Anyelir adalah salah satu nama apartemen mewah yang terletak di sudut kota metropolitan. Suatu hari terjadi pembunuhan pada seorang wanita muda yang tinggal di apartemen anyelir 01. Pembunuhnya hanya meninggalkan setangkai bunga anyelir putih di atas tubuh bersimbah darah itu.
Lisa Amelia Sitarus harus pergi kesana untuk menyelidiki tragedi yang terjadi karena sudah terlanjur terikat kontrak dengan wanita misterius yang ia ditemui di alun-alun kota. Tapi, pada kenyataan nya ia harus terjebak dalam permainan kematian yang diciptakan oleh sang dalang. Ia juga berkerjasama dengan pewaris kerajaan bisnis The farrow grup, Rafan syahdan Farrow.
Apa yang terjadi di apartemen tersebut? Dan permainan apakah yang harus mereka selesaikan? Yuk, ikutin kisahnya disini.
*
Cerita ini murni ide dari author mohon jangan melakukan plagiat. Yuk! sama-sama menghargai dalam berkarya.
follow juga ig aku : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
...Warning!!!...
...Cerita ini bukan untuk anak dibawah umur. Jadi kalau kamu merasa belum cukup umur, tolong jangan lanjutkan membaca....
...°°°...
Lampu utama di padamkan menyisakan lampu kuning temaram yang bercahaya remang. Seorang gadis memakai gaun biru tipis memainkan piano dengan sangat lihai, wajahnya sangat cantik dengan bola mata indah. Bibirnya sesekali menyunggingkan senyum manis nan menawan.
"saya Clarissa, malam ini akan menjadi penyelenggara pesta yang baik." Clarissa berdiri diatas panggung memegang mic hingga suaranya terdengar jelas, "Aku akan menjadikan malam ini menjadi malam yang tidak terlupakan bagi kita semua."
Gemuruh riuh suara tepuk tangan terdengar setelah Clarissa menyelesaikan kata-katanya. Farhan memandangi gadis itu dengan binar kagum, memang tidak bisa dipungkiri Clarissa memiliki wajah yang sangat menawan.
"Sebagai pembukaan mari kita minum secangkir anggur," Clarissa mengambil satu gelas anggur merah darah yang disodorkan maid. Ia mengangkat gelas tersebut setinggi mungkin, semua orang yang duduk juga melakukan hal serupa, tak terkecuali Lisa.
Piano terus dimainkan, alunan piano yang syahdu membuat suasana dalam ruangan itu menjadi sangat damai dan tenang. Tak lama kemudian sekitar sepuluh remaja enam belas tahun naik keatas panggung. Mereka mengenakan gaun merah darah longgar, rambut hitam mereka dibiarkan tergerai. Alunan piano berubah menjadi lebih bersemangat mengiringi para penari yang mulai menggerakkan tubuh mereka dengan anggun.
Semua orang yang ada diatas panggung tersenyum, termasuk gadis piano. Lisa perlahan meletakkan gelas anggur diatas meja, tak jadi meminumnya. Entah kenapa ia merasakan senyum gadis-gadis itu tidak terlihat bahagia atau senang. Mereka tersenyum, tapi ada kekosongan disana.
Center yang ada dalam kelompok penari itu juga cukup menarik perhatian. Lisa menyipitkan mata, mencoba mengingat dimana ia pernah melihat gadis itu. Wajahnya terlihat familiar.
Saat sedang memperhatikan, gadis itu juga tidak sengaja beradu pandang dengan Lisa, secara samar ada keterkejutan diwajahnya kemudian cepat-cepat memalingkan kepala.
Aneh. Kenapa dia seolah menghindar. Batin Lisa heran.
"kenapa tidak diminum?" Morticia duduk disamping Lisa. Sejak tadi ia sudah memperhatikan Lisa yang hanya duduk sendirian menatap serius kearah panggung.
