Dominica Sophia Raviola Dexter, gadis cantik berusia 16 tahun itu merasa hidupnya tidak tenang karena selalu dipertemukan oleh seorang pria bernama Alexander Kai Devinter, pria yang berusia 12 tahun jauh di atas dirinya.
Alexander Kai Devinter, laki-laki berusia 28 tahun, pria single yang dingin dan menutup hati setelah kepergian sang kekasih, hingga orang tuanya nyaris kehilangan harapan memiliki menantu, mulai bangkit kembali dan mulai mengejar gadis yang membuatnya jatuh hati. Setelah pertemuan malam hari di sebuah pesta itu.
Bagai terikat sebuah benang takdir, keduanya selalu dipertemukan secara tidak sengaja.
Akankah Sophia menerima takdir cintanya, atau justru membuat takdir cintanya sendiri?
Don't Boom like!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Claudia Diaz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebusukan Yang Terbongkar
“Duh, yang baru saja diantar kekasih hati, kok biasa saja, kau tidak merasa senang?" entah datang dari mana Jayden merangkul pundak Soya secara tiba-tiba dan menggodanya. Soya hanya melirik dan berdecak dengan kesal.
“Omong-omong, Richard semakin tampan saja, tadi banyak siswi yang melirik penuh minat pada kekasihmu, salahkan kekasihmu yang kelewat tampan itu," kata Jayden panjang lebar.
“Termasuk dirimu?" ucap Soya tiba-tiba.
“Apa?" Jayden menghentikan langkahnya, merasa bingung apa maksud gadis ini.
“Kau menyukai kekasihku, menaruh minat padanya?" tuding Soya lagi.
“Apa? Hei, sorry, ya. Aku masih normal. Mana mungkin aku menyukai lelaki!" Jayden berteriak tidak terima. Apa-apaan sahabatnya itu. Maaf saja, ia masih menyukai buah melon daripada buah pisang.
“Kupikir kau menyukai buah pisang, habisnya kau tampak bersemangat saat membicarakan kekasihku," ucap Soya tak acuh.
Jayden mendengus, jika saja Soya itu bukan sahabat kecilnya, bukan juga anak dari Kevin, sudah pasti ia akan membenturkan kepala gadis itu ke tembok tanpa ampun karena sudah berbicara dengan asal. Namun, ia masih sayang nyawa. Tentu saja ia tidak ingin menjadi kriminal di usianya yang belum legal.
“Teorimu tidak berdasar, Nona Muda. Akan tetapi, aku serius, kau tidak senang diantar kekasihmu, tidak merasakan berbunga-bunga, atau ada kupu-kupu yang berterbangan di sekitar perutmu?"
“Hentikan, kau terlalu berlebihan, Jayden! Apa otakmu itu hanya dipenuhi hal-hal semacam itu? Menggelikan!"
“Namanya juga Anak Muda. Apalagi kisah cinta masa menengah atas itu sedang indah-indahnya."
“Itu hanya mitos. Tidak ada masa-masa indah saat sekolah menengah pertama, jika itu tentang cinta."
“Aku mencium bau-bau pertengkaran di sini, iya, kan. Kau sedang bertengkar dengan Richard, kan?"
“Aku hanya merasa bosan saja, hubungan kami tidak ada kemajuan. Selain itu aku juga merasa tidak yakin dengannya, dia terlihat tidak serius denganku. Apa karena aku masih gadis sekolah menengah atas?"
“Cinta itu tidak memandang status seperti itu dan cinta itu tidak memandang usia, kau ini ada-ada saja."
Langkah kaki Soya terhenti. Dibalikkan badannya menghadap Jayden, “Kau benar, cinta itu tidak memandang status, itu yang kita tangkap. Namun, akan berbeda cerita jika itu sudah bertemu dengan orang tua dan keluarga. Meski ada ungkapan cinta tidak memandang status, tetapi orang tua tetap memperhatikan bibit, bebet, bobotnya. Ujung-ujungnya sampai ke status juga."
Jayden terdiam, benar juga apa yang dikatakan sahabatnya. Cinta tidak memandang status terkadang hanya sebuah omong kosong belaka.
