“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Mencarinya
Hardy membawa beberapa koper, untuk kepergiannya ke luar negeri. Di beberapa koper itu, terdapat uang sebanyak 800 juta dolar, yang sudah Hardy tukarkan pada dolar Amerika.
Uang itu adalah hasil penggelapan, yang ia lakukan sebelum pergi. Uang kas perusahaannya, dan juga beberapa uang investor yang bekerja sama dengannya. Semua pendapatan perusahaan pun digasak habis oleh Hardy.
Hardy sudah nekad, ia akan melarikan diri bersama Tiara. Tak ada lagi cara lain, agar Tiara bisa bersamanya. Hanya inilah satu-satunya cara. Menghilangkan jejak, dan Tiara pun tak akan bisa berkutik jika mereka sudah berada di luar negeri.
Hardy sudah membeli sebidang tanah di pemukiman yang jarang penduduk. Di luar negeri pun, masih Ada banyak kawasan yang jauh dari ibu kota. Hardy sengaja memilih pedesaan, yang aksesnya jauh dari mana-mana.
Obat tidur yang Hardy berikan pada Tiara, memiliki dosis yang tinggi. Obat tidur itu mampu bertahan selama dua belas jam. Tiara akan terbangun, saat mereka sudah berada di dalam kapal pesiar. Hal ini akan membuat Hardy tenang, jika nanti Tiara mengamuk.
Semuanya sudah Hardy atur dengan serapi mungkin. Ia hanya tinggal menunggu jadwal keberangkatan, untuk pergi selamanya dari kota kelahirannya ini. Meskipun begitu, entah kenapa jantungnya terus saja berdebar tak karuan.
“Maafkan aku, Ti, aku harus melakukan cara seperti ini untuk bisa bersamamu. Aku tak akan pernah bisa mendapatkanmu, jika aku tak begini. Kau pasti sudah tak menginginkanku lagi, tapi aku tetap bersikeras. Inilah bukti cintaku. Meskipun kamu marah, kuharap lambat laun kamu pasti akan menerimaku. Semoga saja. Aku ingin hidup bahagia bersamamu.”
Satu jam lagi, kapal pesiar akan mulai beroperasi. Hardy sedang menunggu waktu embarkation ke kapal pesiar. Ia berharap semoga secepatnya bisa segera menaikinya, agar Hardy bisa menghilangkan jejak secepat mungkin.
Tanpa Hardy sadari, Alvin dan gerombolannya sudah berada di sekitar pelabuhan muara dua. Mereka berpencar, untuk segera menemukan Hardy dan Tiara.
“Kurasa, dia membius istriku, atau dia memberikan obat tidur lagi padanya. Tak mungkin jika Tiara tak berontak di tempat ramai seperti ini. Aku sangat yakin, itu. Jadi, kau cari orang yang menggunakan kursi roda. Hardy sialan itu pasti membawa kursi roda, untuk Tiara,” perintah Alvin.
“Anda benar, Tuan. Tak mungkin jika Nona Tiara dengan kesadaran penuh, mau-maunya begitu saja menuruti perintah Tuan Hardy. Aku akan mencari kursi roda mulai sekarang!” tutur Doni.
Pengawal Alvin berlari mengikuti Alvin dari belakang. Semuanya fokus untuk menemukan Hardy dan Tiara, sebelum mereka naik kapal pesiar tersebut.
Alvin mencari ke sana ke mari, berusaha sekuat mungkin untuk menyelamatkan Tiara. Alvin tak boleh terlambat, kali ini ia harus berhasil membawa Tiara, agar terlepas dari Hardy.
Waktu terus berlalu, akhirnya Alvin melihat Hardy tengah duduk di lorong pelabuhan, dengan beberapa koper dan kursi roda, yang diduga adalah Tiara.
Alvin berlari dengan sekuat tenaga menuju tempat duduk Hardy. Sepertinya, Hardy mulai menyadari, jika Alvin datang menyergap dirinya. Tanpa basa-basi, Hardy berlari dengan mendorong kursi roda Tiara.
Tak lupa, ia memasukkan koper yang berisi uang ke sisi kursi roda Tiara. Koper lain Hardy tinggalkan begitu saja. Kondisinya sangat darurat, bisa-bisanya Alvin mengetahui keberadaannya.
Hardy berlari di keramaian dengan susah payah mendorong kursi roda. Ia tergopoh-gopoh, sekencang-kencangnya Hardy berlari, tetap ia kesulitan juga, karena kursi roda yang berat, yang harus ia dorong.
