NovelToon NovelToon
Ekspedisi Arkeologi - Misteri Kutukan Mola-Mola.

Ekspedisi Arkeologi - Misteri Kutukan Mola-Mola.

Status: sedang berlangsung
Genre:TimeTravel / Sistem / Epik Petualangan / Dendam Kesumat / Pulau Terpencil
Popularitas:380
Nilai: 5
Nama Author: Deni S

Ketika seorang pemuda dihantui oleh teka-teki atas hilangnya sang Ayah secara misterius. Bertahun-tahun kemudian ia pun berhasil mengungkap petunjuk dari buku catatan sang Ayah yang menunjuk pada sebuah batu prasasti kuno.

Satrio yang memiliki tekad kuat pun, berniat mengikuti jejak sang Ayah. Ia mulai mencari kepingan petujuk dari beberapa prasasti yang ia temui, hingga membawanya pada sebuah gunung yang paling berbahaya.

Dan buruknya lagi ia justru tersesat di sebuah desa yang tengah didera sebuah kutukan jahat.
Warga yang tak mampu melawan kutukan itu pun memohon agar Satrio mau membantu desanya. Nah! loh? dua literatur berbeda bertemu, Mistis dan Saint? Siapa yang akan menang, ikuti kishanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deni S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7: Jejak Penjelajah V2

Satrio melangkah perlahan, mencoba untuk tetap waspada. Setiap sudut hutan yang ia susuri terasa penuh rahasia. Di sini, batang pohon-pohon besar menjulang tinggi, membentuk kanopi alami yang membuat cahaya matahari sulit menembus. Akar-akar mencuat dari tanah lembab, menciptakan jalur yang tak mudah dilewati. Udara semakin pekat dengan aroma tanah basah dan dedaunan yang mulai membusuk.

Satrio berhenti sejenak, memperhatikan sekeliling. Hutan ini begitu tua, penuh dengan kehidupan yang tersembunyi. Suara ranting patah di kejauhan membuatnya sejenak berjaga-jaga, namun tak ada yang terlihat mencurigakan. Ia tetap melangkah, menyisir sekitar dengan harapan menemukan sesuatu—mungkin prasasti tersembunyi, jejak peninggalan peradaban kuno, atau apapun yang bisa menuntunnya pada misteri yang ia cari.

Langkah Satrio tiba-tiba terhenti ketika di hadapannya tampak sebuah gua batu yang cukup besar namun tak begitu dalam. Mulut gua itu dihiasi oleh tetesan air yang jatuh dari bebatuan atas, menimbulkan bunyi lembut yang berbaur dengan keheningan hutan. Cahaya redup yang masuk dari celah-celah daun di atas, menyoroti beberapa bagian dinding gua yang terlihat lembab dan berlumut.

Satrio memandang ke dalam gua, dadanya sedikit berdebar. Gua itu seolah memanggilnya, menyimpan sesuatu di balik kegelapannya. Tak pikir panjang, ia melangkah maju, tubuhnya bergerak mendekati mulut gua. Tetesan air yang menetes dari atap gua menyentuh pundaknya, membuatnya merasakan dinginnya alam sekitar.

Perlahan, ia memasuki gua dengan hati-hati. Setiap langkahnya terdengar jelas di antara dinding-dinding batu yang memantulkan suara, sementara matanya terus menyisir setiap sudut. Satrio tak tahu pasti apa yang akan ia temukan di dalam sana, namun perasaan bahwa sesuatu menanti di dalam semakin kuat menguasai benaknya.

Mata Satrio terus menyisir setiap sudut gua dengan teliti, mengikuti bentuk dinding batu yang tak rata. Cahaya remang yang memantul dari batu-batu di dalam, membuat bayangannya seolah bergerak bersamaan dengan langkahnya. Sesekali, ia berhenti sejenak, memandangi sesuatu yang menarik perhatiannya—bekas goresan di dinding, yang entah berasal dari apa.

Tangannya meraba-raba bagian perut gua, mengusap permukaannya yang dingin dan lembap. Di salah satu sisi, jari-jarinya menyentuh sesuatu yang terasa sedikit kasar, goresan tak beraturan yang tampak tak berarti. Namun, goresan-goresan itu membuatnya berpikir, mungkinkah ini hanya bekas alam atau ada sesuatu di baliknya?

Satrio berjongkok, mengamati lebih dekat. Goresan-goresan itu tampak seperti tanda yang sengaja dibuat, meskipun sulit untuk dipastikan. Lengannya bergerak perlahan, meraba kembali dinding gua, mencoba mencari petunjuk lebih jauh. Namun, semakin dalam ia menyelidiki, semakin gua itu terasa sunyi dan penuh misteri.

Kedua matanya terus memutar, sesekali ia melihat kawanan kelelawar yang tertidur pada langit-langit. "Entah berapa lama usia gua ini. Andai saja Bayu di sini, mungkin dia bisa menebak usianya." Pikirannya melayang ke timnya, betapa Bayu selalu mampu memberikan penilaian mendetail tentang hal-hal seperti ini.

Satrio berdiri, merentangkan punggungnya yang terasa sedikit kaku setelah berjongkok lama. Matanya masih terus mengamati sekeliling gua, setiap sudut tampak penuh dengan cerita yang belum terungkap.

"Seharusnya gua ini jadi tempat sempurna untuk berlindung atau melakukan ritual," gumamnya pelan saat melangkah keluar. Sesaat ia membayangkan bagaimana gua ini mungkin pernah digunakan oleh orang-orang di masa lalu, mungkin sebagai tempat sakral atau persembunyian.

Sinar matahari yang mulai meredup menyambutnya di luar gua kembali menegaskan betapa misteriusnya tempat ini, dan betapa banyak yang belum terpecahkan di sekitarnya.