“Lalu apa masalahmu dengan Richard?"
“Entahlah. Semakin ke sini aku merasa bahwa ia semakin menjauh dariku, kau masih ingatkan yang kuceritakan kemarin? Aku rasa itu benar."
“Dia terlihat seperti menyembunyikan sesuatu darimu?"
“Sepertinya begitu, tapi dia masih saja posesif, tidak mengizinkanku dekat dengan laki-laki lain."
“Cih! Baru jadi kekasih saja sudah seperti itu, lagipula kalian berdua belum terikat seperti Kak Lulu dan kekasihnya. Posesif sekali, pasti membosankan. Dan kau menurutinya?"
“Tidak sepenuhnya. Aku adalah tipe wanita yang enggan terlalu patuh pada lelaki. Aku sendiri masih belum sepenuhnya percaya pada Richard. Aku akan tetap menjadi Sophia seperti biasa, bisa dekat dengan lelaki mana saja yang aku inginkan."
“Kukira kau sudah bertobat ternyata belum. Berarti selama ini kau tidak cinta pada kekasihmu," cibir lelaki berkulit pucat tersebut.
“Cinta, jika ditanya aku mencintainya atau tidak, aku tentu saja mencintainya, tapi tidak sampai jatuh sedalam itu. Jika aku dikhianati tentu saja aku merasakan sakit. Meskipun rasa cintaku tidak sebesar itu, tetapi aku juga masih memiliki hati. Yang namanya dikhianati tentu terasa sangat menyakitkan, bukan?"
“Kuharap kau segera menemukan, seorang lelaki yang membuatmu merasakan bagaimana rasanya benar-benar dicintai. Dan bisa menjadi pawang gadis liar sepertimu yang hobi memberi harapan palsu bagi para pria," Jayden berharap.
“Mana ada aku memberikan harapan palsu pada mereka? Aku, kan hanya menganggap mereka teman!" protes gadis cantik itu.
“Kau memang menganggap mereka teman, tapi perlakuanmu pada setiap pria yang terlalu perhatian bahkan sampai hal-hal kecil dan membuat mereka nyaman hingga jatuh cinta, itu sama saja membuat mereka salah paham dan berharap supaya kau menjadikan mereka kekasihmu!"
“Apa dirimu juga termasuk dalam jajaran pria itu?"
“Siapa, aku?" tunjuk Jayden pada diri sendiri. “Tidak, tentu saja tidak! Karena aku mengetahui dirimu dan semua tentangmu dari A hingga Z. Aku hanya menganggapmu sebagai sahabat kecilku saja, tidak lebih. Maaf saja, ya. Jika kau ingin silakan cari saja orang lain, jangan aku. Aku tidak mencintaimu."
“Bajingan kau Casper!" umpat Soya. Kemudian meninggalkan Jayden sendirian di lobi sekolah.
“Lah, merajuk pula, Anak itu? Aku salah bicara, kah?" bingungnya pada diri sendiri.
Brak! Dibantingnya tas itu dengan kasar ke bangku membuat Bruzetta terperanjat, “Masih pagi Nona, masih pagi. Sudah banting-banting saja, kerasukan setan mana kau ini?"
“Aku kerasukan Casper," Soya menjawab setelah ia mendaratkan pantatnya di bangku.
“Ada apa lagi dengan Casper? Kau berangkat dengannya, kah?"
“Dia membuatku kesal. Padahal ini masih pagi."
“Cih! Dasar sahabat tidak sadar diri. Dia saja sering membuat orang lain merasa kesal setiap pagi," batin Bruzetta mencibir.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seorang pemuda terlihat membuang napas gusar berkali-kali. Minuman di depannya pun tidak diacuhkan olehnya.
“Kau kenapa, Sayang?" tanya seorang wanita dengan suara yang lembut dan terkesan manja.
“Aku tidak apa-apa, kok. Hanya sedikit lelah karena membantu Papi di perusahaan," alibinya.
“Bisakah tidak memikirkan perusahaan? Kita sedang menikmati waktu berdua ... aku merasa diduakan jika begitu," kata sang wanita itu.
“Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan mengulanginya lagi," ujar sang pria sambil memeluk mesra sang kekasih.
Tanpa mereka ketahui ada dua orang yang melihat interaksi pasangan tersebut dan merekamnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kevin sedang berada di ruangan miliknya saat ini sembari memeriksa berkas-berkas perusahaan. Beberapa saat lalu, ia menerima sebuah pesan dari orang kepercayaannya yang memberikan data diri Richard Loey.
Tanggapan Kevin? Tentu saja pria berusia kepala empat itu hanya tersenyum. Namun, bulan sebuah senyuman tulus yang ia tunjukkan, melainkan senyuman meremehkan.
Benar dugaannya, bahwa kekasih anaknya hanyalah seorang pemuda brengsek, yang gemar bermain wanita. Bahkan, mereka semua tak terhitung jumlahnya. Selain itu pemuda tersebut tidak membantu perusahaan keluarganya, ia merupakan pemuda yang pemalas, yang hanya tahu hidup berfoya-foya saja.
“Memulung di mana Sophia, hingga menemukan lelaki model begini?" heran Kevin. Ia tak memarahi sang putri, karena sang putri masih berpacaran dalam batas yang wajar. Kevin hanya mentertawakan kekasih dari putrinya.
Dering notifikasi, merebut atensi Kevin, sebuah pesan berisi video, ia terima. Kevin lantas memutar video tersebut. Lagi-lagi hanya sebuah seringai tipis yang ia tunjukkan.
“Benar-benar bajingan sejati," gumam Kevin. Ia segera mengirim pesan pada orang suruhannya untuk terus mengawasi Richard dan apa saja yang dilakukan pemuda itu di belakang putrinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Saat ini Kai sedang berada di Mansion milik keluarganya. Ya, orang tuanya memaksanya untuk libur dikarenakan tidak tahan melihat sang putra yang bekerja mirip dengan robot. Tidak hanya dirinya yang libur saat ini, tetapi Mina juga. Kesempatan libur ini, ia gunakan untuk berbulan madu dengan sang suami. Maklum pengantin baru.
“Papa perhatikan sedari tadi kau tampak gusar, ada apa? Perusahaan baik-baik saja, kan?" Tanya sang ayah yang melihat putranya seperti orang stress.
“Hanya sedang banyak pikiran."
“Ah, masa? Atau jangan-jangan kau sudah menemukan gadis pilihanmu di pesta malam itu? Katakan siapa namanya?" tanya Tuan Devinter dengan rasa antusias.
“Papa mengenal Kevin Dexter?" Kai berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Kevin?" beonya, “Papa mengenalnya, ia adalah rekan kerja Papa. Kenapa?"
“Seberapa kenal. Apa kalian dekat? Apa Papa mengetahui kehidupan pribadi keluarga mereka?" Kai langsung beranjak dari rebahannya di sofa.
“Ada apa denganmu, Kai? Sepertinya kau tertarik dengan keluarga Dexter. Apa kau menyukai putrinya?" tebak sang ayah.
“Beritahu saja!" desak Kai yang sudah kepalang kesal dengan sang ayah karena menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
“Yang Papa tahu, Kevin memiliki satu orang istri dan dua orang putri, tetapi salah satu putrinya sudah bertunangan dengan putra keluarga Collins. Ya, putri sulung mereka. Kehidupan pribadi? Dari yang Papa dengar, Kevin termasuk sosok ayah yang penyayang dan sangat posesif pada kedua putrinya. Selain itu ia dan istrinya selalu tampak harmonis."
“Begitukah?"
“Ya, ada apa memangnya?"
“Hanya bertanya saja."
“Dusta macam apa ini? Aku tahu kau menarik minat pada mereka, kau ingin membohongi Papa? Akan tetapi, Kai. Papa tidak pernah mengajarkan dirimu menjadi perusak hubungan seseorang."
“Siapa juga yang ingin menjadi orang ketiga dalam hubungan putri sulung Mr. Dexter?"
“Lalu mengapa kau sangat ingin tahu keluarga Dexter beserta putrinya?!"