"Aku tidak terbiasa, kalau dipaksakan mungkin aku tidak akan sadar setelah minum." Jawab Lisa, kepalanya menoleh hanya untuk membuatnya terkejut. Morticia. Siapa yang tidak tahu dengan pemilik perusahaan musik terbesar itu, Clarvix musik.
"Astaga! Ibu Morti!" Lisa tidak bisa menahan keterkejutannya, tidak menyangka akan bertemu sosok seperti Morticia di pesta ini.
"kau seperti melihat hantu. Apa aku menyeramkan?" Tanya morticia sembari meminum anggur yang tidak diminum oleh Lisa dalam sekali tegukkan.
"Bukan, bukan begitu bu. Aku hanya mengidolakan mu," Ucap Lisa cepat, ia memang mengidolakan morticia sejak sd. Morticia dulunya adalah penyanyi, seorang diva hebat yang kemudian mendirikan perusahaan musik setelah berselisih dengan saingannya.
Pertunjukan terus berlanjut, sekarang setelah tarian selesai. Ada penampilan drama pendek, penampilan sederhana yang sebenarnya tidak sederhana.
Drama tentang hidup, perjuangan untuk mencapai hidup yang mulia. Aktris Liana damini, berperan sebagai karakter utama yang mengalami banyak metamorfosis. Berawal dari manusia lemah yang kemudian berjuang untuk bisa berdiri di puncak tertinggi.
"Kenapa kau repot-repot datang kesini? Tempat ini tidak cocok untukmu, kau hanya orang miskin." Morticia menyampaikan pikirannya secara blak-blakan. Memang, seperti yang dirumorkan banyak orang, Morticia tidak pernah menyaring ucapan yang keluar dari mulutnya pantas saja dia memiliki banyak musuh.
Lisa hanya diam, ia tidak perlu menjelaskan kepada morticia kenapa datang kesini. Ia tidak akan menceritakan misi nya kepada siapapun.
"Menarik. Kau bahkan berani mengabaikanku?" Nada bicara morticia terdengar tidak senang.
"lantas kenapa bu morticia datang kesini? Ibu tidak tinggal disini, seharusnya yang boleh datang hanya orang yang tinggal di Anyelir. Aku baru pindah dan di undang jadi tidak ada salahnya datang. Sedangkan ibu hanya orang luar, bukankah lebih aneh kenapa bu morticia datang?"kata Lisa.
" Bocah, aku bisa melakukan apapun yang aku mau termasuk datang kesini sesuka hati."Sahut Morticia kesal, dia dengan santai mengeluarkan sebatang rokok. Hanya dia yang berani merokok, dan orang-orang hanya mengabaikan.
Lisa melirik sekilas lalu membuat kesimpulan dalam hati, morticia sangat di hormati disini, dia patut di curigai.
"Setelah ini kita akan berdansa, semua orang harap bersiap." Clarissa kembali berdiri diatas panggung, sesaat setelah Clarissa selesai berbicara musik jazz di mainkan lalu lampu secara tiba-tiba padam.
"Hei, kenapa gelap sekali? "
"sejak kapan kita berdansa dalam gelap?"
"Clarissa! cepat nyalakan lampu!"
Orang-orang yang datang mulai melontarkan keluhannya karena lampu yang tiba-tiba padam.
"Aneh, kenapa lampu dimatikan, " morticia bergumam disamping Lisa, dia juga bingung.
Lisa rasa ada yang tidak beres. Lalu, tanpa bisa dibendung alarm berbahaya dikepalanya berbunyi. Sesuatu yang berbahaya mungkin akan terjadi sebentar lagi.
Mungkinkah akan ada pembunuhan lainnya? Memikirkan hal itu membuat Lisa gemetar. Jika memang benar, berarti salah satu orang yang datang ke pesta adalah pembunuh yang sudah membunuh Aruna.
Saat Lisa masih memikirkan tentang berbagai kemungkinan, ia tiba-tiba merasa mual dan pusing.
