NovelToon NovelToon
Serat Wening Ening Kasmaran

Serat Wening Ening Kasmaran

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Mengubah Takdir
Popularitas:893
Nilai: 5
Nama Author: RizkaHs

Pada masa penjajahan Belanda, tanah Jawa dilanda penderitaan. Mela, gadis berdarah ningrat dari Kesultanan Demak, terpaksa hidup miskin dan berjualan jamu setelah ayahnya gugur dan ibunya sakit.

Saat menginjak remaja, tanah kelahirannya jatuh ke tangan Belanda. Di tengah prahara itu, ia bertemu Welsen, seorang tentara Belanda yang ambisius. Pertemuan Welsen, dan Mela ternyata membuat Welsen jatuh hati pada Mela.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkaHs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ꦲꦺꦤꦩ

Semangkin lami manungsa maka semangkin kelihatan sipaté

Di tahun-tahun akhir pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, suasana pasar di sebuah kota kecil masih tampak ramai. Para pedagang sibuk menjajakan dagangan mereka: buah-buahan, rempah-rempah, kain tenun, hingga peralatan rumah tangga. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, beberapa pedagang terlihat gelisah, berkumpul di salah satu sudut pasar sambil berbisik-bisik.

Seorang pria tua dengan pakaian lusuh, yang dikenal sebagai Pak Wirya, tampak memimpin percakapan tersebut. Wajahnya penuh guratan kekhawatiran. Bersama beberapa pedagang lain, ia berjalan menuju pos penjagaan prajurit kerajaan yang tidak jauh dari pasar. Di sana, seorang prajurit muda bernama Mas Rengga, lengkap dengan tombak dan keris di pinggangnya, tengah berjaga.

Pak Wirya berdiri di depan prajurit dengan tubuh sedikit membungkuk, tanda hormat kepada penjaga kerajaan. Suaranya terdengar bergetar namun tetap tegas:

“Mas Rengga, kami ingin mengadu soal perilaku tentara Kompeni di pasar. Mereka mulai bertindak sewenang-wenang. Tadi pagi, salah satu dari mereka memukul salah seorang pedagang karena dianggap lambat memberi upeti. Kami takut, Mas. Kalau ini dibiarkan, bisa jadi masalah besar.”

Mas Rengga mendengarkan dengan seksama. Ia melihat wajah para pedagang yang tampak ketakutan. Beberapa wanita tua dan pemuda lainnya yang ikut melapor mengangguk-angguk, mendukung perkataan Pak Wirya.

“Betul, Mas. Mereka memaksa kami membayar lebih dari biasanya,” tambah seorang pemuda. “Padahal kami hanya menjual sedikit barang. Kalau begini terus, kami bisa bangkrut!”

Mas Rengga mengangguk dengan serius, lalu menjawab, “Aku mengerti kekhawatiran kalian. Tentara Kompeni memang sering bertindak melampaui batas, apalagi terhadap rakyat kecil. Aku akan melaporkan hal ini langsung ke atasan, agar segera diambil tindakan. Kalian tenang dulu dan tetap berhati-hati di pasar. Jangan sampai ada keributan.”

Begitu juga dengan Mela pada saat itu mencari rempah rempah ia melihat beberapa orang asing tersebut salah seorang prajurit, dengan kumis tebal dan suara lantang, tiba-tiba berhenti di depan lapak seorang penjual rempah.

“Cepat bayar pajak tambahan, atau semua ini kami sita!” bentak si tentara, tangannya terulur kasar ke arah tumpukan rempah.

Penjual rempah itu, seorang pria tua yang sudah membungkuk oleh usia, hanya bisa memandang dengan pasrah. Tangannya gemetar ketika mencoba menjelaskan, “Tuan, saya baru saja membayar kemarin. Dagangan ini belum laku banyak. Mohon beri saya waktu...”

Namun, tentara itu tidak peduli. Dengan gerakan kasar, ia menyapu sebagian rempah ke dalam karung yang dibawa oleh anak buahnya. Beberapa pedagang lain hanya bisa menunduk, takut menjadi sasaran berikutnya.

Mela mengepalkan tangan, bibirnya bergetar menahan amarah. Ia tahu bahwa berbicara atau melawan hanya akan membuat situasi semakin buruk. Arogansi para tentara itu seolah menegaskan bahwa kekuasaan bisa merampas segalanya tanpa belas kasihan.

Mela memalingkan wajah dari pemandangan memilukan itu, namun telinganya masih mendengar jelas suara keras prajurit Belanda yang membentak-bentak. Ia meremas ujung selendangnya dengan gemetar, bibirnya melontarkan kalimat yang hampir tak terdengar, “Benar, mereka sudah semakin arogan kalau dilihat-lihat. Ini tidak bisa dibiarkan...”

