Terlihat jelas setiap tarikan bibirnya menampakkan kebahagiaan di raut wajah gadis itu. Hari di mana yang sangat di nantikan oleh Gema bisa bersanding dengan Dewa adalah suatu pilihan yang tepat menurutnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu timbullah pertanyaan di dalam hatinya. Apakah menikah dengan seseorang yang di cintai dan yang mencintainya, bisa membuat bahagia ?
1 Oktober 2024
by cherrypen
Terima kasih sebelumnya untuk semua pembaca setia sudah bersedia mampir pada karya terbaruku.
Bantu Follow Yuk 👇
IG = cherrypen_
Tiktok = cherrypen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cherrypen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 5. AMP
Tiba waktunya kegiatan reuni itu akan di laksanakan. Gema memakai gaun merah yang membalut indah setiap lekuk tubuhnya. Rambut bergelombang serta lipstik warna pink. Meskipun dalam keadaan hamil, tetapi tidak menjadi penghalang untuknya mengenakan gaun yang cukup pas di tubuhnya.
“Cantik sekali, istriku,” ucap Dewa menatap Gema turun dari tangga.
Pipi Gema tampak memerah mendapat pujian dari Dewa. “Hmm, sayang bisa aja,” celetuk Gema manja seraya memegang tangan suaminya. “Yuk, kita berangkat sudah hampir terlambat, nih.”
Gema menghadiri reuni sekolah SMA, di temani oleh Dewa. Di sepanjang perjalanan pria itu tidak
berhenti memperingatkan Gema untuk tidak banyak tersenyum dan banyak bicara dengan teman-temannya terutama yang berlawanan jenis.
***
“TUNGGU!”
Dewa memalingkan wajahnya di saat Gema akan membuka pintu.
“Jangan keluar,” tegas Dewa membuat Gema tampak kebingungan.
Dewa melangkahkan kakinya turun dari mobil terlebih dahulu, kemudian berjalan ke depan mobil dan membukakan pintu untuk Gema.
“Sekarang kamu boleh turun sayang,” ucap Dewa seraya mengulurkan tangannya. Gema menerima
uluran tangan Dewa sembari tersenyum manis lalu turun dari mobil.
"Hari ini aku sangat bahagia, Mas. Kamu menggenggam tanganku seakan takut kehilangan aku," batin Gema sembari menatap pria di sebelahnya. Pria berahang tegas yang di takuti oleh siapapun karena ketegasannya yang terkadang di luar nalar manusia.
“Hey, Gema bertambah cantik saja dirimu.”
“Terima kasih Merry, Mas, ini Merry sahabat aku,” tutur Gema memperkenalkan Merry pada Dewa.
Dewa menyodorkan tangan kekarnya berjabat tangan dengan Merry.
“Dewa Alingga Baskara, suaminya Gema,” ucap Dewa dengan nada tegas.
Dia mengangkat dagunya dengan sangat angkuh. Sebagai anak pertama dari keluarga Baskara dirinya tidak mau di pandang rendah oleh siapapun apalagi diremehkan. Dan siapapun yang berani menyentuh apa yang dia miliki. Ia tak segan-segan untuk membuat perhitungan dengan lawan mainnya.
“Merry,” lanjut Merry mengulurkan tangannya sembari matanya melirik Gema, karena sikap suami sahabatnya yang nampak dingin.
Gedung serbaguna sudah di penuhi dengan teman-teman se angkatan Gema, mengharuskan mereka untuk saling berjabat tangan serta bertanya kabar. Tatapan Dewa yang tajam selalu memperhatikan setiap gerak- gerik Gema, dengan siapa dia lawan bicaranya.
“Gema, jangan terlalu banyak bicara dengan teman-teman kamu. Aku tidak suka melihat kamu terlalu banyak mengumbar senyum sama mereka,”
titah Dewa tegas.
“Iya, Mas,” sambung Gema memalingkan wajah menatap mata Gema yang penuh rasa khawatir, sampai siku Gema di tarik agar tidak ada jarak di
antar mereka.
Pria tampan bertubuh kekar berjalan menghampiri mereka. Dari kejauhan dia memasang senyum ramah
menatap ke arah mata Gema sambil membawa soda kaleng di tangan.
“Hallo Gema, auramu berbeda sekali sejak kamu menikah,” sapa pria itu sembari mengayunkan tangannya dari atas sampai ke bawah di depan Gema
dan Dewa.
Rahang Dewa seketika mengetat melihat laki-laki itu yang tampak akrab dengan Gema. Ia, mengendus dingin ingin rasanya membanting laki-laki itu sampai patah tulang ke lantai. Akan tetapi, karena dia masih
menghormati acara reuni yang belum selesai, dia berusaha menahan emosinya seraya berkali-kali menarik napas panjang dan mengepalkan kedua tangannya di sisi samping.
