Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Suasana ruang sidang begitu tegang. Ranu, dengan wajah pucat, duduk di samping ibunya. Mereka berdua tidak menyangka, Ina bahkan menghadirkan tetangga yang mengetahui keseharian mereka sebagai saksi. Apalagi adanya foto pernikahan siri antara Ranu dan Siska yang ditunjukkan oleh Ina. Ranu tidak tahu dari mana Ina mendapatkan foto-foto itu.
Di seberang, Ina terlihat tenang, ditemani pengacaranya yang berwajah serius.
Setelah mendengarkan keterangan saksi dan bukti yang diajukan, hakim ketua mengetuk palunya. Bunyi palu itu menggema di ruangan, membuyarkan ketegangan yang mencekam.
"Sidang perkara nomor … dengan penggugat Quina Salsabila… dan tergugat Ranu Warsito …," Kami memutuskan mengabulkan gugatan dari saudari Quina Salsabila. Maka dengan ini saudari Quina Salsabila Binti Wasupati Wardhana, dan Saudara Ranu Warsito dinyatakan telah resmi bercerai!"
Tok tok tok ..
Seketika, decak napas lega terdengar dari beberapa pengunjung sidang. Ranu dan ibunya saling berpandangan, mereka menggelengkan kepalanya. Kecewa karena hasil tidak sesuai harapan. Padahal mereka berharap akan ada mediasi. Tapi ternyata bukti dan saksi yang dibawa oleh Ina.....
Sidang selesai. Para pihak pun meninggalkan ruang sidang, masing-masing dengan pikiran yang berbeda.
***
Setibanya mereka semua di luar ruang sidang, Bu Rahayu dengan cepat menghampiri Ina. Wajahnya yang biasanya keras dan angkuh, kini dipenuhi dengan ekspresi penyesalan. Airmata berlinang di pipinya, wanita tua itu mengulurkan tangannya kepada Ina.
"Ina, Nak," suara Bu Rahayu bergetar, "Maafkan Ibu. Ibu salah. Ibu telah bersikap buruk padamu selama ini, Ibu menyesal."
Ina menatap tangan Bu Rahayu yang terulur, tahu yang sedang dikeluarkan oleh mantan mertuanya itu hanyalah air mata palsu. Ia tak terpengaruh oleh drama yang diperagakan Bu Rahayu. Dia tahu Bu Rahayu hanya berpura-pura menyesal.
"Maafkan Ibu, Nak," Bu Rahayu mengulangi lagi, suaranya semakin bergetar. "Ibu mohon, batalkan perceraian ini. Sebenarnya Ranu sangat mencintaimu. Dia sangat menyesal."
Ina menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tetap tenang. Ia menatap mata Bu Rahayu dengan sorotnya yang datar. "Kenapa tiba-tiba saja Ibu menyesal. Apa karena sekarang Ibu tahu kalau aku adalah putri seorang Wasupati Wardana?
"Tidak, Ina," Bu Rahayu menggelengkan kepalanya, airmata semakin deras mengalir. "Ibu hanya... Ibu hanya khawatir dengan Ranu. Ibu tahu, kamu juga masih mencintai Ranu, kan" Bu Rahayu mencoba meraih tangan Ina lagi.
Ina menghindar. Tak sudi dirinya disentuh oleh orang yang dulu selalu merendahkan dan memperbudak dirinya. “Dulu, dulu sekali mungkin iya. Tapi itu sudah tidak berlaku lagi. Cinta yang baru saja ibu sebut itu sudah mati sejak aku tahu ibu dan seluruh keluarga Ibu telah bersekongkol menghadirkan orang ketiga dalam rumah tangga kami!” tegasnya
"Tidak, Ina," Bu Rahayu memohon, suaranya penuh keputusasaan. "Tolong, berikan kesempatan Ibu kepada Ranu. Kami akan berubah. Ibu dan Ranu akan menjadi suami dan juga mertua yang baik. Dan Ibu berjanji, ibu juga akan menyuruh Ranu untuk segera bercerai dengan Siska. Kamu tenang saja. Mereka itu hanya menikah siri." Bu Rahayu mencoba meyakinkan Ina.
Ina menggelengkan kepalanya, tertawa karena merasa lucu akan sikap dan ucapan Rahayu. Baru beberapa hari yang lalu wanita tua itu memuji-muji menantu barunya, tetapi hari ini tiba-tiba saja semuanya berubah. Tidakkah ini terasa lucu. "Sayangnya aku sudah tidak berminat, Bu. Aku sudah lelah. Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri semuanya. "
Bu Rahayu terduduk lemas di lantai, air mata palsu masih mengalir di pipinya. Ia menyadari bahwa semua usahanya sia-sia. Ina sudah bulat untuk bercerai. Ia telah kehilangan Ina, dan ia telah kehilangan segalanya. Ia hanya bisa menyesali kebodohannya di masa lalu. Seandainya dia bisa bersikap baik sedikit saja terhadap Ina, mungkin dia bisa mengambil banyak manfaat dari wanita itu.
