Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Perintah • Revisi
"Lama sekali kamu, aku sudah lapar," kata Calvin dengan sangat ketus.
Membuat Juwita terdiam selama beberapa detik karena Calvin sepertinya tidak mendengar pembicaraannya dengan Chester barusan.
"Kenapa kamu diam? Ayo cepat masuk, apa kamu mau aku pecat!" lanjut Calvin kembali dengan sorot mata mulai dingin, seperti biasanya.
Juwita menarik napas lega sesaat. "Maaf Pak, iya, iya, aku akan masuk." Setelah itu Juwita melangkah cepat, mendahului Calvin.
Meninggalkan Calvin di belakang, menatap kesal punggung Juwita yang mulai menghilang dari pandangannya.
"Siapa laki-laki tadi? Dan kenapa aku mendengar Juwita mengatakan anak mama dan Chester," gumam Calvin kemudian dengan kening berkerut kuat.
Ketika menunggu Juwita kembali, dia sempat melihat Juwita berbicara dengan seorang laki-laki, melalui jendela kamar. Calvin tak dapat melihat dengan jelas wajah laki-laki yang memegang tangan Juwita tadi, karena posisi laki-laki tersebut membelakanginya. Entah mengapa untuk kesekian kalinya, Calvin merasa dadanya terbakar panas.
Calvin lantas memutuskan keluar untuk menjemput Juwita. Namun, belum juga turun, dia melihat Juwita di lantai tiga dan tengah berbicara dengan seseorang melalui ponsel. Dia pun sempat mendengar perbincangan Juwita sebentar tadi.
"Di mana Ardi? Lama sekali dia, aku harus tahu siapa laki-laki yang berbicara dengan Juwita tadi, tidak mungkin itu pacarnya." Sekali lagi Calvin bergumam kemudian memutuskan menyusul Juwita.
Sementara itu, sosok yang dicari Calvin, baru saja turun dari mobil dan melangkah cepat menuju pintu utama apartment. Namun, gerakan Ardi seketika terhenti ketika melihat seseorang yang sangat dia kenal berdiri di depan gedung.
"Gustav?" panggil Ardi sambil menyipitkan mata.
Gustav menoleh ke arah Ardi. Senyumnya langsung mengembang, melihat teman kuliahnya dulu. Ardi pun tersenyum sumringah. Gustav lantas mengakhiri pembicaraannya di telepon.
"Hai Ardi." Setelah menaruh ponsel di saku, Gustav mendekati Ardi dan tak lupa menyalami kawan lamanya itu.
Ardi pun membalas jabatan tangan Gustav. "Hai juga Gustav, aku pikir siapa," balasnya berbincang-bincang sebentar dengan teman kuliahnya itu. Ternyata Gustav akan menetap juga di apartment yang ditinggali Calvin
Tak lama Gustav akhirnya pamit undur diri ketika melihat sekretarisnya itu telah tiba di gedung apartment. Setelah melihat Gustav menghilang. Ardi menggerakkan kaki kembali, tapi suara di belakang mengagetkannya. Siapa lagi kalau bukan Putri.
***
Di lain sisi, tepatnya di dapur, Juwita tampak risih dengan keadaan tubuh Calvin. Pria itu masih bertelanjang dada, dan membuat dirinya tidak fokus mengoles butter di roti.
"Pak, sebaiknya Anda tunggu saja di ruang tamu. Aku akan mengantar sarapan Anda nanti," ucap Juwita kemudian.
Calvin justru mengangkat dagu ke atas. "Tidak mau, suka-suka aku, aku mau melihat apa kamu bisa membuatkan aku sarapan atau tidak, siapa tahu saja dapurku terbakar nanti karena ulahmu."
Juwita mulai kesal, lalu cepat-cepat menoleh." Pak Calvin ...."
Perkataan Juwita terjeda kala mendengar bunyi bell berkali-kali di luar sana. Juwita dan Calvin serempak menoleh ke pintu antar ruangan.
"Sepertinya kita kedatangan tamu," gumam Juwita dengan kening berkerut samar.
"Iya, sepertinya Ardi yang datang, tapi kenapa dia tidak langsung masuk, aneh sekali, sudah lah sebaiknya kamu selesaikan saja tugasmu itu, aku akan ke depan sebentar."
Juwita mengangguk kemudian melanjutkan kegiatannya. Calvin pun bergegas ke ruang depan.
Ting, tong!
Calvin sedikit kesal, kala bell ditekan lagi. "Apa-apaan dia?"
Saat sampai di ambang pintu, dengan cepat Calvin membuka pintu. Muka Calvin langsung memerah.
"Kenapa kamu tidak langsung masuk saja Ardi!" seru Calvin kemudian.
Ardi justru menggaruk kepala seraya melempar senyum kaku. Iya, tadi dia menghindari Putri.
"Astaga, kenapa aku jadi lupa, hehe. Tapi Cal, izinkan aku masuk dulu, bahaya ada nenek lampir di luar!" Ardi cepat-cepat masuk lalu menutup pintu rapat-rapat.
Calvin mengerutkan dahi sedikit melihat tingkah Ardi. Kendati demikian rahangnya masih mengeras karena Ardi menganggu kegiatannya tadi.
"Nenek lampir apanya?" tanya Calvin, penasaran juga.
Sebelum menjawab, Ardi membuang napas berat. Dia sangat bersyukur karena Putri tak dapat mengejarnya tadi. Namun, kepanikannya itu membuat Ardi lupa bahwa dia bisa masuk ke apartment Calvin langsung karena dia mengetahui sandi smart lock pintu.