“Sialan! Kenapa dia harus mengetahui keberadaanku! Kurang ajar, harus ke mana aku bersembunyi? Kursi roda ini pun berat sekali!”
Hardy sengaja berlari di kerumunan-kerumunan banyak orang. Hal itu ia lakukan agar Alvin terkecoh, dan kesulitan untuk menemukannya. Benar saja, Alvin kehilangan jejak Hardy, apalagi orang-orang semakin banyak berkumpul di depan pelabuhan ini.
“Don, di mana dia! Kurang ajar! Aku harus segera menemukannya! Kenapa kita harus kehilangan jejaknya!” Alvin sangat marah.
“Tenang saja, Tuan. Wilayah pelabuhan ini sudah dikepung. Aku juga sudah menelepon kejaksaan, tim investigasi dan pihak kepolisian! Mereka juga sedang mencari Tuan Hardy Satria. Banyak orang yang melaporkannya, atas dugaan penggelapan uang! Dia tak akan bisa lari, selagi kapal pesiar belum berlayar!” Sekretaris Doni berusaha menenangkan Alvin.
“Bagaimana jika dia menyelundup ke kapal pesiar? Kita akan sangat kesulitan. Mengingat, tak semua area memiliki CCTV di sana!”
“Tidak akan bisa, akses masuk ke kapal pesiar itu diperkirakan sekitar satu jam lagi. Dia pasti bersembunyi di area pelabuhan.”
“Baiklah, kejar dia sampai dapat!”
Beberapa saat mencari, Hardy ternyata tengah bersembunyi di toilet. Ia membawa Tiara masuk ke dalam toilet. Entahlah, Hardy sudah tak bisa lagi berpikir jernih saat ini.
Entah ia akan bisa naik ke kapal pesiar, entah tidak. Hardy stres bukan main. Wajahnya berkeringat, namun sepertinya ia berkeringat dingin. Hardy juga nampak pucat, Hardy benar-benar takut, ia tak mau Alvin merusak rencananya.
Bagaimana Hardy akan menaiki kapal pesiar? Keluar dari toilet pun ia tak sanggup. Alvin pasti sudah mengepung area pelabuhan. Hardy tahu, Alvin orang yang seperti apa.
Baru saja Hardy menghela napas panjang, tiba-tiba pintu toilet itu didobrak hingga rusak. Dan …, brakkk, pintu hancur, Hardy kaget bukan main. Alvin sudah siaga berada di depan pintu toilet, melihat Hardy yang sudah berkeringat dingin.
“Lepaskan Tiara! Atau kubunuh kau, Hardy!” teriak Alvin dengan sangat keras.
Hardy reflek mengeluarkan pistol di sakunya. Ukuran toilet yang kecil, membuat Alvin dan tim-nya kesulitan masuk. Hardy sudah memegang pistol di tangannya. Ia memang takut, tapi ia juga tak mau menyerahkan Tiara pada Alvin.
“Jangan bergerak! Jika ada satu pun dari kalian yang berani bergerak, maka Tiara akan mati di tanganku! Aku tak akan berbohong, lagipula, untuk apa aku hidup sekarang? Kau sudah mengetahui keberadaanku dan Tiara ‘kan? Kau pasti akan mengambil Tiara dariku. Aku tak akan rela sedikitpun. Karena itu, aku akan membawa dia sampai ke akhirat, aku akan pergi bersama dia!” Hardy menempelkan pistol di dahi Tiara. Tiara tetap tak bergeming, efek obat itu masih melekat, dan membuat Tiara tak sadarkan diri.
“Brengsek, hentikan! Kau! Kau yang akan mati sendiri di tanganku!” Alvin berontak, ia tak suka dengan ucapan Hardy saat ini.
“Tuan, tuan, tenanglah, jangan gegabah. Kita ikuti maunya, jangan membuat hal yang tak mungkin, jadi mungkin. Dia pasti nekad, dia sedang ketakutan. Tenanglah dulu, kita ambil jalan yang tak akan ia sadari,” sekretaris Doni berbisik pada Alvin, berusaha menahan emosi Alvin, agar tak main gegabah seperti sekarang ini.
Haruskah aku benar-benar menembak Tiara? Lalu aku pun menembak diriku? Tak ada artinya lagi hidupku. Aku sudah tak bisa lari. Haruskah? Haruskah ku tekan pelatuk ini di kepalanya?