Zharagi Hyugi, Raja ke VIII Dinasti Huang, terjebak di dalam pusara konflik perebutan tahta yang membuat Ratu Hwa gelap mata dan menuntutnya turun dari tahta setelah kelahiran Putera Mahkota.
Dia tak terima dengan kelahiran putera mahkota dari rahim Selir Agung Yi-Ang yang akan mengancam posisinya.
Perebutan tahta semakin pelik, saat para petinggi klan ikut mendukung Ratu Hwa untuk tidak menerima kelahiran Putera Mahkota.
Disaat yang bersamaan, perbatasan kerajaan bergejolak setelah sejumlah orang dinyatakan hilang.
Akankah Zharagi Hyugi, sebagai Raja ke VIII Dinasti Huang ini bisa mempertahankan kekuasaannya? Ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs Dream Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tarei, Nyaris Saja
Tarei melangkah mundur, tangan kanannya menyentuh gagang pisau kecil yang disembunyikan di balik lengan jubah pelayan yang ia kenakan. Sorot mata prajurit kepercayaan Ratu Hwa menyipit, penuh kecurigaan.
“Kau tidak terlihat seperti pelayan biasa,” ujar prajurit itu dengan nada dingin. “Siapa yang mengirimmu?”
Tarei tersenyum tipis, mencoba mengulur waktu. “Aku hanya seorang pelayan baru yang tidak tahu tata letak istana ini, Tuan.”
Namun, prajurit itu tidak termakan oleh kebohongan Tarei. Dalam sekejap, pedangnya berkelebat, menyerang Tarei dengan kecepatan yang sulit dihindari.
Dengan kelincahan seorang prajurit terlatih, Tarei melompat ke samping, menghindari serangan itu. Pisau kecilnya meluncur keluar dari lengan bajunya. Dia menyerang balik dengan gerakan cepat, tetapi prajurit itu sama sekali tidak mudah ditaklukkan.
Dentingan logam bergema di lorong sempit ketika pedang bertemu pisau. Meski senjatanya lebih kecil, Tarei memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan strategi. Ia mengarahkan serangan-serangannya ke titik-titik vital, memaksa prajurit itu mundur beberapa langkah.
Namun, suara pertarungan itu mulai menarik perhatian. Dari arah aula, suara langkah kaki prajurit lain semakin mendekat. Tarei tahu bahwa jika ia tertangkap, informasi yang ia peroleh akan sia-sia.
Dengan gerakan mendadak, Tarei memanfaatkan celah kecil ketika lawannya lengah. Ia memukul gagang pedang prajurit itu, membuatnya terlepas dari genggaman. Kemudian, dengan satu tusukan cepat, ia menjatuhkan lawannya tanpa suara.
Tarei menarik napas dalam-dalam, darahnya berdesir cepat. Ia menyeka peluh di dahinya dan segera menghilang ke dalam bayang-bayang sebelum prajurit lainnya tiba.
Kembali ke tempat persembunyiannya di luar istana Ratu Hwa, Tarei dengan cepat menuliskan laporan tentang pertemuan yang ia saksikan. Ia menjelaskan detail rencana Ratu Hwa, termasuk keterlibatan Klan Heiran dan Klan Yun, serta persiapan pasukan rahasia mereka di perbatasan utara.
Laporan itu dimasukkan ke dalam tabung kecil yang diikatkan pada kaki burung elang terlatih. Dengan satu gerakan, Tarei melepaskan burung itu ke udara, memastikan bahwa pesan tersebut akan sampai langsung ke tangan Raja Zharagi.
---
Di istana utama, Zharagi menerima laporan itu dengan tangan kokoh. Matanya tajam ketika membaca setiap detail yang dituliskan Tarei.
“Mereka sudah mulai bergerak,” gumamnya, nada suaranya dingin seperti es. “Ratu Hwa memang cerdas, tapi terlalu percaya diri.”
Ia memandang ke arah peta besar yang tergantung di dinding ruang pertemuan. Tangannya menunjuk ke wilayah perbatasan utara, tempat pasukan rahasia Klan Heiran dikabarkan berkumpul.
“Tarei berhasil mendapatkan informasi penting,” ujarnya kepada para penasihat yang berkumpul di hadapannya. “Namun kita tidak bisa bertindak gegabah. Kita harus memastikan bahwa gerakan mereka terungkap pada saat yang tepat, di hadapan para bangsawan yang netral.”
Salah satu penasihat, Lord Kael, melangkah maju. “Apa rencana kita, Yang Mulia? Apakah kita akan menghancurkan pasukan rahasia mereka sekarang?”
Zharagi menggeleng pelan. “Belum. Jika kita menyerang mereka secara langsung, Ratu Hwa akan memutar balik keadaan dan menjadikan kita sebagai pihak yang agresif. Kita membutuhkan bukti yang tidak bisa disangkal oleh siapa pun.”
Ia menatap Lord Kael dengan penuh keyakinan. “Aku ingin kau mengatur penyusupan ke perbatasan utara. Cari tahu jumlah pasukan mereka, senjata yang mereka miliki, dan nama-nama para pemimpin mereka. Pastikan kita memilikI bukti yang cukup untuk menyeret mereka ke hadapan Dewan Bangsawan.”
Di istananya, Ratu Hwa berdiri di balkon, menatap bintang-bintang di langit malam. Ia tahu bahwa waktu semakin mendekat. Eksekusi Lady Ira tinggal beberapa hari lagi, dan ia harus memastikan bahwa rencananya berjalan sempurna.
Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang mengganjal. Ia menyadari bahwa Zharagi bukan tipe orang yang akan diam saja menghadapi ancaman.
“Zharagi,” gumamnya pelan. “Mari kita lihat siapa yang lebih kuat di antara kita.”
Ratu Hwa berbalik dan melangkah ke dalam aula, tempat Lady Sia menunggunya dengan laporan baru. Dengan penuh tekad, ia bersiap untuk menghadapi permainan yang akan menentukan nasib seluruh kerajaan.
Rencana Zharagi yang Berlapis
Pagi itu, Zharagi memanggil seluruh penasihat utama dan para panglima perang ke ruang pertemuan. Meja panjang dari kayu hitam dipenuhi peta, dokumen rahasia, dan laporan dari para mata-mata. Sorot mata Zharagi tajam, menunjukkan bahwa ia telah memikirkan langkah berikutnya dengan matang.
“Kita tidak hanya akan mengumpulkan bukti, tetapi juga menggiring langkah Ratu Hwa ke dalam jebakannya sendiri,” ujar Zharagi, membuka rapat dengan nada tegas. “Aku ingin setiap gerakan yang mereka lakukan tercatat dengan jelas. Namun, kita juga harus menabur benih keraguan di antara mereka.”
Lord Kael mengangguk. “Apa yang perlu kami lakukan, Yang Mulia?”
Zharagi menunjuk wilayah utara pada peta. “Pasukan rahasia Klan Heiran di perbatasan adalah kunci rencana Ratu Hwa. Kirimkan penyusup yang terpercaya ke sana untuk menyamar sebagai pembelot dari pihak kita. Biarkan mereka membawa informasi palsu tentang kelemahan pertahanan kita di selatan.”
Lord Kael terkejut mendengar strategi ini. “Tapi Yang Mulia, jika mereka mempercayai informasi itu, mereka akan menyerang lebih cepat!”
Zharagi tersenyum tipis, penuh keyakinan. “Itulah yang kita inginkan. Dengan memaksa mereka bergerak lebih awal, kita akan memiliki alasan kuat untuk menempatkan pasukan di wilayah tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan dari Dewan Bangsawan. Dan ketika mereka menyerang, kita akan menangkap mereka dengan tangan berdarah.”
Penasihat lainnya, Lady Mira, menambahkan, “Namun, jika mereka menyadari bahwa informasi itu palsu, rencana ini bisa menjadi bumerang.”
“Aku tahu,” jawab Zharagi. “Karena itu, kita harus memastikan bahwa pembelot kita adalah
Sementara itu, Tarei terus menjalankan tugasnya dengan hati-hati. Ia mengamati setiap gerakan di kediaman Ratu Hwa, mencatat siapa saja yang keluar-masuk istana, dan mendengar percakapan penting.
Suatu malam, Tarei menyelinap ke ruang penyimpanan dokumen Ratu Hwa. Ia menemukan peta yang menunjukkan jalur pasokan rahasia menuju perbatasan utara. Dengan cepat, ia menyalin detail peta itu dan menyembunyikan salinannya di dalam sepatunya.
Namun, saat hendak keluar, langkah kakinya terhenti. Dari balik pintu, ia mendengar suara Ratu Hwa berbicara dengan Lady Sia.
“Kita harus memastikan bahwa Zharagi tidak punya waktu untuk bereaksi. Pasukan di utara akan menyerang dua hari sebelum eksekusi Lady Ira. Itu akan memaksa Zharagi untuk memilih antara menyelamatkan wilayahnya atau membela kehormatan kerajaannya di depan Dewan Bangsawan.”
Tarei menggigit bibirnya, menahan napas. Rencana Ratu Hwa ternyata lebih licik dari yang ia perkirakan.
“Pastikan pengawal istana tetap waspada. Aku tidak ingin ada penyusup yang mencuri informasi penting,” lanjut Ratu Hwa.
Tarei menyelinap keluar dengan hati-hati, mengetahui bahwa waktu semakin sempit untuk melaporkan temuan ini kepada Zharagi.
Ketika Tarei tiba di istana utama, ia segera meminta audiensi dengan Zharagi. Dengan napas tersengal, ia menyampaikan semua yang ia dengar dan peta yang berhasil ia salin.
Zharagi mengamati peta itu dengan seksama. “Dua hari sebelum eksekusi, mereka akan menyerang. Ini lebih cepat dari yang kita perkirakan.”
“Yang Mulia,” ujar Tarei, “mereka mencoba memancing kita untuk lengah. Jika kita tidak mempersiapkan diri, rencana mereka bisa berhasil.”
Zharagi memandang para penasihatnya. “Panggil seluruh panglima perang. Kita akan menggagalkan rencana ini dan memastikan bahwa mereka tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk menyerang lagi.”
Di kediamannya, Ratu Hwa merasa yakin bahwa ia berada di atas angin. Dengan senyuman penuh kemenangan, ia memandangi surat perintah eksekusi Lady Ira yang telah ditandatangani.
“Zharagi akan segera kehilangan kendali,” katanya kepada Lady Sia. “Dan ketika itu terjadi, seluruh Dewan Bangsawan akan berada di pihak kita.”
Namun, ia tidak menyadari bahwa Zharagi telah menyiapkan perangkap yang jauh lebih besar.
Zharagi tidak hanya berencana menggagalkan serangan mereka, tetapi juga mempermalukan Ratu Hwa di depan semua bangsawan. Saat permainan kekuasaan ini semakin memanas, nasib kerajaan bergantung pada langkah terakhir yang akan diambil oleh kedua pihak.
Pertarungan bayangan kini berubah menjadi perang terbuka.