"Tidak usah kamu pikirkan, Nenek lampir ini sangat berbahaya bagi keselamatanku, aku minta maaf karena menekan bell tadi berulang kali, sudah lah ayo kita duduk ada yang mau aku sampaikan juga," kata Ardi.
Ardi memilih untuk tidak memberitahu Putri kepada Calvin. Selama ini Ardi memang tidak suka dengan Putri, karena sikap Putri yang menurutnya angkuh.
"Hmm." Perlahan, rahang Calvin mengendur. Ardi adalah satu orang yang sangat dia hormati.
Calvin dan Ardi pun duduk di ruang tamu. Secara bersamaan pula Juwita menyembul di balik pintu dapur sambil membawa nampan berisi sandwich, susu dan buah-buahan.
"Selamat pagi Nona Juwita," sapa Ardi terlebih dahulu, sambil mengulas senyum.
"Pagi Ardi." Juwita pun membalas dengan tersenyum. Namun, interaksi keduanya membuat dada Calvin terbakar membara. Lelaki itu tiba-tiba menatap tajam Ardi.
Ardi tak menyadari bila ditatap dengan sangat tajam. Dia asik memandangi Juwita.
"Mau kubuatkan sarapan juga, Ardi?" tawar Juwita kemudian.
"Bol—"
"Apa-apaan kamu Juwita?! Yang menjadi bos di sini aku, bukan Ardi! Dan kamu Ardi, makan di luar sana!" sela Calvin cepat.
Membuat Juwita dan Ardi terdiam.
"Hehe, aku cuma bercanda kok, ya sudah, jangan marah Tuan Calvin, eh tapi kenapa Tuan tidak memakai baju?" Ardi sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
Calvin mendengus dingin, enggan membalas. Malah membuang muka ke samping.
"Iya, bosmu itu sangat lah aneh, katanya dia tidak mau memakai baju saat aku berkerja di sini," timpal Juwita sambil melototkan mata sedikit kepada Calvin.
Calvin menoleh. "Aneh apanya, aku bos kalian, suka-suka aku mau pakai baju atau tidak. Sudah lah sekarang kalian mulai berkerja, terutama kamu Juwita, mulai detik ini kamu jangan senyum sama siapa pun kecuali aku!" serunya.
Membuat Juwita terperangah dengan raut muka tampak kebingungan. Dia melirik Ardi sekilas yang ikut mengerutkan dahi. "Peraturan seperti apa itu? Aku—"
"Tidak ada bantahan, ini perintah!" potong Calvin segera lalu menoleh ke arah Ardi. Tatapannya mendadak dingin dan tajam. Membuat Ardi mulai meneguk ludah dengan susah payah.
"Dan kamu Ardi, dilarang berbicara dengan Juwita, jika belum aku suruh, paham?!"
Ardi mengangguk cepat. "Iy—a aku paham."
Calvin mendengus lalu mengibas-ibas tangannya di sekitar muka. Rasa panas di dalam dadanya makin bertambah.
"Huh, panas sekali hari ini!"sahut Calvin dengan sorot mata masih dingin.
Ardi langsung menoleh ke arah pendingin ruangan, melihat suhu AC sudah di angka paling dingin.
"Padahal AC-nya dingin Tuan, apa AC-nya rusak," kata Ardo. "Apa mau kupanggilkan orang untuk memperbaiki AC Tu—"
"Tidak usah!"
Ardi melempar senyum kaku kembali karena tampak serba salah.
'Bukan ruangan ini yang panas Ardi! Tapi dadaku ini, ah sialan! Aku kenapa sih?!' batin Calvin kemudian cepat-cepat melirik Juwita.
"Kamu kerjakan tugasmu di ruang tengah dan jangan lupa atur pertemuan dengan para investor besok!" perintahnya, setengah berteriak.
Juwita mendelikkan mata sejenak. "Iya, iya aku akan lanjut berkerja, bisakah kamu lebih pelan, aku tidak tuli!"
"Kamu berani melawanku?" Calvin tercengang dengan tanggapan Juwita.
Juwita enggan menyahut, justru melengoskan muka dan tak lupa mengambil peralatan kerjanya di atas sofa, usai itu berjalan cepat menuju ruang tengah.
"Dia sangat menyebalkan," celetuk Calvin sembari melihat dari kejauhan punggung Putri bergerak.
"Hehe, menyebalkan tapi menggemaskan kan Tuan?" Ardi tiba-tiba menimpali.
Calvin menoleh, tatapannya kembali dingin.
"Aku cuma bercanda kok, jadi kenapa menyuruhku ke sini Cal?" Ardi dan Calvin sudah membuat kesepakatan jika hanya berdua saja akan memanggil dengan sebutan nama.
Calvin berusaha menetralkan perasaannya yang aneh ini lalu menarik napas pendek. Ardi pun tampak antusias hendak mendengarkan Calvin, terlebih ekspresi tuannya itu terlihat lebih serius sekarang.
"Aku ingin meminta tolong padamu, selidiki uang yang aku kirim kepada Juwita setiap bulannya, kemarin Juwita mengatakan dia tidak menerima uang sama sekali dariku, padahal selama lima tahun ini aku selalu mengiriminya uang, meskipun kami tidak berkomunikasi selama ini, lalu selidiki juga tentang Juwita selama lima tahun ini, apa dia memiliki anak atau tidak," terang Calvin.
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?