Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Belas
Pagi hari seperti biasa Aksa sarapan dengan putrinya. Dia tak melihat Ghendis turun dan keluar dari kamarnya. Sejak malam dia tahu jika gadis itu belum makan.
"Bi, Ghendis mana?" Akhirnya Aksa bertanya juga tentang keberadaan wanita itu.
"Dari kemarin malam bibi tak melihat Bu Ghendis keluar dari kamar, Pak," jawab Bibi.
"Mimi sakit?" tanya Alice.
"Bukan, Sayang. Mungkin Mimi masih tidur. Nanti kamu main sama bibi ya. Papi mau kerja. Ada rapat pagi ini," ucap Aksa.
Setelah sarapan Aksa segera berangkat. Di perusahaan ada sedikit masalah keuangan. Dia curiga salah satu bawahan yang dia percaya mengkhianati. Pengeluaran bulan ini sangat tinggi. Aksa ingin menyelidiki semua itu.
Dia telah mencoba memeriksa berulang kali tapi belum dapat menemui kecurangan. Aksa lalu berhenti sejenak. Dia teringat Andre sahabatnya. Pria itu lalu menghubunginya dan janji bertemu di kantornya.
Setelah makan siang, Aksa langsung menuju perusahaan Andre. Sesuai janji, dia langsung di persilakan masuk sama sekretaris perusahaan.
"Selamat Siang, Pak Aksa. Duduklah!" sapa Pak Andre saat Aksa masuk.
"Terima kasih Pak Andre." Aksa lalu duduk di sofa yang ada di ruang kerja pria itu.
"Apa gerangan yang membuat seorang Aksa bisa sampai ke sini?" tanya Andre dengan tersenyum.
"Aku perlu bantuan Pak Andre," jawab Aksa.
"Bantuan ...? Apa saya tidak salah dengar? Seorang CEO sebuah perusahaan besar minta bantuan," balas Andre.
Aksa lalu menceritakan semua yang sedang dialami perusahaan. Dua bulan ini pengeluaran perusahaan begitu besar. Memang tidak membuat perusahaan rugi, tapi dia merasa semua di luar akal.
"Terus apa yang bisa saya bantu?" tanya Andre.
"Saya ingin rekomendasi seorang audit yang bisa dipercaya. Jika saya memakai jasa tim audit perusahaan, saya takut jika memang merekalah yang telah menipu data-data. Apakah Pak Andre memiliki kenalan atau tim audit yang bisa di percayai?" tanya Aksa.
Andre tampak berpikir sejenak. Setelah itu dia tersenyum.
"Pak Aksa, bukankah bapak memiliki seorang audit keuangan yang sangat pintar? Kenapa tidak minta bantuannya saja?" tanya Andre.
Dahi Aksa berkerut mendengar ucapan rekan kerja sekaligus sahabatnya itu. Dia sangat percaya dengan Andre sehingga mau terbuka dengan keadaan perusahaan.
"Siapa yang Bapak maksud ...?" tanya Aksa masih dengan penuh tanda tanya.
"Bapak Aksa ini gimana sih? Masa tak tahu jika tim audit terbaik itu Ghendis Sacharissa, dia itu pintar banget. Apa lagi saat ini Ghendis telah menjadi istri Bapak, tentu itu lebih baik. Bukankah dia akan jauh lebih bisa kita percaya dari orang lain," jawab Andre.
"Ghendis ...?" Kembali Aksa bertanya.
"Betul Pak Aksa. Dia dan karyawan saya bernama Dicky adalah staf keuangan yang sangat saya percaya. Dia sangat pintar. Detail. Tak ada satu pun laporan keuangan dari bawah yang terlewati jika sedang melakukan perhitungan. Dua tahun Ghendis bekerja, hasilnya selalu memuaskan saya," jawab Andre.
Aksa tak percaya mendengarkan apa yang Andre ucapkan. Apakah istrinya itu memang sangat pintar? Bagaimana caranya minta bantuan, sedangkan selama pernikahan mereka selalu selisih paham.
Namun, apa yang dikatakan Andre ada benarnya, pikir Aksa. Bukankah lebih baik menggunakan jasa orang terdekat kita dari pada orang lain?
Setelah cukup lama berbincang dan Andre mengatakan banyak hal tentang kerja Ghendis akhirnya Aksa makin percaya.
Jam lima sore Aksa menyelesaikan tugasnya. Dia langsung pulang ke rumah. Dalam perjalanan pria itu sedang mencoba merangkai kata yang tepat untuk meminta bantuan Ghendis.
"Apa dia bisa dipercaya? Bisa saja dia mengatakan tidak ada kecurangan karena ingin balas dendam atas perbuatanku padanya?" tanya Aksa dalam hatinya.
Hingga mobil yang dia kendarai memasuki halaman rumah, pria itu belum mendapatkan kata yang tepat untuk memulai obrolan dengan Ghendis nantinya.
Aksa langsung masuk ke rumah. Dia melihat suasana yang sepi. Kemana putrinya dan Ghendis. Tanya Aksa dalam hatinya.
"Bi, Alice dan Ghendis kemana?" tanya Aksa saat berpapasan dengan salah satu asisten rumah tangganya.
"Ada di taman belakang, Pak," jawab bibi.
Tanpa kata Aksa langsung menuju taman belakang. Dia melihat putrinya dan Ghendis sedang melukis. Alice sangat tenang berada di samping gadis itu. Menggambar apa saja. Sedangkan Ghendis melukis malam. Seperti hatinya yang kesepian.
"Hmmm ...," dehem Aksa, agar kedua orang yang sedang asyik dengan lukisan itu tersadar ada orang lain.
Ghendis menoleh, saat mengetahui Aksa yang datang, dia lalu meneruskan lagi lukisannya. Tak mengacuhkan kehadiran Aksa.
Aksa mendekati putrinya dan duduk di samping bocah itu. Alice tersenyum melihat sang papi.
"Anak Papi sedang melukis apa?" tanya Aksa dengan tersenyum.
"Ikut Mimi ...," jawab Alice.
"Bagus banget, Alice suka melukis kayak Mimi ya?" tanya Aksa lagi. Alice menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
Aksa memandangi Ghendis yang pandangannya tak teralihkan dari lukisan di depannya. Pria itu beberapa kali menarik napas. Mungkin mencoba merangkai kata yang tepat untuk memulai obrolan.
"Ghendis, apa aku boleh bicara?" tanya Aksa dengan suara yang ragu.
Ghendis menghentikan kegiatannya. Memandangi Aksa dengan wajah yang penuh keheranan.
"Silakan kalau mau bicara! Apa aku masih memiliki hak melarang?" tanya Ghendis dengan suara datar.
Aksa tampak kembali menarik napas. Dalam hatinya berkata, jika tak penting mungkin tak sudi bicara dengan gadis itu.
"Aku ingin bantuanmu ...."
"Apa Pak Aksa tidak salah bicara? Bantuan apa yang bisa seorang gadis seperti saya berikan?" tanya Ghendis lagi.
"Aku ingin kamu membantu meng-audit keuangan perusahaan. Aku merasa ada tim keuangan di kantor melakukan kecurangan," ucap Aksa.
"Apa Mas percaya denganku ...?" Kembali dia bertanya.
Ghendis merasa heran karena seorang Aksa yang notabene CEO sebuah perusahaan besar minta bantuan padanya. Apakah ini benar atau hanya sekedar ingin mengujinya? Tanya Ghendis dalam hatinya.
...----------------...
cantik gini ko di jahatin to Aksaa..
awas yoo.. nanti bucin looh
handuk mana hajduuuk😫😩😩😩😩😩
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit