Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#8
"Kenapa kamu senyum?" Tanya Mahen kepada Keyla selepas kepergian Aga. Keyla menggelengkan kepalanya.
"Apa kamu mau sesuatu?" Tanya Mahen lagi.
Senyum Keyla menghilang. "Apa kakak akan pulang?" Keyla balik bertanya dengan tatapan sendunya. "Apa kakak akan meninggalkan Key sendirian lagi?" Mendengar pertanyaan Keyla membuat Mahen mengerutkan keningnya.
Keyla memilih untuk menundukkan kepalanya saat tak menerima jawaban dari Mahen. Ia semakin menundukkan kepalanya saat melihat Mahen yang berdiri dari duduknya. "Aku hanya ingin mengambil beberapa baju di rumah." Ucap Mahen sambil mengusak kepala Keyla. "Kakak bertanya karena mungkin kamu masih ingin makan sesuatu?"
Keyla mendongakkan kepalanya menatap Mahen. "Apapun yang kakak belikan pasti Key makan." Jawab Key antusias.
.
.
Satu jam setelah kepergian Mahen, Keyla mulai merasakan sakit kembali di bagian kepalanya bahkan kali ini ada beberapa bagian tubuhnya yang terasa seperti di pukuli berulang kali. Dengan langkah tertatih Keyla berjalan menuju kamarnya untuk mengambil obat- obatan yang seharusnya sudah ia minum sedari tadi.
Keyla kembali tersenyum saat mengingat ucapan Mahen tadi yang menyebut dirinya adik.
"Jangan sakit." Ucapnya lirih sambil memeluk erat tubuhnya sendiri. "Bagaimana ini?" lirihnya lagi. Ia takut jika sebentar lagi Mahen akan kembali. Keyla tidak ingin Mahen melihatnya dalam kondisi yang seperti ini. Ia takut bagaimana nanti jika Mahen akan membuangnya saat mengetahui sakitnya. Keyla pun kembali menangis dalam diamnya.
.
.
Saat memasuki apartemennya, Mahen menghela nafas melihat Keyla yang tertidur di sofa karena menunggunya. Mahen tersenyum miris saat mengingat kembali pesan yang tadi di kirim Keyla bahwa ia akan menunggu sampai dirinya pulang. Sebenarnya setelah selesai memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam tas, Mahen ingin segera kembali ke apartemennya. Tetapi tanpa sengaja ia berpapasan dengan Kezia, yang mau tidak mau ia mengurungkan niatnya untuk segera pergi.
"Key.." Panggil Mahen sambil mengusap pipi adiknya yang entah mulai kapan terasa sedikit menirus. "Key.. Keyla." Panggil Mahen lirih.
Keyla membuka matanya perlahan lalu mengerjapkannya berulang- ulang. Ia pandangi wajah Mahen yang berada sedikit jauh dari wajahnya. "Kak Mahen." Ucap Keyla sambil tersenyum lebar yang membuat Mahen tertegun. Senyuman manis yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Mahen mengulurkan Martabak manis ke arah keyla.
Keyla mendudukkan dirinya lalu ia meraih martabak manis pemberian Mahen dan membawanya ke atas pangkuannya. "Terima kasih kak." Ucap Keyla sambil tersenyum lebar menunjukkan gigi kelincinya.
"Hanya dengan sekotak martabak manis dia sudah bisa tersenyum dan terlihat sangat bahagia." Batin Mahen sambil menatap keyla yang sedang menggigit sepotong martabak manis.
Mahen tidak tahu saja bahwa kehadirannyalah yang membuat Keyla merasa bahagia.
.
.
"Hei Key." Sapa Dokter Ferdi saat Keyla baru memasuki ruangannya. "Apa kabar?"
"Tidak baik- baik saja dok." Jawab Keyla dengan wajah sendunya.
"Kenapa? Apa kamu semakin sering meraskan pusing?" Tanya dokter Ferdi yang langsung di jawab anggukkan kepala oleh Keyla.
"Selain pusing apa lagi yang kamu rasakan akhir- akhir ini?"
"Seluruh badan saya rasanya sakit semua dok. Kadang saaya terluka tapi tidak menyadarinya. Bahkan ada kalanya saya juga sering tiba- tiba terjatuh." Ucap Keyla.
"Apa kamu rutin meminum obat yang saya berikan?" Tanya dokter Ferdi.
Keyla hanya terdiam. Dokter Ferdi menghela nafasnya. "Apa kamu sudah memberi tahu keluargamu tentang kondisi kamu?" Lagi- lagi Keyla hanya bisa terdiam. "Kenapa kamu tidak memberi tahu keluargamu?"
"Apa penyakitku semakin parah dok?" Tanya Keyla. Ia mencoba untuk mengalihkan pertanyaan dokter Ferdi.
Dokter Ferdi menarik nafas lalu menghembuskannya cepat. "Maaf saya harus menyampaikan ini. Mendengar dari gejala- gejala yang kamu sebutkan ini bukan lagi penyakit Malformasi Chiari tapi ini sudah menjadi Syringomyelia."
"Maksud dokter? "
"Melihat dari hasil pemeriksaan, usiamu dan gejala awal yang kamu rasakan akhir- akhir ini, saya memperkirakan jika Malformasi Chiari yang kamu alami masih berada di tahap awal tetapi diagnosa saya ternyata salah." Dokter Ferdi menjeda ucapannya.