“Hanya ingin tahu saja, karena aku penasaran," jawab Kai tak acuh.
“Sejak kapan putraku ini menjadi sosok yang selalu ingin tahu dengan kehidupan orang lain? Otakmu tidak terbentur sesuatu, kan?"
“Papa ini apa-apaan, sih?!"
“Atau kau tertarik dengan putri bungsu mereka?" tebak sang ayah lagi, “jangan mencoba berbohong, atau kau akan Papa coret dari kartu keluarga dan daftar ahli waris!"
“Jika aku dicoret dari daftar ahli waris. Lalu yang akan menjaga warisan Papa siapa. Papa tidak lupakan, aku merupakan anak tunggal?"
“Papa bisa mencari seseorang yang akan Papa tunjuk sebagai ahli waris."
“Jahat sekali. Aku anak Papa bukan, sih?"
“Kau tidak tahu, ya. Papa menemukanmu di Sungai Code saat Papa sedang berlibur ke Yogyakarta," jelas sang ayah.
Mendengar perkataan sang ayah membuat raut wajah Kai semakin kusut dan semakin suram seperti hidupnya.
“Aku hanya penasaran saja dengan putri bungsunya yang tidak pernah tersorot media," akunya.
“Biasanya jika sudah begini, kau akan menyuruh orangmu itu mencari tahu, lantas apa saja yang kau dapatkan?"
“Dia merupakan putri bungsu Mr. Dexter, masih bersekolah di tingkat menengah atas dan berusia 16 tahun, serta dari yang aku tahu, ia tidak bisa bicara."
“Tidak bisa bicara bagaimana? Maksudmu dia tuna wicara, begitu? Apa kau yakin?"
“Dari perkenalan malam itu, ia yang bilang, ia tak bisa bicara."
“Mau Papa bantu?"
“Tumben Papa mau bantu, biasanya juga cuek, kalau Kai ada masalah."
“Mau tidak? Kesempatan terbatas," ujar sang ayah.
“Eh, mau dong, Pa. He-he-he ...."
Sang ayah hanya mendengus dan memutar bola matanya malas, ia segera men-dial nomor orang yang menjadi salah satu kepercayaannya.
“Halo, tolong cari tahu semua tentang putri bungsu keluarga Dexter. Aku ingin hasilnya sudah siap dua jam kedepan. Segera kirimkan laporannya padaku," perintah ayah Kai.
“Papa yakin ini akan berhasil, bagaimana jika Mr. Dexter mengetahui bahwa anaknya diikuti?"
“Tenang saja, serahkan saja semua ke Papa. Pasti akan berhasil." Kai menganggukkan kepalanya.
Pikirannya kembali melayang pada kejadian pesta malam itu, ia benar-benar dibuat mati oleh rasa penasaran, bagaimana wajah asli seorang Viola.
“Kenapa senyum-senyum sendiri. Sudah mulai gila?" tanya sang ayah. Kai hanya melirik dengan sadis.
“Ingin tahu saja, urusan Anak Muda," balas Kai.
“Kai Papa sudah dapat kiriman, nih. Papa kirim ke ponselmu. Nanti kau baca sendiri dan usaha sendiri."
Kai mengecek ponselnya dan benar saja sudah ada data-data tentang gadis yang membuatnya penasaran setengah mati. Segera saja ia membacanya. Namun, tak lama kemudian matanya melotot.
“Jadi dia merupakan gadis bengal di sekolahnya, meskipun ia merupakan bintang sekolah, pemegang sabuk hitam, taekwondo, dan judo, juga menguasai ilmu beladiri lainnya, pernah terlibat tawuran antar sekolah, dan hobi mengikuti balap liar. Dia ini perempuan macam apa?"
“Seleramu bagus juga, Kai," ayahnya melontarkan pujian.
“Tunggu dia bersekolah di sekolahan milik keluarga kita?" tanya Kai, ayahnya hanya mengangguk.
“Papa setuju jika itu pilihanmu, tetapi kau harus lebih bersabar, bagaimanapun juga dia masih berusia 16 tahun dan tentu saja masih labil. Kau juga membaca dia sering dekat dengan banyak teman lelakinya, kan?"
