Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Melarikan Diri
Ketakutan demi ketakutan makin Liara rasakan. Terlebih, orang tua yang selama ini ia andalkan, tak kunjung datang untuk membela apalagi membebaskannya.
Bersama Keysa, Vanya, dan juga Rumi, Liara menghuni sebuah ruang tahanan. Di balik tembok jeruji yang dingin, keempatnya juga sudah memakai seragam oren. Seragam khusus dan tentu saja bukan seragam yang patut dibanggakan.
Dari keempatnya, Rumi menjadi yang selalu diam. Diamnya Rumi bukan hanya karena cewek itu tak kunjung bersuara.Namun, sekadar mengedipkan mata saja, Rumi nyaris tak merasakannya.
“Nih anak kesurupan apa gimana, Nya? Serius aku jadi takut!” lirih Keysa sambil mundur dan memeluk Vanya. Terlebih, ia duduk tepat di sebelah Rumi.
“Mungkin masih berkaitan dengan ... skandal orang tuanya yang sampai membuat nyawa Sasy melayang. Memangnya kamu percaya, Sasy meninggal karena jatuh dari tangga saat melarikan diri setelah ketahuan sedang gituan sama papanya Rumi? Enggak lah ... di video yang beredar saja, ada adegan pas tante Srikandi muk*ul kepala Sasy, terus darah muncrat gitu kan?” balas Vanya. “Tuh video sudah raib, ya paling kekuatan duit sama jabatan, kan? Sementara alasan pihaknya Sasy diam, ya paling masih kekuatan duit sama kedudukan orang tua Rumi. Lagian kan kita sama-sama tahu, kalau orang tua Sasy mata duitan. Ya ... sebelas dua belas sama Sasy lah. Memangnya kamu pikir, ngapain Sasy mau sama papanya Rumi? Ya duit, sama hidup enak!”
“Ngeri ih, asli! Kita pindah ke sana!” lirih Keysa tetap menggandeng Vanya menjauh dari Rumi.
“Nih anak ngapain, sih? Nggak tahu apa, aku lagi pusing banget!” kecam Liara dalam hatinya. Ia menatap tidak nyaman kebersamaan Vanya dan Keysa. Namun setelah ia melihat Rumi, yang ada ia jadi emosi.
Liara tidak mempermasalahkan ekspresi datar Rumi yang mirip orang kesurupan. Liara mempermasalahkan Rumi yang telah lalai, dan membuat apa yang mereka lakukan, ketahuan. Karenanya, ia tak segan menon*jok kepala Rumi.
“Ini semua gara-gara kamu! Gara-gara kamu yang ceroboh, jadi kembaran Chilla tahu!” tegas Liara layaknya orang keseta*nan.
Selain hanya diam, Rumi juga tetap meringkuk karena tonjo*kan Liara. Rumi sungguh tak merespons, hingga Liara makin muak dibuatnya. Liara histeris dan menenda*ngi Rumi. Vanya dan Keysa yang takut Rumi mati, sengaja melerainya. Untungnya, petugas yang jaga segera datang. Petugas wanita itu sangat galak dan membuat mereka termasuk Liara, ketakutan.
“Si Rumi tetap diam,” bisik Keysa lagi kepada Vanya.
“Udah ... kayaknya mental tuh anak memang sudah kena,” lirih Vanya kembali membuat mereka berjarak dari Rumi.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Liara mendapatkan tamu. Ada yang membesuk Liara. Liara sudah langsung senang luar biasa. Liara pikir, itu orang tuanya, atau utusan orang tuanya yang akan membebaskannya. Namun ternyata, itu Angkasa dan selama ini Liara ketahui merupakan sahabat Stevan.
“Stevan ngirim dia ke sini, apa gimana?” pikir Liara menatap heran pada Angkasa yang tersenyum kepadanya.
“Hai, Li? Apa kabar? Oh iya ... aku bawa beberapa makanan kesukaan kamu!” sergah Angkasa sangat ramah.
Bertemu Liara membuat Angkasa sangat bersemangat.
“Aku enggak butuh apa pun selain keluar dari sini!” tegas Liara yang tetap enggan duduk di hadapan Angkasa.
Mendengar itu, semangat Angkasa langsung berkurang. Terlebih di hadapannya, Liara yang enggan duduk, meliriknya sinis.
