“Kamu harus bertanggungjawab atas semua kelakuan kamu yang telah menghilangkan nyawa istriku. Kita akan menikah, tapi bukan menjadi suami istri yang sesungguhnya! Aku akan menikahimu sekedar menjadi ibu sambung Ezra, hanya itu saja! Dan jangan berharap aku mencintai kamu atau menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya!” sentak Fathi, tatapannya menghunus tajam hingga mampu merasuki relung hati Jihan.
Jihan sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti ini, impiannya menikah karena saling mencintai dan mengasihi, dan saling ingin memiliki serta memiliki mimpi yang sama untuk membangun mahligai rumah tangga yang SAMAWA.
“Om sangat jahat! Selalu saja tidak menerima takdir atas kematian Kak Embun, dan hanya karena saat itu Kak Embun ingin menjemputku lalu aku yang disalahkan! Aku juga kehilangan Kak Embun sebagai Kakak, bukan Om saja yang kehilangan Kak Embun seorang!” jawab Jihan dengan rasa yang amat menyesakkan di hatinya, ingin rasanya menangis tapi air matanya sudah habis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak semudah itu minta cerai!
Jihan udah gak sekolah, baru aja lulus seminggu yang lalu, tapi kenapa gadis itu merasa lagi ada di sekolahnya dan sedang menghadapi guru matematikanya yang terkenal killer di sekolahnya.
Gadis itu menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan-pelan, tadinya dia berniat mau hembuskannya melalui jalur bawah tapi sayangnya gak bisa diajak kompromi. “Huft!”
Jihan sudah pasang cemberutnya ketika sudah berdiri di sudut ruang kerja mantan kakak iparnya, lalu kepalanya menoleh ke arah tanaman hias yang ada di sana. “Issh ... Nasib Jihan sama kayak kamu, jadi pemanis di sudut ruangan, kamu hijau Jihan putih kita jadi semakin cantik di pojokan ini,” gerutu Jihan sendiri.
BRAK!
Suara meja digebrak terdengar nyaring, membuat kedua bahu Jihan naik turun untuk ajak gak melorot ke bawah. “Fix, besok Jihan mau ke rumah sakit, pengen cek jantung, takut kenapa-napa,” gumam jihan sendiri sembari mengelus dadanya yang baru saja degup jantungnya berlarian.
“Siapa yang suruh bicara! Aku menyuruh kamu berdiri bukannya bicara!” sentak Fathi, mata elangnya mulai keluar.
“Memang gak ada yang nyuruh bicara kok, tapi tadi'kan Om dokter hanya menyuruh berdiri di sini dan tidak melarang Jihan bicara. Terus salah Jihan apa? Jihan juga ngomong sendiri kok, gak ngajak Om Dokter bicara,” sahut Jihan dengan santainya, padahal hatinya udah geregetan dengan mantan kakak iparnya itu.
Pria dewasa itu menarik napas kasarnya, lalu menyugarkan rambut hitamnya ke belakang, sepertinya memang butuh mental buat menghadapi Jihan yang sangat jauh berbeda dengan Embun. Jika Embun wanita lemah lembut dan penurut, maka adiknya 180 derajat jauh berbeda, boro-boro bisa lembut yang ada kayak begini bar-bar dan ada saja jawaban tanpa ditanya alias pelawan.
Jihan bisa melihat jika Fathi agak kesal dengannya, tapi justru itu yang membuat dia senang, kalau bisa pria itu juga illfil dengannya dan ujung-ujungnya pria itu mengakhiri pernikahan ini, walau bukan impian dia menjadi seorang janda muda.
“Cukup Jihan jangan melawan aku saat ini, sekarang diam dan dengarkan aku berbicara, tidak menyela!” perintah Fathi, suaranya terdengar tidak ingin dibantahkan oleh gadis itu.
“Baiklah Pak Dokter, silakan berbicara dan Jihan akan mendengarkan dengan seksama,” sahut Jihan, tuh kan masih di jawab lagi sama gadis itu.
Fathi mendesah, lalu menjatuhkan dirinya di atas sofa empuk itu dekat Jihan berdiri, kemudian dia menaruh map yang tadi dia ambil dari meja kerjanya untuk dia letakkan di atas meja sofa.
“Pasti itu surat kontrak pernikahan,” tebak Jihan dalam hatinya.
“Aku ingin memberitahukan kepadamu tentang pernikahan kita. Seperti yang kamu ketahui jika aku hanya menikahimu hanya untuk jadi ibu sambung Ezra, bukan untuk menjadi istriku sepenuhnya. Jadi kamu harus mematuhi beberapa peraturan buat kamu di sini, salah satunya kamu tidak berhak mengurus urusan pribadi aku termasuk aku juga tidak akan ikut campur dengan urusan kamu. Selama kamu tinggal di sini kamu wajib mengurus Ezra, dan tenang saja kamu akan tetap dapat nafkah lahir sebanyak 5 juta perbulan, tapi jangan berharap aku akan memberikan nafkah batin buat kamu,” imbuh Fathi, netranya masih menatap Jihan yang sejak tadi memandanginya.
“Dan di meja ini ada surat yang harus kamu tanda tangani, agar ke depannya kamu tidak menuntutku!” tunjuk Fathi dengan dagunya ke arah meja sofa tersebut.