Dalam perjalanan kembali menuju tendanya, langkah Satrio terhenti saat pandangannya tertarik pada sebuah pohon dengan tanaman unik menggantung di beberapa cabangnya. "Priuk Kera—Kantong semar," gumamnya, mendekati tanaman itu untuk mengamatinya lebih dekat. Ia tertegun melihat keindahan alami yang tersembunyi di tengah hutan ini.

"Sepertinya hutan ini kaya akan flora dan fauna," pikirnya, sedikit kagum namun juga waspada. "Aku harus lebih berhati-hati dalam melangkah." Satrio menegakkan tubuhnya, mengingat betapa berbahayanya alam liar ini jika tidak diperhatikan dengan seksama. Setiap langkah ke depan terasa lebih terukur, dengan kesadaran penuh akan kehidupan yang tak terlihat, mengintai di setiap sudut hutan.

Langit pun semakin gelap, namun semangat di dalam dirinya malah semakin membara. Ia menyadari bahwa pencarian ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Temuan di sungai tadi hanyalah awal, dan sekarang ia tahu bahwa ada lebih banyak yang harus digali.

“Aku harus tinggal lebih lama di sini,” pikirnya tegas. “Jika aku meninggalkan tempat ini sekarang, aku mungkin kehilangan kesempatan untuk menemukan seluruh jejak peradaban itu.”

Satrio memandang peralatan dan persediaan yang dibawanya. Makanan masih cukup untuk beberapa hari, dan jika dibutuhkan, ia bisa memancing di sungai atau mencari tumbuhan liar yang bisa dimakan. Alat-alat penelitiannya juga masih dalam kondisi baik. Tekadnya makin kuat, ia akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjelajahi wilayah ini. Dengan mengandalkan petunjuk dari Rio dan pengamatannya sendiri, ia yakin bisa menemukan lebih banyak bukti.

Sambil membereskan alat masak dan menutup tenda untuk malam itu, Satrio memutuskan bahwa esok hari ia akan mulai menyisir daerah sekitar. Ia akan bergerak lebih jauh dari sungai dan mencoba menemukan bukit atau dataran yang tersembunyi—tempat yang kemungkinan pernah menjadi bagian dari peradaban yang hilang. Ini mungkin akan menjadi perjalanan yang lebih panjang dan menantang dari yang ia bayangkan, tapi bagi Satrio, ini adalah kesempatan untuk tidak hanya mengungkap misteri kuno, tetapi juga melanjutkan jejak ayahnya.

Dengan hati yang mantap, Satrio mempersiapkan diri untuk malam yang semakin dingin, sambil menata rencana di benaknya untuk hari-hari berikutnya.

Malam pun menjelang, membawa kesejukan dan kegelapan yang melingkupi hutan di sekitar tenda Satrio. Cahaya redup dari lampu kecil di dalam tendanya memberikan sedikit kehangatan saat ia duduk bersandar di matras, sibuk menulis di buku hariannya. Tangan Satrio bergerak lincah di atas kertas, mencatat pengalamannya sepanjang hari—penemuan batu berukir di sungai, percakapannya dengan Rio, dan rencananya untuk tinggal lebih lama di hutan ini.

Namun, di tengah kesibukan itu, telinganya menangkap suara aneh dari luar tenda. Awalnya samar, seperti bunyi ranting yang patah, namun perlahan semakin jelas. Satrio terdiam, berhenti menulis, dan mendongakkan kepala. Suara itu kini terdengar lebih dekat, seperti sesuatu yang bergerak perlahan di antara pepohonan dan semak-semak.

Jantungnya berdegup lebih kencang. Ia meletakkan pena dan bukunya, lalu perlahan mengambil senter dari samping tasnya. Suasana berubah tegang. Suara dari luar semakin tak biasa—ada bunyi dedaunan yang digeser dengan kasar, lalu disusul oleh dengusan lembut yang terdengar berat dan dalam.

Satrio memasang sikap waspada. Di satu tangan, ia menggenggam senter, sementara di tangan yang lain, ia meraih pisau kecil yang selalu disimpannya untuk berjaga-jaga. Perlahan, ia merangkak mendekati pintu tenda, telinganya terus mencermati suara dari luar.

Tiba-tiba, suara itu berubah menjadi lebih mengancam. Sebuah geraman rendah terdengar, sangat dekat. Dada Satrio semakin sesak, napasnya tertahan. Itu bukan suara hewan biasa—itu geraman harimau. Geraman yang dalam dan tajam, terdengar dari jarak yang tak lebih dari beberapa meter dari tendanya.

Jantung Satrio berdegup kencang, seakan siap meledak dari dadanya. Geraman itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas. Ia tahu harimau adalah penguasa hutan, dan sekali salah langkah, situasi bisa berakhir fatal. Ia menggenggam pisaunya lebih erat, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai dibanjiri ketakutan.

Ia tahu tak ada pilihan selain tetap tenang. Perlahan, Satrio merapikan posisi duduknya, menyiapkan diri untuk apa pun yang mungkin terjadi. Matanya terpaku pada pintu tenda, berharap hewan buas itu menjauh dan tak mendekat lebih jauh. Di tengah ketegangan yang mencekam, suara hutan yang tadinya menenangkan kini berubah menjadi ancaman yang tak terlihat.

1
Muslimah 123
1😇
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋👍🙏
Delita bae: iya , mksh semangat ya 😇💪👍🙏
Msdella: salam kenal kak.. wih banyak karyanya kak.. nnti aku baca juga kak
total 2 replies
miilieaa
haloo kak ..sampai sini ceritanya bagus kak
lanjut nanti yah
Msdella: Hallo.. Terima kasih kak.. Siap, kak. nanti saya update sampe tamat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!