"Malformasi Chiari ini jika di abaikan seperti yang kamu lakukan sekarang bisa berkembang menjadi Syringomyelia." Ucap Dokter Ferdi. "Syringomyelia sendiri adalah pertumbuhan kista berisi cairan (syrinx) di saraf tulang belakang. Kista ini dapat membesar seiring berjalannya waktu dan menekan jaringan saraf tulang belakang, sehingga menimbulkan gejala berupa kelemahan otot atau kehilangan sensasi nyeri seperti yang kamu alami saat ini." Ucap dokter Ferdi.
Keyla terdiam mendengar penjelasan dari dokter Ferdi.
"Saya akan segera membuatkan jadwal untuk kamu menjalani fisioterapi. Fisioterapi ini untuk mengatasi gangguan saraf, seperti lemah atau kaku otot. Selama menjalani fisioterapi ini kamu akan dipandu oleh dokter rehabilitasi medik." Ucap dokter Ferdi sambil menatap Keyla. "Kali ini saya serius Key. Jangan abaikan penyakit ini. Lakukan pengobatan yang sudah saya jadwalkan. Dan minum obatmu tepat waktu, jangan menunggu sakit dulu baru kamu minum."
Keyla tersenyum tipis bahkan nyaris tak terlihat. "Saya akan usahakan dok."
"Jangan di usahakan Key. Tapi lakukan. Dan beri tahu keluargamu tentang keadaanmu." Ucap dokter Ferdi.
"Untuk apa dok?" Tanya Keyla sambil menatap sendu kepada dokter Ferdi.
"Kamu butuh support system untuk melewati ini semua Key."
Keyla tersenyum miris. "Bahkan saya matipun mereka tidak akan ada yang peduli dok."
"Jangan menyerah dengan penyakitmu Key. Pikirkan baik- baik, pasti ada satu bahkan dua alasan kuat yang membuat kamu merasa harus bertahan." Ucap dokter Ferdi.
.
.
Mahen mengernyitkan dahinya bingung saat melihat apartemennya masih dalam kondisi gelap karena tirai jendela yang belum di buka. Ia berjalan perlahan menuju kamar sang adik. Mahen membuka pintu kamar Keyla perlahan.
"Kamu kenapa?" Tanya Mahen saat melihat Keyla yang terduduk sambil memeluk kedua kakinya.
Ia kembali mengernyitkan dahinya saat melihat mata sembab Keyla.
Keyla menunduk sambil menggelengkan kepalanya "Key nggak papa kak." Ucapnya lirih.
Mahen berjalan mendekat lalu meraih dagu Keyla. "Tatap kakak jika sedang berbicara." Ucap Mahen sambil mengdongakkan kepala Keyla. "Apa ada yang mengganggumu?" Tanya Mahen yang melihat wajah Keyla yang terlihat sedang tidak baik- baik saja.
Melihat wajah Mahen yang terlihat khawatir membuat Keyla ingin menangis. "Kak. Apa Key boleh memeluk kakak?" Tanyanya dengan mata yang berkaca- kaca. "Sebentar saja." Mohon Keyla.
Mahen tanpa menjawab langsung meraih tubuh Keyla dan membawanya ke dalam pelukkannya. Keyla melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Mahen.
Pelukkan Mahen yang semakin erat membuat Keyla semakin terisak hingga membuat Mahen kembali merasa khawatir. Ada rasa hangat dalam pelukkan itu. Pelukkan yang dari dulu Keyla harapkan kini menjadi kenyataan. Pelukkan hangat dari seorang kakak.
Mahen mengusap punggung Keyla. "Kamu kenapa Key?" Tanya Mahen. "Berhenti menangis. Jangan membuat kakak semakin merasa bingung."
Keyla semakin mengeratkan pelukkannya seakan- akan tidak ada hari esok. "Keyla suka pelukkan kakak. Benar- benar terasa hangat dan menenangkan." Ucap Keyla berbisik.
Tangan Mahen kini beralih mengusap kepala Kayla. "Maaf karena kakak terlambat membuat kamu merasakannya."
Keyla menggelengkan kepalanya ribut. "Keyla yang berterima kasih karena kakak sudah mau memeluk Key." Mendengarkan ucapan Keyla membuat hati Mahen sakit.
"Sudah merasa lebih baik?" Tanya Mahen saat merasakan adiknya mulai tenang. Keyla menganggukkan kepalanya sampil melonggarkan sedikit pelukkannya. "Mau cerita?"
"Key hanya rindu bunda." Ucapnya sambil menatap Mahen.
Saat Mahen mengangkat tangannya untuk mengusap kepala Keyla, lagi lagi Keyla melindungi kepalanya dengan menggunakan kedua tangannya. Mahen tetap melanjutkan mengusap kepala Keyla dan masih mencoba abai dengan tingkah Keyla yang sedikit mengganggu pikirannya beberapa hari ini.
"Mau ke makam bunda?" Tanya Mahen yang di jawab dengan anggukkan kepala oleh Keyla. "Cepat mandi, kakak tunggu di depan. Kita sekalian sarapan di luar saja ya." Ucap Mahen lalu beranjak pergi meninggalkan Keyla yang masih tertegun akibat dari perubahan sikap Mahen.