NovelToon NovelToon
Ark Of Destiny

Ark Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Antromorphis

"Maka Jika Para Kekasih Sejati Telah Melewatinya, Cinta Tegak Berdiri sebagai Sebuah Hukum Pasti Dalam Takdir."


Sebuah novel yang mengisahkan perjalanan epik seorang pemuda dalam mengarungi samudera kehidupan, menghadirkan Hamzah sebagai tokoh utama yang akan membawa pembaca menyelami kedalaman emosional. Dengan pendalaman karakter yang cermat, alur cerita yang memikat, serta narasi yang kuat, karya ini menjanjikan pengalaman baru yang penuh makna. Rangkaian plot yang disusun bak puzzle, saling terkait dalam satu narasi, menjadikan cerita ini tak hanya menarik, tetapi juga menggugah pemikiran. Melalui setiap liku yang dilalui Hamzah, pembaca diajak untuk memahami arti sejati dari perjuangan dan harapan dalam hidup.


"Ini bukan hanya novel cinta yang menggetarkan, Ini juga sebuah novel pembangun jiwa yang akan membawa pembaca memahami apa arti cinta dan takdir yang sesungguhnya!"

More about me:
Instagram: antromorphis
Tiktok:antromorphis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Antromorphis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Flat House

Di dalam bus yang bergetar, suasana terasa tegang. Robi, dengan matanya yang tajam dan penuh rasa ingin tahu, menatap sahabatnya Hamzah yang tampak gelisah. “Apa yang tertinggal?” tanyanya, suaranya mengalun di antara deru mesin dan suara penumpang lainnya.

Hamzah, yang wajahnya memucat, menjawab dengan nada panik, “Ponsel ku Rob.” Kata-katanya terputus-putus, seolah-olah setiap suku kata itu berat untuk diucapkan. Ia merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Pikiran tentang ponselnya yang tertinggal di kursi bus membuatnya merasa seolah-olah ada sesuatu yang berharga hilang. “Ditambah waktu untuk kembali ke sana lumayan lama, pasti nanti ponsel ku sudah tidak di tempat,” lanjutnya, mengatur napasnya dengan susah payah.

Setelah beberapa saat berusaha menenangkan diri, Hamzah mencoba membenarkan posisi duduknya. Namun, Robi yang melihatnya justru tidak bisa menahan tawa. Tawa itu mengisi ruang kecil di dalam bus, seolah menjadi pelipur lara di tengah kepanikan Hamzah.

“Kok kamu malah ketawa sih Rob?” ucap Hamzah dengan nada kesal, matanya menyipit menatap sahabatnya.

Robi hanya diam sejenak, menikmati momen tersebut sebelum akhirnya membuka tas kecilnya. Dengan gerakan lambat dan dramatis, ia mengeluarkan sebuah ponsel dan menunjukkannya ke arah Hamzah. “Maksud kamu ini?” tanyanya sambil tersenyum lebar.

“Lhoh, itu kan ponsel ku! Kok bisa di tas kamu?” sahut Hamzah kaget, ekspresi paniknya berubah menjadi kebingungan yang lucu.

Robi kembali tertawa, suaranya menggema di dalam bus yang ramai itu. “Salah sendiri ceroboh,” sahutnya sambil menggoyangkan ponsel itu di depan Hamzah.

“Jadi tadi sewaktu kamu beranjak, untung aku lihat ponsel kamu yang masih berada di atas kursi. Langsung saja aku ambil dan aku taruh di dalam tas. Dan kalau kamu tahu, aku menunggu ekspresi kaget kamu saat ini,” sambung Robi seraya tertawa lagi.

Hamzah menghela napas lega, senyum mulai merekah di wajahnya. “Wooo lha Paijo... Hadeeehhh! Syukurlah kalau ponsel ku aman. Walaupun sedikit kesal tapi aku berterima kasih banyak sama kamu,” ucapnya dengan nada penuh syukur.

“Lain kali jangan sampai tertinggal,” timpal Robi dengan nada mengingatkan.

“Ya namanya juga terburu-buru,” jawab Hamzah sambil menggelengkan kepala, merasa sedikit malu.

Robi kembali tertawa, “Ya pokoknya jangan sampai tertinggal lagi!”

“Iya iya, makasih banyak ya Rob,” ucap Hamzah dengan tulus.

