Bayangkan terbangun dan mendapati dirimu dalam tubuh yang bukan milikmu. Itulah yang terjadi padaku setiap kali matahari terbit. Dan kali ini, aku terperangkap dalam tubuh seorang pria asing bernama Arya Pradipta. Tidak ada petunjuk tentang bagaimana aku bisa ada di sini, atau apakah ini hanya sementara. Hanya ada kebingungan, ketakutan, dan kebutuhan untuk berpura-pura menjalani hidup sebagai seseorang yang tak kukenali.
Namun, Arya bukan orang biasa. Setiap hari aku menggali lebih dalam kehidupannya, menemui teka-teki yang membuat kisah ini semakin rumit. Dari panggilan misterius, kenangan yang menghantui, hingga hubungan Arya dengan seorang gadis yang menyimpan rahasia. Di setiap sudut hidup Arya, aku merasakan ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan, sesuatu yang lebih besar dari sekadar tubuh yang kumiliki sementara.
Dalam perjalanan ini, aku menyadari bahwa kehadiranku dalam tubuh Arya bukanlah kebetulan. Ada kekuatan yang menyeret
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Dalam Bayang-Bayang Masa Lalu
Pagi berikutnya, perasaan aneh kembali menyergapku. Bertemu Nina kemarin membuatku semakin sadar bahwa hidup Arya menyimpan lebih banyak rahasia dan perasaan terpendam daripada yang kubayangkan. Kisah mereka seakan terbungkus dalam lapisan misteri yang perlahan mulai terkuak, tetapi menyisakan banyak pertanyaan.
Saat di kantor, aku merasa lebih waspada. Meski sudah berusaha mempelajari kebiasaan Arya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, aku menyadari bahwa mempertahankan peran ini tidaklah mudah. Satu gerakan yang salah, satu kata yang tidak tepat, dan semua orang bisa menyadari perbedaan di antara kami. Tapi yang paling membuatku resah adalah rasa penasaranku pada hubungan Arya dan Nina. Setiap memikirkan sosok Nina, ada perasaan getir di hatiku, seakan aku sendiri bisa merasakan cinta dan kehilangan yang Arya rasakan.
Siang itu, ketika semua orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing, aku memutuskan untuk mencari lebih dalam tentang masa lalu Arya. Aku yakin bahwa jawabannya mungkin tersembunyi dalam beberapa catatan atau barang-barang pribadinya yang belum kutemukan. Jadi, saat waktu istirahat tiba, aku kembali ke rumah dan mulai mencari dengan lebih teliti.
---
Di kamar Arya, aku membuka lemari dan laci-laci kecil yang tampaknya jarang disentuh. Beberapa berkas terlihat rapi, tertata dalam map-map. Di antaranya, aku menemukan sebuah jurnal yang sudah tampak usang. Jurnal ini seperti buku harian, penuh dengan tulisan tangan Arya. Awalnya aku ragu untuk membacanya, merasa bersalah karena mengorek-ngorek privasi orang lain, tetapi rasa penasaran dan keinginan untuk memahami kehidupan Arya mengalahkan keraguanku.
Saat membuka halaman pertama, aku melihat catatan-catatan pendek, sepertinya ditulis dengan emosi yang kuat. Beberapa halaman berisi tentang pekerjaan dan rutinitas sehari-hari, tetapi di halaman lain, aku menemukan catatan yang lebih personal.
*"Hari ini, aku merasa lebih bingung dari biasanya. Nina bilang dia mencintaiku, tapi aku tidak yakin apakah aku bisa mencintainya dengan sepenuh hati. Ada sesuatu dalam diriku yang terasa kosong, meskipun aku tahu dia adalah seseorang yang sangat berharga."*
Aku membaca kalimat itu dengan seksama, merasa seakan-akan aku sedang menyelami perasaan Arya yang paling dalam. Rasa bingung dan kekosongan yang ia rasakan mencerminkan kegelisahan batin yang sulit dijelaskan. Dia mencintai Nina, tetapi sepertinya ada sesuatu dalam dirinya yang menghalangi cinta itu tumbuh sempurna. Mengapa?
Aku melanjutkan ke halaman berikutnya, di mana Arya berbicara tentang pencariannya akan “diri yang sebenarnya.” Tampaknya, ada keinginan besar dalam dirinya untuk memahami siapa dirinya, sesuatu yang mungkin Nina tidak bisa bantu sepenuhnya.
*"Aku merasa kehilangan jati diri, seperti terjebak dalam rutinitas tanpa tujuan. Aku menyayangi Nina, tapi aku tahu aku belum menemukan kedamaian dalam diriku. Apakah aku harus pergi? Ataukah aku harus mencari diriku sendiri sebelum benar-benar bisa mencintainya?"*
Kalimat itu menyentuh hatiku. Seolah-olah Arya berada dalam pencarian spiritual yang mendalam, perjalanan untuk menemukan dirinya yang sejati. Dan mungkin, dalam proses pencarian itu, dia harus mengambil keputusan sulit untuk menjauh dari Nina. Semakin aku membaca, semakin aku bisa merasakan beban yang Arya pikul. Dia mencintai Nina, tetapi ia tidak bisa mencintai sepenuhnya sebelum menemukan kedamaian dalam dirinya sendiri.
