Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
**
Wiliam sedang berada di ruangannya, merenung dan memikirkan ucapan Abimanyu saat berada di kantor.
Ketukan pintu terdengar, William membuka pintu dan terlihat istrinya Sintya membawa secangkir kopi hangat.
"Kamu kenapa, Mas?" tanya Sintya. "Dilihat pulang kerja muka mu murung."
William meneguk kopinya lalu menyimpan kembali ke meja. "Aku tadi bertemu Abimanyu di tempat kerja."
"Lantas?"
"Dia ingin aku menjodohkan Kenzo dengan Naomi." William menghela napas.
Sintya mengerutkan keningnya."Kenapa dia bisa berpikir begitu? Kenzo dan Naomi... Mereka berdua itu bukan tipe yang saling cocok, Mas."
William mengangguk pelan, lalu mengusap wajahnya dengan tangan. "Aku juga tidak tahu harus bagaimana. Abimanyu sangat yakin bahwa mereka bisa saling melengkapi, tapi aku rasa itu tidak akan berjalan seperti yang dia bayangkan."
Sintya menyandarkan punggungnya ke kursi, tampak jelas ketidaksenangannya. "Aku sudah sering bilang, Abimanyu itu terlalu mengatur hidup orang lain. Semua orang harus mengikuti apa maunya. Kenzo bukan bonekanya, dan Naomi juga tidak perlu dipaksakan."
"Setidaknya aku sudah mencoba menolaknya," jawab William pelan. "Tapi kamu tahu sendiri, dia tidak mudah untuk diajak bicara."
Sintya menggelengkan kepalanya, wajahnya semakin serius. "Aku tidak suka cara dia memperlakukan orang. Selalu merasa dia yang paling tahu apa yang terbaik untuk semua orang. Kadang aku merasa, dia hanya ingin melihat orang lain terjebak dalam keinginannya sendiri."
**
Tengah malam ini, para anggota OSIS membangunkan para siswi untuk melakukan perjalanan malam mereka di tengah hutan. Lampu senter kecil yang mereka pegang berkelip-kelip dalam kegelapan, menerangi jalan setapak yang sempit dan berliku. Hawa malam yang dingin menyelinap masuk ke dalam jaket, membuat tubuh mereka merinding, namun semangat untuk mengikuti perjalanan ini lebih besar daripada rasa takut yang mulai merayap.
Kenzo sedang memberikan petuah dan juga semangat untuk para siswa dan siswi yang mengikuti acara tersebut.
Aqilla menggeliat sambil menggosok-gosokkan hidung. "Kalau bukan karena Bagas, gue ogah ikutan begini. Ngantuk!"
Nada yang sedang memperhatikan Kenzo, langsung menoleh ke arah Aqilla. "Kamu pacaran sama Bagas?"
Aqilla terkekeh sambil menggelengkan kepala. "Enggak hehe, cuma gue suka aja sama dia."
"Cie Aqilla ternyata suka sama Bagas. Sejak kapan?"
"Udah lama, jangan bilang-bilang ya."
Nada tersenyum. "Iya aman kok."
Selesai mendengarkan ucapan kenzo, satu persatu group memasuki hutan untuk mencari jalan keluar dari hutan.
Saat kelompok itu berjalan lebih jauh ke dalam hutan, suasana semakin terasa tegang. Hanya suara langkah kaki dan desahan napas yang terdengar di tengah kesunyian malam. Kenzo memimpin di depan, dengan wajah serius meskipun sesekali ia melirik ke belakang, memastikan semua orang mengikuti.
Aqilla yang mulai merasa tidak nyaman dengan gelapnya hutan, menggenggam erat tasnya dan berjalan lebih dekat ke Nada. "Ini... serem ya, Gue takut sih," bisiknya.
Nada yang berjalan di sampingnya hanya tersenyum kecil. "Jangan takut, Aqilla. Itu cuma perasaan aja. Lagian, kalau ada Bagas di sini, pasti lebih aman, kan?" goda Nada.
Aqilla tertawa canggung, menundukkan kepala. "Iya, ya... Tapi tetap aja, ini ngeriiii."
Di depan, Kenzo melanjutkan petuahnya dengan suara yang sedikit lebih tinggi, mencoba menjaga semangat teman-temannya. "Ingat, jangan pernah takut dengan hal yang enggak bisa kita lihat. Yang penting kita tetap tenang dan tetap berjalan maju," katanya, mencoba memberi motivasi.
Tapi ketika suara langkah mereka semakin dalam ke hutan, tiba-tiba terdengar suara berderak keras di balik semak-semak. Semua berhenti seketika, mata mereka tertuju ke arah suara tersebut. Kenzo menahan napas, mencoba mencerna apa yang baru saja terdengar.
"Tenang, pasti itu cuma suara binatang," ucap Kenzo berusaha meyakinkan, meskipun wajahnya mulai menunjukkan kekhawatiran yang sedikit tampak.