“Iya, tenang saja Zah,” jawab Robi seraya menyerahkan ponsel kepada Hamzah dengan senyuman lebar yang tak kunjung pudar. Di tengah keramaian dan kebisingan kota yang melintas di luar jendela bus, tawa mereka menjadi pengingat bahwa dalam setiap kesibukan hidup, ada selalu ruang untuk saling mendukung dan berbagi kebahagiaan meski hanya dalam bentuk sebuah ponsel yang terlupakan.

Setelah ponsel diterima oleh Hamzah, ia segera memasukkannya ke dalam tas yang terletak di pangkuannya. Dalam sekejap, suasana di dalam bus terasa lebih hangat, meskipun udara dingin masih menyelimuti kota. Hamzah menatap keluar jendela, matanya menyusuri langit yang mulai cerah. Beberapa saat kemudian, bus melaju memasuki perkotaan Oxford. Di luar, gedung-gedung tua menjulang megah, menyerupai kastil-kastil yang anggun. Kastil-kastil itu adalah bagian dari Universitas Oxford, salah satu universitas tertua dan paling terkenal di dunia. Dengan kompleksnya yang luas, gedung-gedung fakultasnya tersebar di seluruh sudut kota, menciptakan pemandangan yang memukau dalam sejarah.

“Rob?” Hamzah memanggil temannya sambil menepuk bahu Robi yang duduk di sampingnya.

“Ada apa Zah?” Robi menjawab dengan nada penasaran, matanya berkilau penuh antusiasme.

Hamzah menunjuk sebuah bangunan megah dari dalam bus. “Lihat bangunan itu! Kita nanti bakal sekolah di sana. Pasti rasanya seperti menjadi Harry Potter,” katanya sambil tertawa ringan, imajinasinya melambung tinggi.

“Benar sekali Zah! Aku sudah tidak sabar untuk ke sana,” sahut Robi dengan semangat membara. “Ditambah lagi kita adalah penggemar berat Harry Potter! Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya berada di tempat seperti itu,” tambahnya, wajahnya bercahaya penuh harapan.

“Iya Rob,” Hamzah melanjutkan sambil mengenang masa lalu. “Aku bahkan masih ingat betul saat film ketujuh Harry Potter dirilis. Kita sampai rela ngutang demi membeli tiketnya!” tawanya menggema dalam bus.

“Hehehe, kamu masih ingat saja Zah,” Robi ikut tertawa, mengenang kenangan manis yang telah menjadi bagian dari persahabatan mereka.

Kedua sahabat ini duduk bersebelahan dalam bus yang bergetar lembut, terhanyut dalam nostalgia dan impian mereka tentang masa depan. Di luar jendela, pemandangan Oxford semakin memukau—seolah mengajak mereka untuk menjelajahi setiap sudutnya dan menemukan keajaiban yang tersembunyi di balik dinding-dinding tua tersebut.

Saat bus melaju lebih jauh ke dalam kota, Hamzah dan Robi tak bisa menahan rasa ingin tahunya. Mereka membayangkan diri mereka sebagai penyihir muda yang baru saja memasuki dunia sihir—dunia yang penuh dengan keajaiban dan petualangan. Setiap gedung yang mereka lihat seolah bercerita tentang sejarah panjang dan rahasia-rahasia yang menunggu untuk diungkap.

“Zah, apa kamu pernah membayangkan kita akan belajar di sini?” tanya Robi dengan nada serius namun penuh kegembiraan.

“Selalu! Ini adalah mimpi ku sejak lama,” jawab Hamzah dengan keyakinan. “Aku akan menjalani petualangan yang tak terlupakan.”

Keduanya berbagi tawa dan cerita tentang harapan serta impian mereka untuk masa depan. Di tengah perjalanan ini, mereka tidak hanya menuju sebuah universitas; mereka sedang menuju ke sebuah babak baru dalam hidup mereka—sebuah perjalanan menuju pengetahuan dan pengalaman yang akan membentuk siapa diri mereka kelak.

Dalam momen-momen kecil ini, saat tawa mengalir dan impian terbang tinggi, Hamzah dan Robi merasakan ikatan persahabatan mereka semakin kuat. Mereka tahu bahwa apa pun tantangan yang akan datang, selama mereka bersama, tidak ada yang tidak mungkin untuk dicapai.