---
Keesokan harinya, aku kembali ke kantor dengan perasaan yang lebih tenang. Setidaknya, aku mulai memahami sisi personal Arya dan tantangan emosional yang pernah ia hadapi. Tetapi satu hal yang masih mengganjal dalam pikiranku adalah apakah keputusan Arya untuk menjauh benar-benar membuatnya bahagia atau malah semakin tenggelam dalam kebingungan. Apakah pencariannya berhasil?
Di tengah kesibukan, Fira kembali datang menghampiriku. "Arya, kamu kelihatan lebih murung dari biasanya. Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya dengan nada perhatian.
Aku tersenyum samar, merasa sedikit canggung. "Ah, nggak juga. Cuma banyak pikiran, itu saja."
Fira menatapku dengan tatapan yang penuh empati. "Kalau kamu mau cerita, aku siap mendengarkan. Kadang, bicara sama orang lain bisa membantu kita melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda."
Aku terdiam sejenak, mempertimbangkan tawarannya. Mungkin benar, bicara dengan seseorang bisa membuat bebanku sedikit berkurang. Tapi aku sadar, tidak semua orang bisa memahami perasaanku yang sebenarnya. Aku hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terima kasih atas perhatiannya, meski aku tahu bahwa beban ini adalah beban yang harus kupecahkan sendiri.
---
Di akhir pekan, aku kembali mencoba menghubungi Nina. Kali ini, aku memberanikan diri untuk mengajak bicara lebih mendalam, ingin tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi sebelum mereka berpisah. Saat kami bertemu, Nina menyambutku dengan senyum yang sama seperti sebelumnya. Tapi kali ini, ada rasa canggung di antara kami, seakan-akan dia merasakan perubahan dalam diriku.
"Aku ingin tahu lebih banyak tentang kita... tentang hubungan kita yang dulu," kataku perlahan, berharap Nina bisa membantuku memahami perasaan Arya yang sebenarnya.
Nina menatapku dengan tatapan penuh kesedihan. “Arya, kamu tahu kan… hubungan kita berakhir bukan karena aku tidak mencintaimu. Kamu yang meminta waktu untuk sendiri, dan aku mencoba menghormati itu.”
Aku mengangguk pelan, meski di dalam hati aku masih merasa bingung. "Tapi… kenapa aku butuh waktu untuk sendiri? Apakah ada sesuatu yang salah dalam hubungan kita?"
Nina terdiam sejenak sebelum menjawab, “Kamu selalu merasa ada yang kurang, Arya. Kamu selalu bilang bahwa kamu belum menemukan dirimu yang sebenarnya. Aku berusaha mendampingimu, mencoba membuatmu bahagia, tapi aku juga tahu bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dipaksakan.”
Kata-kata Nina membuatku merenung. Arya berusaha mencari makna dalam hidupnya, tapi ia tak bisa menemukannya bersama orang lain, bahkan dengan seseorang yang sangat ia cintai. Terkadang, perjalanan menemukan diri sendiri adalah perjalanan yang harus dilakukan seorang diri.
Nina melanjutkan, “Aku tidak pernah membencimu, Arya. Aku tahu bahwa kamu hanya ingin jujur pada dirimu sendiri. Jika suatu hari kamu menemukan kedamaian itu, aku berharap kamu bisa bahagia, meski itu berarti kita tidak akan bersama lagi.”
Perasaan getir muncul dalam hatiku. Melihat Nina, aku bisa merasakan cinta dan ketulusan yang mendalam. Mungkin bagi Arya, berpisah dengan Nina adalah keputusan yang menyakitkan namun perlu untuk menemukan dirinya sendiri.
Malam itu, setelah bertemu Nina, aku merasa mendapatkan pemahaman baru tentang Arya. Dia tidak meninggalkan Nina karena kurang cinta, melainkan karena merasa bahwa ia belum utuh untuk benar-benar bisa mencintai. Dia memilih untuk menjauh bukan untuk melukai, tetapi untuk memberikan kesempatan bagi keduanya menemukan kebahagiaan sejati.
Aku kembali ke rumah dan menatap bayangan Arya di cermin. Dalam refleksi itu, aku bisa melihat sosok yang rapuh namun kuat, seseorang yang penuh dengan pergulatan batin namun tetap berusaha mencari kebenaran. Kini, aku mengerti bahwa untuk benar-benar menjalani hidup Arya, aku harus merangkul seluruh cerita, termasuk bagian-bagian yang penuh kesedihan dan kehilangan.
Dengan tekad yang baru, aku bersumpah untuk terus menjalani hidup Arya dengan sebaik mungkin, memahami setiap lapisan emosinya, hingga suatu hari aku bisa menemukan jawaban atas misteri yang menghubungkan kami.