"Bu morti," Lisa memanggil morticia yang paling dekat dengannya.
"Sial. Jangan dihirup, seseorang telah menyemprotkan gas monoksida." Ungkap Morticia,
Hanya saja pemberitahuan tersebut sudah sangat terlambat karena semua orang sudah menghirup gas tersebut hingga menyebabkan pingsan massal.
Tempat itu berubah menjadi sangat tenang, tidak ada suara, tidak ada musik dan tidak ada kegaduhan.
Tiba-tiba satu orang yang entah sejak kapan sudah memakai masker berdiri. Ia mengeluarkan senter dari dalam tasnya, setelah menyalakannya, ia membawa senter tersebut keatas panggung.
Diletakkan nya lilin tersebut diatas piano. Panggung menjadi sedikit terang, orang itu berjalan menyusuri meja demi meja yang berjejer.
"Cantik sekali," Ia bergumam sambil memandangi wajah Naomi. Tangannya menarik gadis itu kearah panggung,
Ia baringkan perlahan Naomi diatas panggung. Lalu gaun biru yang membalut tubuh Naomi di robek hingga tak menyisakan apapun untuk menutupi tubuhnya.
Puas menatap sekujur tubuh Naomi, orang itu mengeluarkan sebua pisau. Ia mulai membuat goresan demi goresan di tubuh Naomi, seolah ia sedang menggambar di sebuah kanvas dan hendak menjadikannya sebagai lukisan yang menakjubkan.
"Ah, aku harus mengambil yang ini." Ucapnya kemudian menarik lidah Naomi keluar. Ia tersenyum smirk kala menyimpan benda merah basah tersebut dalam kotak makan kaca.
Darah segar mengucur keluar dari mulut Naomi. Mungkin karena sakit yang menyerang sekujur tubuhnya, gadis itu tersadar lebih cepat.
"Ngghhh..."Naomi ingin berteriak tapi tidak ada suara yang keluar. ia mengangkat tangannya, menarik kuat rambutnya. Tubuhnya amat sakit dan mulutnya pun amat pedih. Matanya membelalak takut kala menyadari banyak darah yang mengalir keluar dari mulut.
" Kau sudah sadar, Naomi?"Satu suara mengalihkan atensi Naomi. Mendongak ia untuk melihat siapa yang baru saja bersuara.
"Aaa.. aa, " Naomi menatap orang itu marah, ia ingin bertanya tapi ia sudah tidak bisa lagi berbicara.
"Waw.. Walaupun di ambang kematian kau tetap angkuh. Memohon lah, Naomi! maka Aku beri kau kematian yang mudah."
Naomi menggeleng, sudut matanya berair lalu tanpa bisa dicegah gadis itu mulai menangis. Bukan hanya karena ia takut, tapi juga karena rasa sakit yang ia rasakan.
"Bagus, menangislah." Ia berjongkok lalu mengusap air mata di pipi penuh luka Naomi. Pisau yang sejak tadi ia pegang mulai menggores leher Naomi.
Gadis itu memberontak, ia bergerak liar menghindari goresan pisau. Namun apalah daya, Naomi sudah kehabisan tenaga ditambah dengan rasa sakit yang menggerogoti tubuh.
"HAHAHAHA!!! " Orang itu tertawa keras lalu dalam sekali hentakkan menoreh dalam leher Naomi membuat gadis itu tersedak, pergerakannya mulai melemah dan kepalanya terkulai lemas. Mati. Naomi menghembuskan nafas terakhir dengan mata membelalak lebar.
Melirik jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Sial," Ia mengumpat, karena terlalu bersenang-senang dengan Naomi ia sempat lupa waktu. Sebentar lagi orang-orang yang pingsan akan bangun. dengan tergesa-gesa ia mengeluarkan setangkai Anyelir lalu meletakkan dalam genggaman tangan Naomi yang putih bersih.
...***...
Jangan lupa vote, komen dan subscribe..
Follow juga ig: aca_0325