***

Kota Oxford, meskipun tidak terlalu besar, menyimpan pesona yang memikat. Dalam beberapa hari saja, seseorang dapat menghafal setiap sudutnya. Struktur kotanya berkelok-kelok rapi, seolah menggambarkan sebuah labirin yang menunggu untuk dijelajahi. Bangunan-bangunan di sini adalah toko-toko kecil yang penuh warna dan karakter. Dari toko suvenir yang menjajakan barang-barang unik, toko barang bekas dengan kisah-kisah tersendiri, hingga toko buku yang memancarkan aroma kertas dan tinta, semuanya bercerita tentang kehidupan yang berdenyut di dalamnya. Toko cokelat dan manisan menggoda selera, sementara toko pakaian menawarkan gaya yang terinspirasi dari zaman feodal—masa ketika kekuasaan sosiopolotik dikuasai oleh kalangan bangsawan dan monarki.

Toko-toko ini terletak di sisi luar fakultas, merapat di pagar kokoh kastil-kastil Oxford yang megah. Jalanan dipenuhi bus double decker berwarna cerah yang melintasi jalanan sempit, sesekali diselingi oleh sepeda dan mobil kecil. Namun, meski berbagai alat transportasi berlalulalang, orang-orang lebih memilih untuk berjalan kaki. Suasana hidup di Oxford terasa hangat dengan banyaknya pejalan kaki yang menikmati keindahan kota.

Di tengah keramaian itu, Hamzah dan Robi turun dari sebuah bus di pemberhentian. Mereka melihat beberapa penumpang lain juga ikut turun bersamaan dengan mereka. Setelah mengambil barang bawaan, bus itu melaju pergi meninggalkan mereka.

“Rob, ayo kita segera mencari tempat,” ucap Hamzah dengan semangat.

“Iya Zah, tapi sebelum itu kita harus tahu berapa harga sewanya,” jawab Robi, sedikit ragu.

“Betul sekali, Rob. Terlebih lagi, harga bangunan di Oxford adalah yang paling mahal di Inggris. Jadi kita harus pintar-pintar mencari tempat sesuai budget,” timpal Hamzah sambil mengamati sekeliling.

“Di sini itu terbagi menjadi tiga opsi, Rob,” ucap Hamzah dengan nada serius.

“Tiga opsi?” tanya Robi dengan wajah bingung.

“Itu lho, seputar menyewa atau kalau di sini sering disebut flat,” timpal Hamzah.

“Memangnya seperti apa Zah? Aku benar-benar belum tahu tentang ini,” sahut Robi sambil tertawa malu.

“Ya ampun, terus tadi yang bilang tenang-tenang siapa? Hahaha!” Hamzah menggoda sahabatnya.

“Hehehe, aku bilang tenang karena aku yakin kamu sudah paham dengan ini. Kan kamu Hamzah bin Romli yang super cerdas,” balas Robi dengan senyum lebar.

“Hadehh! Jadi begini Robi. Opsi pertama adalah detached house atau rumah terpisah. Ini adalah jenis bangunan yang paling mahal karena berdiri sendiri,” jelas Hamzah.

“Maksudnya berdiri sendiri Zah?” sahut Robi penasaran.

“Lebih baik kita cari tempat duduk dulu. Dari tadi kita masih berdiri di sini,” sahut Hamzah sambil melangkah ke arah kursi panjang di samping jalan.

Setelah mereka duduk, Hamzah melanjutkan penjelasannya. “Jadi Rob, maksud bangunan berdiri sendiri itu adalah bangunan yang tidak seperti rumah-rumah susun. Biasanya memiliki halaman sendiri.”

“Mmm, iya-iya aku paham,” jawab Robi.

“Lalu opsi kedua adalah semi-detached atau rumah gabungan. Beberapa rumah dengan bentuk serupa saling berhimpitan dan berbagi tembok,” lanjut Hamzah. “Terus biasanya jenis bangunan ini untuk sebuah keluarga. Karena bentuknya seperti rumah biasanya hanya saling menempel satu sama lain?” sambung Hamzah.

“Faham tidak Rob?” tanya Hamzah lagi.

“Iya aku faham! Lanjutkan yang ketiga. Apa tadi Zah? Mmm, bangunan flet ya?” timpal Robi antusias.

“Bukan flet, tapi flat!” ucap Hamzah membenarkan sambil tertawa kecil.

Robi tertawa terbahak-bahak. “Hehehe, iya itu maksudku.”

“Jenis bangunan flat ini biasanya berupa kompleks dua sampai tiga lantai dengan jumlah unit bisa mencapai puluhan. Pemilik masing-masing flat bisa disebut landlord,” jelas Hamzah lebih lanjut.

