Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Ketahuan?
Tanpa diduga, El ternyata membawanya ke rumah sakit. Arneta jadi kembali bertanya kenapa El membawanya ke sana. Namun, lagi-lagi El nampak enggan untuk menjawabnya. Kini, keduanya sudah berada di dalam ruangan dokter. Seusai dokter melakukan pemeriksaan pada Arneta, El langsung saja bersuara.
"Arneta sakit apa?" Tanya El dokter yang tak lain adalah Ben. Walau pun profesi Ben sudah naik menjadi dokter spesialis. Namun, di saat sedang memeriksakan kesehatan seperti ini, El meminta Ben yang menanganinya langsung. Termasuk menangani Arneta saat ini.
"Arneta hanya demam. Aku sudah meresepkan obat untuk menurunkan panas dan vitamin untuk menstabilkan tubuhnya kembali."
"Apa tidak ada penyakit lain?" El bertanya dengan wajah yang nampak datar. Lidah Ben pun berdecak mendengar pertanyaannya.
"Sudah kubilang hanya demam, El!" Ben menegaskan hingga membuat El mengangguk paham. "Silahkan tebus obatnya di bagian farmasi. Kalau Arneta masih pusing, dia bisa baring di sini dulu. Kebetulan jadwal praktekku masih lama dimulai."
El dengan cepat menggelengkan kepala. Entah mengapa dia tidak rela membiarkan Arneta terbaring dengan posisi Ben ada di dekatnya. "Dia ikut denganku saja. Pinjamkan kursi roda agar dia tidak pusing saat berjalan!"
Arneta yang sejak tadi diam akhirnya berniat untuk bersuara. Dia tidak ingin dianggap seperti patung yang tidak bisa diajak berinteraksi oleh kedua pria menyebalkan di depannya. "Tidak perlu. Aku bisa jalan sendiri!" Dia menolak tawaran Ben sekaligus keinginan El. Dia bukanlah orang penting yang harus diperlakukan istimewa seperti itu.
Pandangan El beralih pada Arneta. Menatap tajam wanita itu seakan ingin mengulitinya. "Tidak ada yang meminta pendapatmu. Kamu masih sakit dan harus naik kursi roda!" Perkataan El terdengar sangat tegas. Membuat Arneta jadi sebal sendiri mendengarnya. Kenapa juga pria itu bersikap perhatian kepadanya? Padahal, El sudah biasa bersikap ketus dan tidak peduli pada dirinya.
"Ehem, kalau begitu aku minta perawat membawa kursi roda ke sini!" Ben gegas bangkit dari posisi duduk dan memanggil perawat yang baru saja keluar dari dalam ruangan kerjanya. "Sepertinya El sudah mulai perhatian pada Arneta." Ben cukup senang dengan perubahan sikap El. Pria itu memang sangat perhatian pada orang terdekatnya. Dan di saat El bersikap perhatian pada Arneta, membuat Ben berpikir jika hubungan El dan Arneta sudah membaik.
Arneta dibuat kesal karena harus duduk di kursi roda seperti orang yang tidak bisa berjalan dengan baik. Padahal dia hanya pusing saja. Masih bisa berjalan walau pun dengan gerakan lamban.
Kini, merek sudah berada di ruangan farmasi dengan posisi Arneta berada di sebelah El. Karena cukup banyak pasien yang mengantri obat di farmasi, membuat keduanya harus menunggu lama di sana.
"Kamu mau makan apa? Biar aku belikan sekarang." El bertanya saat keduanya sudah kembali berada di dalam mobil setelah mendapatkan obat.
Arneta menggelengkan kepala. Dia tidak menginginkan makanan apa pun itu. Kepalanya sangat pusing saat ini. Dia hanya ingin cepat sampai di rumah dan tidur kembali.
"Aku gak berselera. Nanti saja aku akan memesanya sendiri!"
El tidak menerima penolakan. Dia juga tidak ingin disalahkan oleh Tuan Keenan karena tidak mengurus Arneta dengan baik. Tanpa meminta persetujuan Arneta, El sudah memesan sup ayam dan ayam bakar dari sebuah restoran langganannya. Arneta yang tidak mengetahuinya pun terkejut saat makanan itu diantarkan ke rumah mereka.
