Dalam kehidupan yang dipenuhi dengan tantangan dan pertempuran, cinta sering kali menjadi cahaya yang memandu. Zayyy, seorang pemuda yang karismatik dan tak kenal takut, telah berjuang melawan musuh dan tantangan, tidak hanya untuk melindungi artefak berharga, tetapi juga untuk menjaga cintanya dengan Angelina. Namun, di tengah semua itu, ada suatu kebenaran yang tak terhindarkan: hidup adalah perjalanan yang penuh dengan keputusan sulit, pengorbanan, dan kehilangan.
Saat bayangan gelap mulai mendekat, Zayyy harus menghadapi tidak hanya musuh yang mengancam, tetapi juga perasaannya sendiri. Pertarungan untuk cinta dan harapan akan membawa Zayyy pada jalan yang penuh dengan kenangan indah dan kesedihan yang mendalam. Di sinilah kisahnya dimulai, di mana setiap detik berharga dan setiap pertempuran adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar—sebuah perjalanan menuju pengertian sejati tentang cinta dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mohamad Zaka Arya Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Bayangan dari Masa Lalu
Setelah pertemuan itu, hubungan antara Zayyy dan Angelina terasa berbeda. Percakapan ringan yang awalnya sekadar basa-basi kini berubah menjadi obrolan mendalam yang membuka sisi lain dari keduanya.
Zayyy, yang terbiasa bersikap santai dan tak terlalu peduli pada perasaan orang lain, mulai merasakan sesuatu yang baru. Seperti ada perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, sesuatu yang membuatnya ingin mengenal Angelina lebih jauh.
Minggu berikutnya, Zayyy kembali mengunjungi MTsN untuk menghadiri acara alumni tahunan. Banyak teman lama yang ia temui, tetapi ada satu sosok yang diam-diam ia harapkan hadir – Angelina.
Namun, hingga acara dimulai, sosoknya tak juga terlihat. Aula ramai oleh obrolan dan tawa, suasana nostalgia yang hangat menyelimuti seluruh ruangan.
Zayyy bergabung dalam percakapan, berbincang dengan teman-teman lama yang kini tampak lebih dewasa dan sibuk dengan kehidupannya masing-masing.
Di tengah keramaian, ponselnya tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk dari Angelina. “Kamu di acara alumni, kan? Aku nggak bisa hadir. Lagi ada urusan keluarga. Maaf ya…”
Zayyy merasa kecewa, meskipun ia tahu tak seharusnya begitu. Ia membalas dengan singkat, “Nggak apa-apa, Lina. Semoga semuanya lancar, ya.”
Namun, setelah ia mengirim pesan itu, perasaan kecewa dan rindu justru semakin menguat. Tanpa kehadiran Angelina, acara alumni itu terasa hampa baginya. Teman-teman yang dahulu ia anggap dekat kini seperti orang asing.
Segalanya berubah seiring berjalannya waktu, tetapi ada satu hal yang tetap sama – perasaannya terhadap Angelina. Ia menyadari bahwa perasaan yang selama ini dianggapnya biasa ternyata memiliki makna yang lebih dalam.
Malam itu, ketika pulang dari acara alumni, Zayyy tidak langsung menuju rumah. Ia memutuskan untuk melewati Bukit Surga, tempat yang dulu sering ia datangi bersama teman-temannya.
Bukit ini memiliki pemandangan indah yang memperlihatkan lampu kota Nganjuk di kejauhan, berkelip-kelip di bawah langit malam yang penuh bintang. Di tengah sunyi malam, pikirannya kembali melayang pada sosok Angelina. Sejak kapan ia merindukan kehadirannya sedalam ini?
Bukit itu penuh kenangan bagi mereka berdua. Pernah suatu hari di tahun terakhir MTsN, Zayyy dan Angelina datang ke sini bersama sekelompok teman. Mereka duduk berjam-jam, berbicara tentang masa depan, cita-cita, dan impian.
Angelina bercerita bahwa ia ingin menjadi seseorang yang berguna bagi orang lain, seseorang yang mampu membuat perubahan. Di mata Zayyy, Angelina adalah sosok yang unik; ia cerdas, ambisius, tetapi tetap hangat dan peduli.
Duduk sendirian di atas bukit, Zayyy menghela napas panjang. Semua kenangan itu muncul begitu jelas di benaknya, seolah baru terjadi kemarin.
Ia mulai menyadari betapa besar pengaruh Angelina dalam hidupnya, meski mereka tidak lagi berstatus sebagai sepasang kekasih. Kenangan yang dulu terasa biasa kini mendadak memiliki makna yang mendalam.
“Kenapa harus kamu, Lina?” gumamnya pelan, seolah berharap angin malam bisa membawa kata-katanya ke tempat Angelina berada.
Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab. Apakah Angelina pernah merasakan hal yang sama? Ataukah ia hanyalah satu dari sekian banyak teman pria dalam hidupnya? Zayyy tahu bahwa Angelina memiliki banyak teman lelaki yang dekat dengannya, sesuatu yang dulu tak terlalu ia pedulikan tetapi kini mulai membuatnya merasa cemburu.
Saat larut dalam pikirannya, tiba-tiba ia mendengar suara motor mendekat. Ia menoleh dan mendapati seorang teman lamanya, Reza, berjalan mendekat sambil tersenyum kecil. “Eh, ngapain lo di sini, Zayyy? Sendirian lagi?”
Zayyy tertawa pelan, lalu menyenggol Reza. “Iseng aja. Lagi pengen merenung.”
Reza duduk di sampingnya, memandang pemandangan kota yang terbentang di hadapan mereka. Mereka berbincang tentang berbagai hal, dari kenangan masa sekolah hingga rencana masa depan. Di tengah obrolan, Reza tiba-tiba menyinggung Angelina.
“Gue denger lo deket lagi sama Angelina. Beneran tuh?” tanyanya, nada suaranya setengah bercanda namun penuh rasa ingin tahu.
Zayyy mengangkat bahu. “Ya… kita cuma ngobrol-ngobrol aja, Za. Teman lama, tahu sendiri lah.”
Reza tertawa kecil, seolah tidak percaya. “Teman lama, tapi kayaknya lo ada rasa, ya? Nggak perlu ditutup-tutupin, Zayyy.”
Zayyy menghela napas, menyadari bahwa Reza bisa membaca perasaannya dengan jelas. “Gue juga nggak tahu, Za. Dia… Dia beda. Selalu beda. Tapi, gue nggak yakin dia ngerasain yang sama.”
Reza menepuk bahu Zayyy, memberikan dukungan tanpa banyak kata. “Kadang, kita nggak tahu apa yang kita miliki sampai kita kehilangannya, Zayyy. Kalau lo emang serius, tunjukin aja. Jangan sampai nyesel nantinya.”
Malam itu, kata-kata Reza terus terngiang di kepala Zayyy. Ia tahu Reza benar. Jika memang Angelina memiliki tempat istimewa di hatinya, maka ia harus mengambil langkah lebih berani.
Namun, ia juga tidak ingin mengganggu kehidupan Angelina yang mungkin sudah bahagia dengan pilihannya sendiri. Setelah berpisah dengan Reza, Zayyy pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk, antara keinginan untuk maju dan keraguan yang terus menghantui.
Di hari-hari berikutnya, Zayyy mencoba untuk tetap tenang. Ia berusaha menekan perasaannya, menyibukkan diri dengan kegiatan sehari-hari, namun tetap saja sosok Angelina terus hadir dalam pikirannya. Di sela-sela kesibukannya, ia sesekali mengirim pesan pada Angelina, menanyakan kabarnya atau sekadar berbagi cerita.
Suatu hari, saat mereka sedang mengobrol di aplikasi pesan, Angelina mengirimkan pesan yang membuat Zayyy terpaku.
“Zayyy, kamu pernah ngerasa nggak kalau hidup ini kadang terlalu rumit?”
Pertanyaan itu sederhana, tetapi memiliki makna yang dalam. Zayyy membaca pesan itu berulang kali sebelum membalasnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat.
“Kadang-kadang. Tapi mungkin karena kita sendiri yang bikin rumit, nggak sih? Kenapa tiba-tiba nanya gitu, Lina?”
Ada jeda sebelum Angelina membalas. “Aku cuma lagi mikir. Terkadang aku merasa sulit buat ngertiin perasaan sendiri. Seolah-olah ada banyak yang harus dipikirin, tapi nggak tahu harus mulai dari mana.”
Jawaban itu membuat Zayyy berpikir. Mungkin Angelina juga mengalami perasaan yang serupa, kebingungan akan perasaannya sendiri, terutama terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia ingin bertanya lebih lanjut, tetapi ragu apakah itu akan membuat Angelina merasa tidak nyaman.
Setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk mengirim pesan lagi. “Kadang yang kita butuhin cuma waktu, Lina. Nggak semua hal harus dipecahin sekarang juga. Mungkin ada baiknya kita ikutin aja perasaan kita pelan-pelan.”
“Iya, mungkin kamu benar,” jawab Angelina singkat. Meskipun pesan itu hanya beberapa kata, Zayyy merasa ada kedekatan di antara mereka yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Percakapan itu membuat Zayyy semakin yakin bahwa ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka, sesuatu yang mungkin tak pernah ia sadari sebelumnya.
Ia menyadari bahwa hubungan mereka bukan sekadar kenangan masa lalu, melainkan sesuatu yang mungkin bisa tumbuh menjadi lebih dalam dan bermakna.
Namun, di balik semua perasaan itu, Zayyy tetap harus mencari cara untuk menghadapi hatinya sendiri dan memutuskan apakah ia siap mengambil risiko demi sesuatu yang selama ini hanya ada dalam bayangannya.