“Mmm, jadi kesimpulannya kita cari model bangunan seperti apa Zah?” tanya Robi penuh rasa ingin tahu.

“Kalau aku sih mendingan cari yang flat. Soalnya biaya sewanya lebih murah. Tapi kalau kamu mau cari bangunan lain itu terserah kamu,” jelas Hamzah.

“Aku juga Zah! Aku mau ikut sama kamu!” sahut Robi penuh semangat.

“Beneran?” tanya Hamzah memastikan.

“Iya Zah! Beneran!” jawab Robi serius.

“Yasudah kalau begitu! Kita cari yang flat ya.”

“Siap Boss!” timpal Robi dengan semangat membara dalam hati mereka berdua untuk menjelajahi Oxford lebih jauh lagi.

***

Hamzah merasakan ketegangan di dadanya saat ia membuka ponsel, jari-jarinya bergerak cepat di atas layar. Ia mencari informasi tentang rumah sewa, harapannya bergetar di antara setiap ketukan. Dalam pikirannya, rumah bukan sekadar tempat tinggal; itu adalah simbol kebebasan dan awal baru. Setelah beberapa saat menjelajahi iklan yang muncul, akhirnya ia menemukan bangunan yang sesuai dengan impiannya.

Dengan penuh semangat, Hamzah menghubungi nomor yang tertera di iklan tersebut. Namun, suara di ujung telepon mengecewakan: "Maaf, bangunan sudah penuh." Kecewa menyusup ke dalam hatinya, tetapi ia tidak menyerah. Ia melanjutkan pencarian, meneliti setiap opsi lain yang muncul di layar. Sayangnya, hasilnya tetap sama; semua bangunan yang ia hubungi telah disewa orang lain.

"Ya Allah," gumam Hamzah sambil menghembuskan napas panjang. Suara itu seolah menggambarkan semua harapannya yang mendadak sirna. Robi, sahabatnya yang duduk di sampingnya, hanya bisa terdiam. Ia merasakan beban yang sama, meski tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Di tengah keheningan itu, tiga orang melintas di depan mereka, langkah mereka penuh tujuan. Tiba-tiba, sebuah ide cemerlang melintas dalam benak Hamzah. "Eh Rob, bagaimana kalau kita ikuti tiga orang itu?" bisiknya penuh semangat.

Robi menatapnya skeptis. "Heh, mau ngapain?" tanyanya dengan nada ragu.

“Sudah ayo ikut aku,” jawab Hamzah sambil berdiri dari tempat duduknya, wajahnya bersinar dengan harapan baru. "Jangan aneh-aneh ya," Robi mengingatkan dengan nada khawatir.

"Iyaa, aku juga nggak bakal aneh-aneh," Hamzah berjanji, meski dalam hatinya ada rasa petualangan yang membara.

Mereka berdua kemudian mulai berjalan mengikuti jejak tiga orang tersebut. Langkah mereka terasa ringan seolah membawa harapan baru. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat kepada kemungkinan-kemungkinan tak terduga yang mungkin akan mengubah nasib mereka malam ini.

Di jalanan yang ramai itu, Hamzah merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Mungkin ini adalah cara semesta memberinya petunjuk; mungkin rumah impiannya ada di tempat yang tak terduga ini. Robi berjalan di sampingnya, masih ragu namun tergerak oleh semangat temannya.

"Kalau kita tidak menemukan apa-apa lagi?" tanya Robi dengan nada khawatir.

"Setidaknya kita mencoba sesuatu yang berbeda," jawab Hamzah dengan keyakinan. "Kadang hal-hal terbaik datang dari keputusan yang paling berani."

Mereka terus mengikuti langkah tiga orang itu, tanpa menyadari bahwa perjalanan ini mungkin akan membawa mereka ke arah yang lebih dari sekadar menemukan rumah sewa—mungkin ini adalah awal dari sebuah petualangan baru yang akan mengubah hidup mereka selamanya.

***

1
eterfall studio
keburu telatt
eterfall studio
menarik
Perla_Rose384
Aku tahu pasti thor punya banyak ide kreatif lagi!
Antromorphis: Hehehe, stay tune yha kk, masih banyak misteri di depan sana yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
yongobongo11:11
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
Antromorphis: Hehehe, terimakasih banyak kk, nantikan Bab selanjutnya yha, masih banyak misteri yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
Heulwen
Ngerti banget, bro!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!