Namun, segera setelah kata-kata itu terucap, ia merasa lemah. Bagaimana mungkin seorang gadis muda seperti dirinya mampu melawan? Tubuhnya kecil, tangannya lemah, dan ia hanyalah anak seorang pedagang kain sederhana. Tidak ada kekuatan, tidak ada senjata, tidak ada pelindung. Di hadapannya, para prajurit Belanda yang bertubuh besar itu tampak seperti gunung yang mustahil digoyahkan.

“Aku memang tidak mampu melawan mereka sekarang,” pikirnya, “tapi jika ada cara untuk bersatu dengan yang lain, mungkin kami bisa melawan bersama. Mungkin para prajurit kerajaan, mungkin rakyat yang lain... pasti ada jalan untuk menahan arogansi ini.”

Namun, untuk saat ini, Mela hanya bisa menunduk, menyaksikan dengan hati yang mendidih sementara para tentara itu terus bertindak seenaknya.

***

Saat Mela membuka pintu rumah, ia melihat ibunya yang sedang berbaring di kasur, tampak kelelahan setelah seharian bekerja. Wajah ibu Mela menunjukkan sedikit kebingungan saat melihat anaknya kembali lebih cepat dari biasanya tanpa membawa bahan-bahan rempah untuk jamu.

“Mela, kamu udah pulang?” tanya ibu Mela dengan suara lembut, tapi ada keraguan di matanya. Ia hanya bisa memandang Mela tanpa bergerak, seolah menunggu penjelasan.

“Udah, buk,” jawab Mela singkat, berusaha menyembunyikan kegelisahan di wajahnya. Namun, ibu Mela segera mengamati lebih dekat, merasakan ada yang tidak beres.

"Ndok, ada yang ketinggalan?" tanya ibu dengan nada khawatir, matanya menyelidik, mencari-cari bahan belanjaan yang biasa dibawa Mela.

"Engga ada kok, buk. Aku emang udah pulang," jawab Mela, dengan nada yang agak canggung.

Namun, ibu Mela semakin merasa ada yang aneh. "Belanjaan kamu mana?" tanyanya lagi, lebih tegas.

Mela terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. Ia tahu, meskipun ia tidak ingin ibunya khawatir, ia tidak bisa menahan perasaan yang mulai meluap.

“Engga jadi, buk... Soalnya di pasar tadi ada kejadian,” kata Mela pelan, mencoba mencari kata-kata yang tepat.

“Keja...dian apa? Kok kamu sampai nggak jadi belanja gini?” tanya ibu Mela, suaranya mulai terdengar cemas.

Mela Menceritakan Kejadian di Pasar:

Mela duduk di samping ibunya dan mulai bercerita, suaranya masih terdengar terbata-bata karena amarah yang terkumpul di dadanya.

“Tadi... di pasar, ada militer Belanda. Mereka datang dengan arogan, Buk. Mereka ambil barang-barang dari pedagang tanpa izin. Pedagang yang nggak bisa bayar upeti langsung diancam dan dipukul, buk... Rempah-rempah diambil paksa begitu saja. Mereka nggak peduli siapa yang ada di depan mereka. Seperti… seperti kita nggak ada harganya.”

Ibu Mela hanya terdiam, matanya terpejam sejenak mencoba mencerna cerita Mela. Sepertinya, ia tahu bahwa tindakan sewenang-wenang ini sudah bukan hal baru, tapi mendengarnya dari mulut anaknya tetap membuatnya terkejut dan cemas.

“Mela… kenapa kamu nggak melawan? Kenapa nggak ada yang bisa kita lakukan?” tanya ibu Mela dengan suara yang sedikit bergetar, mulai merasakan ketakutan akan masa depan mereka yang semakin gelap.

Mela menunduk, memegang tangan ibunya dengan lembut. “Aku… aku nggak punya kekuatan, Buk. Mereka besar-besar dan bersenjata. Aku cuma bisa diam dan lihat saja. Tapi aku nggak bisa terus begini, Buk. Kita harus lakukan sesuatu.”

“Mela, kita harus hati-hati. Kita memang tidak bisa melawan mereka sekarang. Tapi jangan biarkan mereka menguasai hati kita dengan rasa takut. Jika sudah saatnya, kita harus bangkit bersama. Kita tidak sendirian.”

Ia akhirnya mengungkapkan apa yang sudah lama mengganggu pikirannya.

"Buk, aku takut deh kalau suatu waktu mereka akan berkuasa," ujar Mela, suaranya serak, penuh ketakutan yang tak bisa lagi disembunyikan.

"Mereka bisa saja terus menindas kita... apa yang bisa kita lakukan kalau mereka sudah menguasai semuanya?"

"Nak," jawab ibu Mela, berusaha menenangkan sambil menepuk lembut tangan Mela. Ia mencoba tersenyum meski hatinya juga dilanda kecemasan. "Mereka memang arogansi, tapi kita masih punya harapan, masih ada kekuatan di tangan kita di tangan rakyat yang mau bertahan."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!