Emily, 25 tahun. Dia harus terjebak diantara permintaan bos nya untuk bisa diterima menjadi sekretaris di PT Dinar Sastra.
Satria,35 tahun . Pimpinan yg dikenal dingin dan jutek itu memiliki kepribadian unik. Tempramental dan manja seperti layaknya bayi .
Namun, siapa sangka seiring berjalannya waktu bersama mereka berdua menumbuh kan rasa cinta tetapi bagaimana status Satria yg masih memiliki istri ?,Bisakah mereka bersatu diantara kecaman keluarga mereka..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lulu Berlian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Ia melirik Sebastian dan jujur saja untuk sekarang tidak memiliki uang cash sebesar itu.
"Mau gue pinjemin dulu..?"
Seperti akan mengerti suasana lalu Sebastian berbisik.
Emily menatap tidak enak .
"Nanti gue janji akan kembalikan hari ini juga ,gue gak punya uang cash soalnya.."
Sebastian tidak menjawab ,ia membuka ranselnya mengeluarkan dompet cadangan nya lalu mengambil semua isinya menghitung hingga tepat seperti yg mereka inginkan.
"Sepuluh juta ya .?"
Ujar Sebastian memberikan tumpukkan uang itu , sementara lima remaja itu melihat sumringah tanpa tak sabar ingin segera memegang uangnya .
"Nah gini dong dari tadi biar enak .."
Setelah berkata demikian ke lima remaja itu berlalu sembari menepuk pundak Dimas yg sedari tadi hanya menunduk.
"Lo ..ikut gue banyak yg pengen di omongin ."
Emily menarik tangan Dimas ,tak perduli jika di cap sebagai kakak yg sangat kejam.
Mereka kembali ke kedai ice cream , Sebastian berniat memesan kembali ice cream karena yg sebelumnya sudah mencair .
"Ceritain sejak kapan lo main slot hah..?"
Tanya Emily yg kini hanya mereka saja di sana.
"Gue bosen miskin..!"
"Ya ..Karena lo miskin bukannya kerja malah sibuk main slot..!"
"Oyy .gak sadar karena kakak kita semuanya jadi miskin."
Suara Dimas menggema di ruangan itu untung sedang tidak ada banyak orang di situ.
"What..? Kenapa jadi gue ?? Lo gak inget gimana susahnya gue..?"
"Kenapa..?? Kakak mau hitung-hitungan ,bilang selama ini hidup bergantung kepada kakak..!"
Emily terdiam .
"Bukan itu maksudnya gue tapi seenggaknya lo kerja lah ,kuliah kagak jelas kerja juga gak ."
"Gimana gue mau kuliah kalo semesteran aja nunggak.."
Emily selama ini menekan amarah nya ,Dimas jika semakin di tantang semakin menjadi .
"Jika elo lupa uang semesteran semuanya lo embat.."
Ya uang semesteran yg ia bayar dan tidak pernah masuk ke ruang administrasi alias semuanya di ambil oleh Dimas untuk foya-foya . Seharusnya ia harus bisa lebih curiga kala adiknya itu punya ponsel baru walaupun katanya dapet nemu dari Indomaret.
Prett...
"Pokoknya andai kakak menerima tawaran ibu ,pasti kita jadi kaya ."
Emily tertohok ,jadi karena tidak menerima tawaran ibu nya untuk melayani om-om adiknya ini jadi benci pada diri nya.
"Elo..."
Ketika ingin memaki adik nya Sebastian datang membawa dua cup Ice cream .
"Gue ganggu yah..? Ini di makan dulu ."
"Its okey Bas ... Thank you.." Oh iya buat yg tadi gue ganti secepatnya."
Sebastian tersenyum tipis ,"Its okey Emily ,oh iya kayaknya gue pulang duluan aja deh kalian masih mau ngobrol kan..?"
"Udah selesai kok, gue mau sekalian bayar yg tadi ."
Emily melirik adiknya itu yg tanpa malu melahap langsung semua Ice cream nya ,padahal sekarang ini dirinya merasa sedang sangat dongkol setengah mati.
"Ini yg terakhir, gue gak bakalan nolong elo lagi .!"
Emily meraih cepat tas nya tanpa berkata banyak hal lagi ia meninggalkan kedai Ice cream itu.
"Ini yg gue pinjem tadi ,ya ".
Di depan ATM salah satu bank ternama Emily memberikan tumpukkan uang bernilai sepuluh juta untuk Sebastian.
"Astaga ....Kan gue udah bilang tadi ,enggak usah sekarang juga gak papa kan.."
Emily menggeleng ..
"Gue udah terlalu sering ngerepotin elo ,enggak papa
Mumpung ada, makasih banyak ya .!"
