DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM29
"Saya Hanabi Lyxia, dengan ini menyatakan apa yang dikatakan oleh Damar beserta antek-antek nya adalah kebohongan belaka. Saya tidak sakit, saya bersedia untuk dibawa ke psikiater jika memang diperlukan untuk bukti persidangan saat ini ataupun yang akan datang. Dan saya juga dapat membuktikan bahwa perjodohan itu tidak pernah ada. Perkara yang saya adu-kan, semua benar adanya. Saya Hanabi Lyxia, menyatakan mampu membuktikan perselingkuhan suami saya, Damar Satiyo bersama sepupu saya Tuti Pantura. Bukti yang saya miliki sangat lengkap, juga disertai oleh para saksi yang akan menjunjung tinggi kejujuran, bukan menjunjung tinggi NOMINAL BAYARAN." Hana melayangkan tatapan sinis nan mengejek pada orang-orang yang sudah menyudutkan dirinya selama persidangan berlangsung.
Setelah berkata demikian, Hanabi maju ke depan, menghampiri para hakim. Lekas wanita itu menyodorkan beberapa bukti perselingkuhan Damar dengan Tuti, serta beberapa wanita lainnya.
"Bisa para Hakim lihat di sebuah surat keterangan menikah antara Damar dan Tuti? Di sana tertera tanggal, bulan dan tahun di mana mereka sah menjadi suami dan istri. Dan bisa para Hakim periksa pada flashdisk yang saya serahkan? Di sana ada file foto dan video yang merekam perzinahan antara Damar dan Tuti sebelum mereka menikah. Lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun wahai para bapak dan ibu Hakim yang terhormat. Bukti yang saya serahkan bukan hanya perselingkuhan antara Damar dan Tuti, melainkan Damar dengan wanita-wanita lainnya! Di flashdisk tersebut juga ada beberapa bukti kekerasan verbal yang saya dapatkan, juga termasuk aksi pemerasan yang dilakukan mertua dan ipar saya, Pak Hakim. Mohon di periksa!" Hana mundur selangkah, lalu kembali menuju kursinya.
"HEY MANDUL, APA YANG KAU BERIKAN PADA PAK HAKIM, HAH?! KAU MEREKAM PERDEBATAN KECIL YANG TERJADI DI ANTARA KITA KEMARIN? DASAR KAU, MEMANG MENANTU SIALAN, HANABI!" Jumiah berdiri, mencak-mencak sembari berkacak pinggang.
"IBU!" Teriak Damar dengan suara lantang, Jumiah seketika bungkam.
Sementara Hana, wanita cantik itu terkekeh melihat reaksi ibu mertuanya.
"Para Hakim, kalian beruntung sekali dapat menyaksikan langsung kekerasan verbal yang sering saya alami di rumah." Hana duduk, bibirnya mengulas senyuman angkuh.
Damar menatap sang istri yang kembali memasang wajah datar, pria berusaha menyembunyikan kegugupan nya.
'Gak mungkin Hana memiliki bukti. Mau dapat dari mana dia? Akh sial! Bisa kacau kalau gini caranya!' batin Damar kesal.
Sementara itu, di kursi belakang, Tuti menatap tajam sang suami dengan kedua tangan mengepal erat.
'Mas Damar bukan hanya selingkuh dengan ku saja? Tapi juga dengan wanita lain? Dasar brengsek ...!" umpat Tuti di dalam hati.
Para Hakim lekas memeriksa bukti-bukti yang disertakan, menyelidiki dengan cermat.
Ketiga hakim saling memandang, kemudian serentak menganggukkan kepala.
"Bukti diterima." Ucap salah satu Hakim dengan tegas, sambil meletakkan kembali bukti-bukti di atas meja.
Jantung Damar nyaris melompat mendengar Hakim menerima bukti itu begitu saja.
"S-saya keberatan, Pak Hakim! Bukti-bukti itu pasti bukti palsu yang sudah direkayasa. Teknologi zaman sekarang kan sudah pada canggih, jangan mudah perc-"
"Tenang, PAK DAMAR, tenang! Saya tidak seperti anda yang rela menghalalkan segala cara untuk mengagalkan gugatan cerai di persidangan ini. Contohnya, menyogok beberapa orang yang gila uang untuk menjadi saksi yang akan mendukung anda di persidangan ini. -- Saya sudah tau anda akan begini, oleh sebab itu saya sudah mengantisipasi nya. Saya akan menghadirkan saksi-saksi yang akan menguatkan bukti-bukti tersebut. Saksi-saksi yang menyaksikan langsung perbuatan tak senonoh anda dengan para gundik-gundik murahan yang rela di obok-obok demi di antar pulang dengan mobil saya yang anda kenakan ...!" Sindir Hana sambil menatap sinis Tuti.
Tuti balik menatap, kedua alisnya bertaut pertanda ia tak suka.
'Murahan kata mu? Dasar mandul, lihat saja nanti. Kau pikir mudah mencari pekerjaan setelah mendapatkan gelar janda? Wanita lemah seperti mu, bisa apa kau tanpa Mas Damar nanti? Apalagi era mu sebagai influencer sudah selesai, paling nanti kau akan jadi janda murahan demi mencari sesuap nasi. -- Hah! Untung saja kau mandul, jika kau memiliki keturunan dari Mas Damar, bisa-bisa habis uang suami ku untuk menafkahi anakmu! Rugi bandar!' Tuti bermonolog di dalam hati.
Tuti kembali fokus pada jalan persidangan saat Monica, Gavriil dan David diminta maju sebagai saksi. Lebih tepatnya, wanita berbadan dua itu fokus menatap ketampanan Gavriil. Tubuh kekar Gavriil membuat Tuti menelan kasar ludahnya.