“Oho! Dia seorang pemain ternyata. Cukup menarik," gumam Kai.
“Apa yang kalian bicarakan?" tiba-tiba sang ibu bergabung dengan anak dan suaminya.
“Doakan semoga kita jadi berbesan dengan Kevin, Kai sedang mengejar cinta anak bungsu Kevin," beritahu sang suami.
“Aku belum jatuh cinta, hanya sekedar tertarik, saja," Kai mengelak.
“Ah, benarkah? Kai jika kau mendekati putri Mr. Dexter, kau harus berhati-hati. Jangan pernah permainkan perasaan putrinya. Yang Mama dengar Mr. Dexter sangat melindungi putrinya, apabila kau menyakiti putrinya, nyawamu yang akan jadi taruhannya, tidak hanya itu saja, tetapi juga perusahaan yang kita miliki dan aset-aset lainnya juga akan menjadi taruhannya," jelas sang ibu.
“Aku juga belum mencintainya, mengenalnya saja juga belum, Ma. Mana mungkin jatuh cinta secepat itu," ujar Kai sambil menatap sang ibu.
“Akan tetapi, Mama setuju jika kau mengejar anak itu. Sophia terlihat manis dan menggemaskan," kata sang ibu.
Kai memejamkan matanya, apa yang membuat ayah dan ibunya itu memberikan lampu hijau secepat ini? Bahkan ketika ada perempuan lain yang mencoba menarik hatinya, orang tuanya pun tak lantas memberikannya lampu hijau. Memikirkannya saja sudah membuat Kai pusing tujuh keliling.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mentari sudah bergerak menuju ufuk barat. Kegiatan sekolah sudah berakhir 30 menit yang lalu. Saat ini Soya tengah berada dalam mobil sang ayah, wajahnya tampak murung.
Suara musik yang mengalun dalam mobil tersebut tak mampu menghapus kesedihan yang menyelimuti hati Soya.
Sang ayah menepikan mobilnya di pinggir jalan, ia melepas safety belt-nya tubuhnya ia hadapkan pada sang putri.
“Baby?" panggil Kevin. Soya hanya memandang sang ayah dan juga melepas safety belt-nya. Detik berikutnya, ia menerjang sang ayah dan menangis dalam pelukannya.
“Daddy ke ... kenapa Richard jahat dengan Soya? Di saat Soya mencoba untuk setia dan membuka hati, kenapa Richard justru mengkhianati Soya, Dad?"
Kevin hanya diam dan menarik bayi kecilnya itu duduk di atas pangkuannya. Ia merengkuh tubuh kecil putrinya dan mengusap punggung sang putri, berusaha memberikan ketenangan.
Setelah dirasa tenang, Kevin mulai buka suara, “Baby, putus cinta karena dikhianati bukanlah akhir dari segalanya. Seharusnya kau bersyukur mengerti tabiat Richard lebih dini di saat hubunganmu dengannya, belum sampai tahap yang serius. Please don't cry, Baby. Kau masih punya Daddy, masih punya Mommy, dan masih punya Lulu, serta Stephen. Kami semua sayang padamu, Baby."
Soya masih terisak kecil. Hatinya merasa lebih tenang karena sang ayah berhasil menghiburnya dan menguatkannya.
“Soya putri Daddy yang kuat. Tidak boleh hancur hanya karena lelaki brengsek seperti Richard, mau tahu bagaimana membalas perlakuan kekasihmu?" tanya Kevin.
“Simpan video ini. Apabila kau bertemu dengan Richard, tunjukkan video ini sebagai bukti dan putuskan ia! Tunjukkan bahwa kau baik-baik saja tanpa kehadirannya," saran Kevin, “Bukan itu saja, tunjukkan bukti-bukti lain yang Daddy temukan. Agar dia tak dapat mengelak lagi."
Soya mengangguk. Ia memeluk sang ayah sekali lagi, tidak ingin turun dari pangkuan sang ayah. Kebiasannya jika ia tengah bersedih. Ia akan menjadi sangat manja dengan sang ayah.