“Sebenarnya, aku punya ide gi*la yaitu ....” Tak kuasa menceritakan ide gil*anya, Angkasa pun membongkar bekal yang ia bawa. Ada dua karton yang ia bawa. Satu berisi makanan kesukaan Liara. Satu lagi berisi gamis panjang lengkap dengan hijab dan cadar.
“Di luar, petugas lagi sibuk. Ada kebakaran, dan mereka sedang beres-beres. Yang jaga di sini saja, baru saja pergi ke sana dan sepertinya mau bantu-bantu!” ucap Angkasa.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Angkasa keluar dari sana sambil menggandeng sosok berhijab syari dan sampai memakai cadar. Hijab syari tersebut sangat mirip dengan yang Angkasa bawa dan sudah tidak ada di wadah. Seperti yang Angkasa sempat ceritakan, petugas di luar sedang sibuk mengurus kebakaran. Api apalagi asap masih menguasai ruang tahanan di sebelah kanan. Semuanya bahu-membahu memadamkan sekaligus mengamankan tahanan.
Sempat akan mengalami pemeriksaan, Angkasa berhasil menghindar. Liara yang tak sampai melepas pakaian sebelumnya dan memang yang bersama Angkasa, jadi mengandalkan Angkasa. Angkasa memboyongnya ke mobilnya, dan itu benar-benar membuatnya lega.
“Yes! Akhirnya aku beneran lolos!” batin Liara benar-benar senang. Ia duduk di tempat duduk penumpang belakang Angkasa akan menyetir.
Sampai detik ini Liara masih tak menyangka, kenapa sahabat Stevan justru sangat care kepadanya. Apakah memang Stevan yang mengutusnya, atau justru inisiatif Angkasa sendiri?
Di dalam ruang tahanan, Keysa dan Vanya selaku sosok yang masih bisa berpikir waras, merasa bahwa kepergian Liara terlalu lama.
“Lama banget loh, Key ... tuh, petugasnya saja sudah datang!” ucap Vanya. Sebab memang sudah hampir satu jam berlalu, tetapi Liara tak kunjung kembali.
“Batas besuk itu berapa jam sih?” balas Keysa. Di hadapannya, Vanya langsung menggeleng.
“Enggak tahu juga, sih. Namun jika hanya menjenguk, masa selama ini? Apa ada yang sedang dibahas serius sama pengacara ya?” ucap Vanya.
Awalnya, Keysa dan Vanya masih bisa berpikir positif. Keduanya bertahan di dalam ruang tahanan. Namun karena Rumi mendadak histeris, keduanya ketakutan. Keduanya memanggil-manggil petugas, dan makin ketakutan karena Rumi menyerang mereka.
Rumi layaknya orang kesuru*pan. Beberapa tahanan lain yang ada di sekitar tahanan mereka, turut memperhatikannya. Rumi dipindahkan ke tahanan lain karena terus bertingkah layaknya zombi.
“Ibu penjaga ... teman kami yang satu lagi, mana? Apakah dia bebas?” tanya Keysa memberanikan diri. Tega sekali andai Liara benar bebas, tetapi ia yang hanya ikut-ikutan malah tetap ditahan.
“Teman yang mana?” sergah petugas wanita yang membiarkan Rumi dibawa kedua rekannya. Rumi diborgol dan digandeng kanan kiri oleh petugas yang agak menyeretnya. Sebab Rumi sulit untuk mengikuti mereka andai tidak dipaksa.
“Loh ...,” lirih Keysa dan Vanya saling bertatapan. Keduanya bingung, tetapi masih berpikir bahwa harta dan kuasa yang Liara punya dari orang tuanya, mampu membuat Liara bebas sebebas-bebasnya.
“Teman kami yang namanya Liara. Dia otak dari kasus kami!” jelas Vanya takut-takut.
“Hah ... yang tadi dijenguk itu?” kaget petugas dan pada akhirnya menyadari bahwa dirinya maupun petugas di sana telah kecolongan.
😏😏😏
iya juga yaa,, kalo sdh singgung k Mbah Kakung,, memoriq tiba2 jadi blank🤭😅
ini angkatan siapa ya... 🤣🤣🤣
kayaknya aq harus bikin silsilah keluarga mereka deh... 🤣🤣🤣
beri saja Liara hukuman yg lebih kejam Mb...
Angkasa ....,, tunggu tanggal mainnya khusus utkmu dari Aqilla
Jangan smpe orang tua nya liara berkelit lagi ...