'Hah, sayang sekali aku tidak punya kesempatan untuk masuk dalam kehidupan teman si mandul, yang super tampan itu. Jika aku memiliki kesempatan, sudah pasti pria dengan khas wajah bule itu akan menjadi ayah dari anak yang ku kandung!' keluh Tuti di dalam hati.
Sementara itu, Damar menghela napas frustasi. Sesekali pria itu menggebrak meja di depannya kala kesaksian para sahabat Hana membuatnya merasa dirugikan dalam persidangan ini.
'Akh sial ...! Kapan sih mereka memergoki aku? Kenapa aku bisa tak sadar? Akh, kau benar-benar bodoh Damar!' batin pria itu.
Tak hanya Damar, para antek-antek yang ikut serta mendampingi Damar pun tak kalah heboh.
TOK!
TOK!
TOK!
"Harap tenang, ini persidangan! Jika masih ingin war wer wor, harap keluar!" peringat Hakim wanita dengan tatapan sengit.
Setelah suasana kembali sunyi, para Hakim menatap Hana.
"Pihak penggugat, apakah ada lagi yang akan disampaikan?" tanya Hakim wanita.
Sejenak, Hana terdiam. Ia menoleh, menatap sang suami. Tak pernah ia bayangkan akan berada di ruang sidang dan duduk di kursi sebagai penggugat. Memori indahnya dengan Damar tiba-tiba terulang, membuat dada nya sesak. Sekuat tenaga, Hana berusaha menepis sisa-sisa perasaan untuk sang suami.
Hana lekas berdiri. "Hari ini, saya berdiri sebagai seorang istri yang menggugat sang suami karena telah berselingkuh, berzinah, hingga menikah lagi. Alasannya satu, karena sebagai istri, konon katanya saya tak mampu memberikan keturunan. Keturunan itu menurut saya merupakan sebuah rezeki. Dan semua orang WARAS pun tau, maut dan rezeki itu urusan Tuhan, tidak ada yang bisa mendahului sebelum ketentuan-Nya. Selama enam tahun saya dan suami berusaha menjalankan segala saran Dokter, tak sedikit biaya yang kami keluarkan demi mendapatkan keturunan. Namun, jika Tuhan berkata tidak, saya sebagai si pemilik rahim bisa apa? Sebagai seorang istri, saya sudah biasa menjadi kaum yang akan di salahkan. -- 'Tidak akan ada asap jika tidak ada api' kalimat itu pasti akan terdengar di telinga para istri ketika para suami membuat ulah. Kenapa suaminya KDRT? 'Mungkin istrinya melawan dan suka berkata kasar'. Kenapa suaminya selingkuh? 'Mungkin istrinya gak pernah masak, mungkin si istri gak melayani suami, mungkin istrinya gak pernah dandan, mungkin istrinya mandul.' -- See? Siapa yang akan disalahkan atas semua perlakuan suami? Sudah pasti istri lah jawabannya. Seorang istri harus rela terjebak di dalam paradigma konyol dari manusia-manusia berotak dangkal." Hana menghembuskan kasar nafasnya.
"Ternyata tugas istri itu sangat berat ya para Hakim? Menstruasi, mengandung, menyusui, bekerja membantu ekonomi suami, harus bisa masak, harus bisa cantik, harus bisa ngurus rumah, harus bisa ngurus suami dan anak, kalau lagi sial harus di tambah mengurus mertua dan para ipar, intinya harus bisa menjadi menantu yang baik. SEDANGKAN, para suami hanya diberi tugas menjaga hawa nafsu saja, TIDAK BISA? Ah, lucunya dunia ini, ah, maaf jika saya terlalu lebay, Pak Hakim. Entah saya yang terlalu lebay, atau orang-orang di sekeliling saya yang terlalu tega?" Suara Hana kini terdengar serak, air mata nya menetes sudah.
"Konsisten mencintai satu orang itu adalah seni yang indah dan mahal, tentu saja orang-orang yang bernilai rendah tidak akan mampu berada di titik itu. Namun, di banding hal itu, ada hal yang lebih mahal. Kepercayaan, kepercayaan lebih mahal dari apapun. Sekalinya hancur? Akan tetap hancur, jika pun dimaafkan? Tidak akan pernah kembali utuh. -- Apa menurut para hakim, saya mampu rujuk dengan pria yang duduk di sana, lalu menjalani kehidupan tanpa ada lagi rasa kepercayaan?" Telunjuk Hana mengacung ke arah Damar.
"Saya, tidak bisa, Pak Hakim. Saya tidak bisa ...." Air mata Hana mengucur deras. "Sebagai seorang ibu, saya ingin memberikan kehidupan yang nyaman untuk anak saya kelak. Jadi, saya mohon, Pak Hakim. Tolong kabulkan gugatan cerai yang saya ajukan."
"Maksud Bu Hana ...?" masing-masing alis para hakim saling bertaut.
Hana mengangguk, mengulas senyuman indah dengan kedua pipi yang membasah.
"Ya, Pak Hakim. Saya tengah mengandung, saya hamil, saya tidak mandul, Pak Hakim."
Tepat di saat Hana menyelesaikan ucapannya, guntur bergemuruh. Rintik hujan turun membasahi bumi, meninggalkan merdu yang ber-gemericik.
Hana menatap Damar yang mematung. Pria itu jelas terguncang.
'H-hana, hamil?!'
*
*
*
ada extra part kah
tapi tetap semangat y Thor buat cerita ny yg lbih bagus lgi👍😘
lanjutkan pokoknya😆😆😆
bener tuh kata David🤭😆😆😆