukur dipertemukan dengan Wilona, seseorang yang begitu baik meski baru dikenalnya.
Tapi ia juga bertanya-tanya, mengapa takdir seolah membawanya ke jalur yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Setelah sesi spa selesai, para staf melanjutkan ke tahap make-up.
Namun, ketika salah satu staf mendekat dengan palet warna, Alya langsung bereaksi. "Aa... Jangan! Jangan, jangan, aku nggak mau pakai make-up, hehehe," ucapnya sambil mengangkat tangan, mencoba menghentikan staf tersebut.
Wilona yang melihat tingkah Alya hanya bisa tertawa kecil. "Trus kamu maunya gimana, Al?" tanyanya dengan nada bingung. Wilona tahu Alya sudah melalui tahap perawatan sebelumnya tanpa protes, jadi ini cukup mengejutkan baginya.
"Aku mau yang natural aja, Kak. Apa adanya," jawab Alya sambil tersenyum tipis. Ada ketegasan dalam suara lembutnya, membuat Wilona langsung paham apa yang dimaksud.
"Oke deh, kita buat natural. Tapi tetap harus cantik ya," balas Wilona sambil memutar mata, kemudian menginstruksikan staf untuk menggunakan bedak tipis dan sedikit celak di mata Alya.
Setelah beberapa saat, Alya berdiri di depan cermin, mengenakan abaya khas Timur Tengah yang mereka beli sebelumnya di sebuah butik mewah Surabaya.
Wajahnya terlihat segar dengan sentuhan sederhana, membuat kecantikannya memancar alami. Wilona tersenyum puas melihat transformasi Alya. "Masya Allah, Alya... Kamu tuh cantik banget! Pantes aja banyak yang nanya tentang kamu."
Alya hanya tertawa kecil, berusaha menyembunyikan rasa malunya. "Makasih, Kak Wilona. Tapi ini semua karena Kakak yang bantu."
Setelahnya, mereka menuju taman tempat Gus Afnan dikabarkan berada.
Wilona mengemudikan mobilnya dengan penuh semangat, sementara Alya duduk di sebelahnya, menggenggam erat tali tasnya. Jantungnya berdetak kencang, rasa gugup memenuhi pikirannya.
Sesampainya di taman, Alya turun dari mobil dengan langkah ragu-ragu. Wajahnya sedikit pucat, tetapi dia mencoba memberanikan diri. Wilona menepuk bahunya pelan. "Tenang aja, Alya. Aku yakin semua akan baik-baik saja."
Alya menarik napas dalam-dalam, menguatkan hatinya. Langkahnya perlahan mendekati titik pertemuan yang telah direncanakan.
baper