Gema memalingkan wajahnya menatap Dewa yang menatap lurus ke depan dengan sorot mata tajam. “Ha - hay, Andrean,” jawab Gema terbata-bata,
tidak melanjutkan lagi percakapan mereka karena Gema merasa takut terhadap suaminya yang sedari tadi memperhatikan tatapan Andrean pada istrinya. “Ini kenalin suami, aku.”
Andrean mengulurkan tangan terlebih dahulu dan berjabat tangan karena Dewa belum menyodorkan tangannya.
“Andrean, teman sekelas Gema,” sambung Andrean merendahkan suara, dia menyadari kalau Dewa merasa tidak menyukainya.
“Dewa.” Dewa menyambut tangan Andrean kasar.
Mereka bertiga pun merasa canggung sampai akhirnya salah satu teman sekolahnya yang lain, datang menepuk bahu Andrean dari belakang.
“Hey, kalian para sang mantan kekasih akhirnya bertemu juga, ya. Hemm, yang cowok idola semua cewek satu sekolahan, sedangkan yang cewek jadi rebutan kaum adam. Haha … indahnya dunia SMA waktu itu,” ucap teman Gema polos tidak mengetahui kalau Dewa adalah suami Gema yang berdiri di sebelahnya.
Andrean seketika menutup mulut temannya menggunakan tangannya seraya tersenyum kaku menatap Gema dan Dewa.
“Duh, si bloon ngapain ‘sih buat gaduh saja,” batin Andrean.
“Mampus, gue! Ini orang mulutnya nyerocos terus kayak ember saja, pengen ku bungkam sama kaos kaki kotor saja” batin Gema seraya matanya menatap tajam temannya tanpa berkedip, sesekali melirik ke arah Dewa, sebagai kode agar temannya berhenti ngomong.
Gema tersenyum sinis pada temannya yang baru datang. Dia enggan menanggapi pembicaraan temannya yang gak mengerti kode keras dari Gema.
Per sekian detik teman Gema masih nyerocos setelah Andrean melepaskan tangannya.
“Ini suamiku,” tegas Gema memotong pembicaraan temannya.
“Upss ... , sorry.” Temannya seketika menghentikan omongannya seraya menelan kasar sivalinya. “Ini, suami lo, Gem?”
Gema menganggukkan kepanya.
“Oh, ok, maaf ya Gema dan Pak Suami Gema, anggap saja tadi saya salah bicara,” ujar teman Gema sambil mengangkat tinggi-tinggi kakinya meninggalkan mereka sekaligus menarik pergelangan tangan Andrean agar menjauhi mereka.
“Gue ke sana dulu yak,” sahut Andrean seraya di tarik temannya.
“Buset, suami Gema dari tatapan mata saja sudah mengerikan seperti killer.”
“Heh, jangan asal menilai orang, kamu itu yang salah, punya mulut gak bisa di jaga! Makanya pakai rem jangan asal nyerocos terus kayak kereta api, lihat juga keadaan lawan bicara kamu itu siapa,” gumam Andrean.
Ya, pria itu melirik ke belakang ke arah Gema. Hatinya gelisah setelah bertemu dengan mantan pacarnya. Dia merasa kwatir jika Dewa salah paham.
Gema jadi lebih banyak diam dan terus berdiri di samping suaminya. Gadis cantik itu lebih memilih menyibukkan diri bersama Dewa di bandingkan
harus berbaur dengan teman-temannya lantaran teringat dengan perintah Dewa. Di samping itu juga, ia masih menyimpan rasa trauma di saat Dewa mendaratkan sebuah tamparan dan kekerasan seksual yang membuatnya benar-benar merasa sangat tertekan.
“Masih berapa lama lagi acaranya selesai?!” tanya Dewa tanpa menatap istrinya.
“Sebentar lagi, Mas,” jawab Gema lembut.
“Jangan lama-lama, aku sudah mulai bosan!”
“Iya Mas, apa kita pulang saja sekarang?”
Dewa hanya terdiam mendengar pertanyaan Gema. Dia beberapa kali meneguk soda kaleng sembari mengamati Andrean yang telah jauh meninggalkan
mereka.
“Tampan juga mantan pacarmu, pantas saja dia
menghampirimu,” sungut Dewa dengan nada dingin.
Untuk beberapa detik Gema terdiam. “Itu kan masalalu mas, hanya cinta monyet.”
Dewa menarik salah satu sudut bibirnya ke atas seraya memalingkan wajahnya menatap Gema dengan sorot mata tak percaya. Ia menenggelamkan ke dua tangannya ke dalam saku celananya kemudian melangkahkan kaki keluar dengan dada membusung ke depan.
“Tuhan, semoga Mas Dewa tidak berbuat kasar lagi sama aku. Si kecil yang sabar ya,” ucap Gema pelan seraya mengelus perutnya yang belum tampak besar. Aku harap Mas Reza bisa menepati janjinya agar tidak mengulangi kesalahannya. Aku benar-benar tak sanggup lagi jika dia melakukan hal yang sama, batinnya menatap punggung Dewa.
To be continued 👉