"Kenapa dia keras kepala sekali. Padahal aku sudah bilang tidak berselera!" Batin Arneta bersuara. Arneta memilih tidak memperdulikan makanan itu. Dia langsung saja masuk ke dalam kamar dan duduk bersandar di tepi ranjang.
Tak lama berselang, El nampak datang sambil membawa makanan di atas nampan. Arneta dibuat heran dengan sikap El yang tiba-tiba perhatian saat ini. Dia pun tidak banyak bertanya karena tahu El akan marah jika ia terlalu banyak bersuara.
"Makanlah. Setelah itu minum obatnya!" Titah El.
Sebenarnya makanan yang dibawakan El sangat enak walau hanya baru dilihat oleh pandangan mata saja. Namun, kondisinya yang sedang tidak enak badan, membuat Arneta enggan untuk memakannya.
"Aku keluar sebentar untuk mengabari Papa jika aku sudah melakukan tugas dari Papa. Kalau sampai aku kembali makanan ini belum juga kamu sentuh, terima saja akibatnya." Walau berbicara dengan nada pelan, namun suara El masih saja terdengar mengancam di telinga Arneta.
"Oh, ternyata Papa yang meminta. Pantas saja dia bersikap begitu." Pertanyaan yang tadi bersarang di benak Arneta akhirnya terjawab sudah. Tanpa Arneta ketahui, jika El melakukannya atas keinginannya sendiri. Terlepas dari Tuan Keenan tadi meminta El untuk mengurusi dirinya yang sedang sakit.
Keluar dari dalam kamar Arneta, El bukan mengabari Tuan Keenan seperti yang ia katakan tadi. El justru masuk ke dalam kamarnya dan memikirkan apa yang dia lakukan pada Arneta. "Kenapa aku jadi perhatian kepadanya?" Pertanyaan itu menyergap ke benak El. Padahal sejak awal, dia sama sekali tidak suka berdekatan pada Arneta bahkan terbilang sangat jijik. Namun, lihatlah sekarang. El bahkan menggendong Arneta saat melihat Arneta sedang sakit.
"Aku bukan peduli kepadanya. Aku melakukan ini karena Papa!" El menampik rasa perhatiannya itu. Dia tidak ingin merubah perasaannya sedikit pun pada Arneta. Walau pun tanpa ia sadari, perasaan dan sikapnya sudah mulai berubah pada Arneta sejak Bu Maria berpulang kepada sang pencipta.
Karena tidak ingin terkesan terlalu perhatian pada Arneta, El memilih tidak lagi masuk ke dalam kamar Arneta. Dia memilih tetap berdiam diri di dalam kamar dan tidak lagi kembali ke kantor.
Pukul satu siang. Nyonya Rossa nampak menyambangi rumah El dan Arneta. Kedatangannya ke sana tentu saja bukan tanpa alasan. Nyonya Rossa datang karena mengetahui dari Tuan Keenan jika Arneta sedang sakit saat ini.
Kedatangan Nyonya Rossa secara tiba-tiba membuat El kalang kabut. Pasalnya, Arneta masih terbaring di dalam kamarnya. Sementara Nyonya Rossa tahu jika kamar yang seharusnya ditempati oleh Arneta adalah di kamar yang ia tempati saat ini.
"El, dimana Arneta?" Tanya Nyonya Rossa. Tatapan matanya nampak menyelidik saat menyadari kegugupan El saat ini.
"Di-dia ada di kamar, Ma. Arneta lagi istirahat sekarang. Lebih baik Mama menemuinya sebentar lagi saja di saat dia sudah bangun."
Nyonya Rossa semakin merasa curiga. Kenapa juga El melarangnya bertemu Arneta? Seharusnya El membiarkannya saja. Toh ia hanya ingin melihat sebentar bukan mengganggu Arneta. Tanpa menunggu persetujuan dari El, Nyonya Rossa menaiki tangga menuju lantai dua. Di saat ia sudah membuka pintu kamar El, Nyonya Rossa menyerngitkan dahi karena tidak melihat keberadaan Arneta di sana.
"Dimana Arneta, El. Kenapa dia tidak ada di sini?!"
Akhirnya terbukti Arneta masih tersegel rapat.
wong minta cerai ko di kasih yang enak2
ya gagal dong cerai nya
takut ya itu hasil unboxing nya jadi kecebong