Ina menatap Bu Rahayu dengan iba, tapi ia tetap teguh pada keputusannya. Ia tidak akan pernah memaafkan Bu Rahayu. Ia akan hidup bahagia tanpa harus terus-menerus disakiti.
Ina berbalik dan pergi, meninggalkan Bu Rahayu yang terduduk lemas di lantai.
***
“Bu, sudah dong ayo bangun!” Ranu dan Anton mencoba membantu Bu Rahayu untuk berdiri. Setelah Ina tak lagi berada diantara mereka. Mereka merasa malu karena menjadi pusat perhatian bagi orang-orang yang masih berada di sekitar mereka. Bahkan sebagian dari mereka mencibir dan menggunjing.
Bu Rahayu mengudap wajahnya kasar menggunakan punggung tangan. Sorot penuh amarah terpancar dari dua bola matanya. “Kurang ajar. Kenapa sekarang si udik itu tidak bisa lagi dibujuk. Padahal dulu, ibu bilang apapun dia pasti menjawab iya!” geram wanita tua itu.
“Bu, sudah. Ayo kita pulang. Kita bicara nanti saja di rumah!” Ranu berjalan terlebih dahulu meninggalkan tempat itu, disusul kemudian oleh Ratna dan Anton. Dengan kesal Bu Rahayu menyusul mereka.
***
“Bagaimana sidangnya?” Sandy yang memilih tidak ikut menemani bertanya. Dan selalu, ada ponsel yang berada dalam genggamannya.
Ratna menghempaskan untuk bobot tubuhnya dengan kasar. Wanita itu masih sedikit kesal. Dalam hatinya merasa iri melihat penampilan Ina yang dia lihat tadi. Sehingga enggan untuk menjawab pertanyaan suaminya.
“Kenapa sih?” Sandy merasa penasaran karena semua hanya diam.
“Kamu itu, bagaimana bisa kamu tidak tahu kalau sebenarnya istrimu itu anak orang kaya!” Tiba-tiba saja Bu Rahayu merasa marah pada anak sulungnya.
“Ya mana aku tahu Bu. Ina kan juga nggak pernah cerita. Ibu sendiri juga lihat tiap hari dia hanya jualan kangkung.” Ranu merasa kesal karena sejak dalam perjalanan pulang ibunya terus saja menyalahkannya.
“Memangnya benar begitu, Yank? Dari mana kalian tahu kalau Kak Ina itu anak orang kaya?” Sandy bertanya pada istrinya.
“Tadi itu si udik datang ke sidang bersama kakak dan papanya. Dan kamu tahu tidak, papanya Ina itu adalah pengusaha terkenal dari Jakarta Wasupati Wardana.” meskipun malas akhirnya Ratna menceritakan juga.
Sandi membelalakkan matanya tidak percaya tetapi kemudian mencebik dan manggut-manggut. Itu bukan hal penting baginya. Melihat wajah semua orang begitu keruh tiba-tiba muncul satu ide di benaknya. Ide yang sudah direncanakan dan ingin segera dia realisasikan.
“Sudah, Yank. Nggak usah bete gitu. Nih aku punya kejutan buat kamu!” Sandy berdiri kemudian mengambil sebuah paper bag kecil yang tadi dia letakkan di bufet. Diberikannya itu pada Ratna.
“Mas, ini,,?” Mata Ratna terbelalak begitu wanita itu membuka paper bag.
“Cobain deh, Yank. Kamu suka nggak?” ucap Sandy.
Anton, Ranu, dan ibunya membelalakkan mata melihat apa yang dikeluarkan oleh Ratna dari paperbag, meskipun sebelumnya dari logo yang terdapat di paper bag saja Anton dan Ranu bisa menebak Apa isi di dalamnya.
“Perhiasan,,,?” Seru mereka bertiga.
“Ini yang aku janjikan padamu kemarin, Yank. Mulai sekarang aku berjanji akan semakin memanjakanmu agar rezekiku semakin bertambah.” Sandy mengambil perhiasan itu dari tangan Ratna kemudian memakaikannya. “Suka tidak, kalau tidak nanti aku tukar dengan yang lebih bagus!” ucapnya.
Ratna mengangguk, hatinya melambung tinggi ke udara. bukankah suaminya itu sangat so sweet?
Ranu, Anton, dan ibunya celegukan melihatnya. Perhiasan yang dikenakan oleh Ratna terlihat sangat mewah. Semudah itu Sandy mendapatkannya. Berapa penghasilan Sandy dari investasi yang pernah mereka dengar. Mereka juga mengingat hidup Sandy yang terlalu santai, tidak pernah bekerja keras. Tapi suami Ratna itu selalu memiliki banyak uang.