Kali ini raut wajah Jihan serius tidak ada guratan candaan di wajahnya karena pembicaraan ini berkenaan dengan masalah rumah tangganya.
“Berapa lama kontrak pernikahan kita, Om Dokter?” tanya Jihan.
“Ini bukan kontrak pernikahan Jihan, tapi ini peraturan dalam pernikahan yang harus kamu patuhi,” jawab Fathi dengan tegasnya.
“Oh jadi tidak ada masa waktu berlakunya? Jadi Jihan akan selamanya terikat dalam pernikahan ini, apa Om Dokter yakin akan bertahan menikah dengan wanita model Jihan seperti ini. Apalagi seorang laki-laki pasti butuh penyaluran hasrat, sedangkan Om Dokter barusan berkata tidak akan memberikan nafkah batin sama Jihan. Kalau buat Jihan sih tidak masalah jika tidak diberikan nafkah batin sama Om Dokter, karena memang tidak menginginkan. Jadi mungkin sebaiknya pernikahan kita hanya 3 bulan saja, Jihan kasihan sama Om Dokter kalau lama-lama menikah sama Jihan.”
Wajah tampan Fathi mengeras, sorot netranya semakin tajam seakan sedang melihat musuh yang ingin diterkamnya. “Lancang sekali kamu mengatur aku, Jihan!”
Jihan memutar malas bola matanya saat melihat reaksi Fathi yang mulai kembali emosi. “Jihan tidak lancang, tapi hanya memberikan solusi saja. Jika tugas Jihan di sini hanya untuk jadi ibu sambung Ezra dan merawatnya, kenapa tidak menyurut Jihan bekerja sebagai baby sitter saja, dan tidak perlu kita menikah! Jihan hanya kasihan saja sama Om Dokter, seharusnya cari saja istri yang ideal buat Om,” sahut Jihan.
Fathi langsung berdiri dari duduknya, kedua tangannya mulai terkepal dengan kuatnya. Pria itu pun bergerak mendekati Jihan, sementara Jihan yang melihat gerakan pria tersebut hanya bisa diam dipojokkan.
“Jadi kamu pikir aku akan menjadikan kamu sebagai istriku seutuhnya! Dan aku akan menyentuh tubuh jelekmu ini! Begitukah! Jangan mimpi kamu!” sentak Fathi.
Tak ada jarak lagi di antara mereka berdua, tubuh Jihan sudah terkunci di pojokan tersebut. Gadis itu mendongakkan wajahnya, dan turut menatap dalam wajah suaminya itu.
“Jihan tidak pernah bermimpi bersuamikan kakak ipar sendiri, dan Jihan juga tidak pernah bermimpi disentuh oleh Om Dokter, andaikan Jihan boleh memilih masih banyak pria lain yang bisa menjadi suami Jihan. Tapi Om Dokter yang memaksa Jihan masuk ke dalam pernikahan yang tidak pernah Jihan inginkan! Apakah salah Jihan mengingatkan saja, atau Om Dokter sudah ada niatan akan menikahi wanita lain untuk bisa memenuhi kebutuhan biologis Om Dokter!” imbuh Jihan, setiap kata penuh dengan penekanan.
“AKH!” pekik Jihan saat tubuhnya di dorong ke tembok.
Netra Fathi sudah membara dengan amarah yang sudah meletup-letup, kobaran api yang bisa dilihat oleh Jihan sendiri. Kedua tangan pria itu bersandar di antara tubuh Jihan, gadis itu terkukung oleh tubuh besar Fathi.
“Masalah biologisku itu bukan masalahmu, aku akan menikah lagi itu juga urusan aku dan tidak perlu kamu tahu dan ikut campur!” sentak Fathi.
Jihan memberanikan diri untuk menatap suaminya tersebut. “Om Dokter boleh saja menyakiti ku sepuas hati Om, tapi ingatlah pernikahan bukanlah ajang permainan jika memang berniat ingin menikah wanita lain sebaiknya ceraikan Jihan dan tenang saja Jihan yang akan mengasuh Ezra, dia tidak akan kekurangan kasih sayang dari seorang ibu,” jawab Jihan dengan lantangnya.
BUGH!
Tangan Fathi yang sejak tadi terkepal ditinjunya ke dinding, Jihan terkesiap dan langsung memejamkan netranya, jantungnya kembali berdegup kencang seakan tinjuan itu mengenai dirinya. Fathi yang sudah emosi menundukkan wajahnya agar lebih dekat dengan wajah Jihan.
“Tidak semudah itu kamu meminta cerai denganku, kamu harus menikmati rasa sakit ku selama ini karena ditinggal istriku yang tercinta karena ulah mu. Tak akan aku biarkan kamu bahagia,” sentak Fathi. Jihan tak berani membuka netranya tapi bisa merasakan jika wajah Fathi persis ada di depan wajahnya, hembusan napasnya terasa hangat di pipi Jihan.
“Dan Jihan akan memastikan jika Om Dokter akan lebih merasakan sakit yang luar biasa!” tantang Jihan.
“AKH!” pekik Jihan, netranya terpaksa dibukanya, tengkuknya sudah diraih oleh tangan Fathi. Dan jujur Jihan mulai ketakutan melihat amarah Fathi, tapi dia tak boleh gentar, karena inilah tujuan mantan kakak iparnya.
Bersambung ... ✍🏻