Namun, di tengah kegelapan, ketegangan semakin terasa. Aqilla merapatkan diri pada Nada, sementara yang lainnya menahan napas, siap dengan segala kemungkinan yang ada.
"Kenzo, jangan bilang kalau ini cuma imajinasi gue aja," kata Aqilla dengan suara bergetar, "Tapi kenapa kayaknya makin serem ya?"
Nada tersenyum, mencoba mencairkan suasana, meskipun hatinya juga mulai berdebar. "Gak apa-apa, Aqilla. Kenzo kan ada di depan, pasti aman."
Namun, seiring berjalannya waktu, ketegangan di hutan semakin terasa, dan mereka tidak bisa menahan rasa takut yang kian meluas.
Jalan semakin terasa sempit karena beberapa kelompok mencoba berjalan lebih dulu hingga mengakibatkan Nada terdorong ke belakang, Nada mencoba menahan diri supaya tidak terdorong, namun tetap saja tenang mereka yang sedang ketakutan lebih besar hingga Nada jatuh ke belakang, dan seseorang menarik Nada dan mendorong Nada sedikit lebih kencang hingga tidak terasa dia terguling ke sedikit jurang yang sudah dibatas oleh para anggota osis.
Semua orang tidak memperhatikan jalan, sampai akhirnya menempuh perjalanan dua puluh menit, mereka sampai di tempat masuk berkemah.
Kenzo memperhatikan semua kelompok yang ikut berjalan bersama hingga finish. Semua sudah bergabung bersama masing-masing kelompoknya.
"Ayo kumpul di tengah api unggun!" teriak Anggara mengamankan semua kelompok.
"Ayok cepat!" teriak Bagas, ikut mengamankan.
Kenzo mengerutkan kening, tidak melihat Nada di sana.
"Nada mana?" tanya Kenzo saat Aqilla melintas.
"Nada ada di belakang, tadi dia kedorong sama anak-anak," jawab Aqilla.
Kenzo langsung berjalan kembali ke belakang, dan dia tidak melihat Nada di sana.
"Jen, Jeno!" panggil Aqilla.
"Apa? Oh ya, mana Nada?"tanya Jeno sambil celingukkan.
Aqilla mengigit kukunya. " Tadi dia di samping gue, terus anak-anak yang di belakang pada ketakutan, mereka malah saling dorong habis itu Nada enggak keliatan lagi."
"Apa?! Terus jadi gimana? Nada hilang?"
"Enggak tahu, Kenzo lagi cari tuh."
Jeno berdecak sambil berlari menghampiri Kenzo. Dan Kenzo masih mencari dengan mengarahkan senter ke tengah hutan.
"Nada mana?" tanya Jeno.
Kenzo menggelengkan kepala dengan wajah penuh kehawatiran, pasalnya saat ditunggu Nada tak keluar dari hutan.
Sedangkan di tengah hutan, Nada sedang mencari pegangan yang kuat untuk menahan beban tubuhnya.
"Kenapa enggak jatuh aja sih?!"
Nada menenggak ke atas saat terdengar suara yang dia kenali.
"Naomi tolong aku!" teriak Nada.
"Idih apaan minta tolong gue! Gue kan yang dorong Lo. "
"Kenapa Lo lakuin ini sama gue Naomi?"
"Gue udah bilang sama Lo, gue kan pengen Lo mati!"
Nada merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Dengan jantung berdebar kencang, dia menatap Naomi yang berdiri di atas pohon, senyum jahat terukir di wajahnya. Tangan Nada menggenggam erat cabang pohon yang setengah patah, tetapi tubuhnya masih tergantung, hampir kehilangan keseimbangan.
"Kenapa enggak jatuh aja sih?!" gerutu Naomi sambil menendang ranting tersebut.
Nada kembali berteriak, suaranya hampir tenggelam dalam gemuruh angin yang berhembus kencang.
Naomi tertawa dingin dari atas, "Lo pikir gue peduli sama lo? Jangan harap!"
Nada menggigit bibir, tubuhnya makin melemah. Lantai hutan yang gelap semakin terlihat jauh di bawahnya. Tak ada jalan lain selain bertahan, atau terjatuh ke dalam kegelapan yang mengerikan.
Dalam keheningan sesaat, terdengar suara langkah berat di antara pepohonan. Ada sesuatu yang mendekat. Hati Nada mulai berpacu lebih cepat. Dengan susah payah, dia mengarahkan pandangannya ke sekitar, mencari tahu dari mana asal suara itu. Tanpa peringatan, sosok besar muncul dari balik semak-semak. Mata merah menyala menatap langsung ke arahnya.
"Naomi! Ada apa itu?!" Nada berteriak, suaranya mulai cemas.
Naomi, yang tampak santai di atas, berbalik, wajahnya berubah pucat. "Itu... itu bukan manusia!" katanya gemetar.
Hati Nada hampir berhenti berdetak. Sesuatu yang lebih gelap dari malam itu mendekat dengan cepat, dan tubuhnya semakin tak kuat menahan beratnya. Kini, dia harus membuat keputusan yang tak terbayangkan.