Sebastian menatap sahabatnya itu cukup lama , sebenarnya tanpa Emily ganti pun ia tidak masalah bahkan ia senang hati jika membantunya.
"Ini ambil, jangan bengong gue juga harus pulang ini.."
Sebastian tersadar ,mau tidak mau ia harus mengambil uang tersebut karena Emily memaksakannya .
"Breng gue ya ..? Gue anter .."
"Huawhh ...Jangan gue pake taxi aja .."
"Enggak papa ..Menteng kan..?"
Emily terdiam..
Ia bingung harus menjawab apa , sebenarnya ia hanya asal bilang saja bahwa tempat tinggal nya di Menteng.
"Jauh . Gak papa gue udah pesen taxi nih.."
"Tapi Emily..."
Telat gadis itu sudah berlari jauh , seperti tidak ingin menengok ke adanya lagi. Gadis itu menyebrangi jalan lalu menunggu hingga busway datang.
"Padahal tadi bilangnya taxi ."
Sebastian melemas ,ia merasa Emily sedikit tidak nyaman setiap ia tawari pulang. Apakah ia malu rumah nya kecil ? Tapi ini Menteng yg ia pikir pasti di kawasan apartement elit .
"Huft ..Gagal lagi dah ."
******
"Ah...Sial ,kenapa harus hujan gini coba ..?"
Emily ngedumel sembari mengebas-ngebaskan bajunya yg basah .Hari ini dirinya tidak membawa payung dan membuat tubuhnya menjadi basah kuyup .
Awalnya ingin menunggu hujan reda ketika turun dari busway ,tetapi ia memilih menerjang hujan itu dari halte bus pemberhentian dan berlari kecil menuju apartement. Di kira hanya gerimis kecil tetapi ternyata lumayan juga membuat dirinya kebasahan.
"Mbak.."
Salah satu penjaga menyapa..
Emily tersenyum sembari menundukan kepala ,padahal baru saja beberapa hari tinggal di sini ia dengan mudah bergaul .
Emily memasuki lift memencet tombol nomor delapan di mana tempatnya selama ini tinggal. Ketika akan tertutup sebuah tangan menahan pintu.
"Mbak .mbak .. Saya ikut ."
Emily yg sedang sibuk mengelap ponselnya yg terkena air hujan itu perlahan mengangkat wajahnya ,betapa terkejutnya melihat sosok yg berada tepat di depan nya saat ini .
"Emily.."
Matanya melotot sempurna ia tidak salah lagi pria di hadapannya ini ialah...
***
"Sebastian "..
Suaranya mengecil berbanding terbalik dengan degup jantung nya yg begitu kencang.
Ting ...
Pintu lift kembali akan tertutup lagi , Sebastian tersadar ia segera masuk.
"Ingin ke lantai berapa..?"
Sebastian tersadar lebih dulu bagaimana pun mereka saat ini sedang berada di dalam fasilitas umum.
"Elo duluan aja ."
Sebastian mengangguk, Emily melihat trafik menunjukkan angka delapan .Matanya melebar, jangan-jangan Sebastian memang tau tempat tinggal nya saat ini.
"Lantai delapan??"
Sebastian menoleh,,
"Seharusnya gue yg nanya ke lo, sedang apa lo ke sini..?"
Glekkkk....
"Gak mungkin kan gue berkata jujur tapi melihat lantai delapan apa memang dia sudah tau jauh-jauh hari ,!!atau..."
"Gue.."
Belum juga selesai berucap ,lift berbunyi menandakan mereka sudah sampai.
"Eh..Bapak.."
Emily spontan mengikuti arah pandang Sebastian ,di depan pintu lift berdiri sosok yg selama ini membuat hidup nya berubah 180°.
"Pak.."
Emily tidak bisa lagi melanjutkan ucapannya , kehadiran Satria benar-benar membuat nya semakin terkejut .
Sedangkan Satria hanya menatap datar pada dua karyawan nya itu.
"Ya Tuhan ...gimana ini??" Sebastian bakal tau kalo selama ini temen yg gue maksud adalah Pak Satria."
Emily pasrah ketika pintu lift ingin kembali tertutup ,tapi kalah cepat dengan tangan Satria .Pria itu memasuki lift dengan cepat tangan kekarnya memijit tombol paling bawah .
"Emily.."
Panggilan nya melambat , pintu lift sudah tertutup sempurna memisahkan dirinya dengan sang sahabat. Masih terbayang wajah Emily banyak hal yg ingin ia pertanyakan termasuk mengapa ia ada di sini ? Dan apa yg terjadi?? Terlebih dalam waktu...