'Xannia Clowin'
Gadis cantik berusia 22 tahun yang selama menjalani hidup baru kali ini dia mengetahui pengkhianatan sang ayah kepada ibunya .
Sejak Xannia berusia 2 tahun ternyata sang ayah sudah menikah lagi bahkan wanita itu sedang mengandung anaknya.
Awal mula terbongkar pengkhianatan ayahnya itu ketika sorang gadis yang tak jauh beda dari usia xannia datang,gadis itu langsung menemui ibu Xannia dan mengaku sebagai anak dari istri kedua suaminya,
semenjak kejadia itu ibu xannia sering sakit-sakitan dan 5 bulan kemudian sang ibu meninggal dunia.
Dari kejadian itu menimbulkan rasa dendam dan sakit hati Xannia kepada ayah dan kelurga istri keduanya,sehingga Xannia bertekat membalaskan dendam atas rasa sakit dan pengkhiantan ayahnya yang sampai membuat ibunya tiada,bahkan dia rela menjadi istri kontrak miliader yang ingin memiliki keturunan , dan dari situlah Xannia ingin memanfaatkan pria itu untuk membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VHY__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Xannia baru menyelesaikan pekerjaannya pukul enam sore.
Terlihat mobil Xannia memasuki halaman sebuah mansion bercat putih.
Setelah memarkirkan mobilnya, Xannia keluar dari sana dan berjalan kearah pintu utama mansion.
Xannia menekan bel dan tak lama kemudian pintu itu terbuka dari dalam.
"Kau sudah datang sayang?" tanya seorang wanita yang sudah tidak lagi muda itu.
"Apa kabar aunty," sapa Xannia dan memeluk wanita.
"Maaf, waktu itu aunty tidak bisa datang ke pemakaman ibumu," ujar wanita dengan raut wajah yang terlihat menyesal.
"Tidak apa aunty," sahut Xannia.
"Ayo masuklah ... Kami baru saja akan memulai makan malam," ajak wanita itu dan menggandeng tangan Xannia membawanya ke ruang makan.
"Al, lihat siapa yang datang..." ujar wanita itu pada sang suami.
"Kau sudah datang?" tanya pria yang sedang duduk di meja makan
"Kau yang menyuruh Xannia kemari?" tanya wanita itu pada suaminya.
"Iya, karna ada yang ingin aku berikan padanya," jawab pria tersebut.
"Baiklah, kalian bisa bicara nanti dan sekarang kita. makan malam dulu," tutur wanita itu dan menyuruh Xannia untuk duduk.
"Dimana yang lainnya aunty?" tanya Xannia.
"Ah mereka sedang keluar," jawab wanita tersebut.
"Makanlah yang banyak, kau harus tetap sehat dan jangan pernah lupa makan jika sedang bekerja," ucap wanita itu memberikan nasihat untuk Xannia.
"Thank you, aunty," sahut Xannia memberikan senyumannya.
Dan mereka pun makan malam dengan tenang tanpa ada obrolan lagi, hanya ada suara alat makan yang siling beradu.
"Aku sudah selesai, honey," ucap pria itu setelah meminum airnya.
"Xannia, jika sudah selesai temui paman di ruang kerja," ujar pria itu dan pergi dari ruang makan.
"Aunty dengar dari Pamanmu kau keluar dari rumah," kata wanita tersebut.
"Iya," jawab Xannia pelan.
"Aunty sudah tahu semuanya dari Bram. Tinggal-lah disini jika kau mau," ucap wanita itu.
"Aku sudah membeli apartemen dan sudah pindah kemarin," sahut Xannia.
"Aunty, aku sudah selesai. Aku akan menemui paman dulu" ujar Xannia dan berdiri dari duduknya.
Wanita itu hanya mengangguk dan memberikan senyumannya sebagai jawaban
Tok .....
Tok ......
Tok....
"Masuk," perintah suara dari dalam ruangan.
Xannia masuk kedalam dan melihat setelah mendapat izin dari sang pemilik ruangan.
"Duduklah," kata pria paruh baya di hadapannya.
Xannia mendudukan dirinya di kursi yang ada di hadapan pria itu.
"Apa yang ingin paman Bram bicarakan denganku?" tanya Xannia to the point.
Pria yang bernama Bram itu menyunggingkan senyumnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam laci.
Pria itu memberikan sebuah map berwarna merah pada Xannia.
"Apa in pamani?" tanya Xannia.
"Semua harta ibumu, termasuk sebagian sahamnya di perusahaan ayahmu," jawab Bram.
"Dia memberikan semuanya padamu, termasuk mansion yang di tempati ayahmu dan juga panti asuhan milik mendiang nenekmu," lanjutnya.
"Kapan mommy menyiapkan ini?" tanya Xannia.
"Setahun setelah kelahiranmu, dia sudah menyiapkan semuanya untukmu. Jika kelak di masa depan terjadi sesuatu dengan dirinya," jawab Bram.
"Lalu mansion itu?" tanya Xannia
"Mansion itu pemberian dari kakekmu untuk ibumu yang menikah dengan putranya, dan itu sudah atas nama ibumu," jawab Bram.
"Daddy tahu?" tanya Xannia.
"Ya, ayahmu tahu... Tapi, untuk surat warisan ini dia tidak tahu," jawabnya.
"Biar paman beritahu kau sesuatu," kata Bram menggantungkan ucapannya dan membuat Xannia penasaran.
"Satu tahun setelah kau lahir, sebenarnya ibumu sudah mendengar desas desus mengenai ayahmu yang menikah lagi. Berita itu menyebar dari mulut ke mulut.
Dan sampai di telinga ibumu. Tapi, ibumu tak memperdulikannya dan seolah tuli dengan fakta itu, dia membentengi dirinya untuk tak mengetahui apapun yang di lakukan oleh ayahmu di luar sana. Selama dia tak melihat istri kedua ayahmu maka dia akan baik-baik saja. Tapi, ternyata anak lain dari ayahmu malah menemuinya ," ujar Bram.
"Aku akan mengambil mansion itu kembali dari mereka," tekad Xannia.
"Jangan mudah percaya pada siapapun Xannia, termasuk pada ayahmu sendiri. Dia tak sebaik seperti yang kelihatannya. Walau pada dasarnya dia memang benar-benar menyayangimu dan mencintai ibumu," nasihat Bram.
"Apa maksud paman?" tanya Xannia penasaran.
"Kau akan mengetahuinya dengan sendirinya, perlahan-lahan semuanya akan terbuka, karna jalan yang dia buat sudah tak semulus rencananya," jawab Xannia.
Xannia mengerutkan keningnya mendengar pembicaraan pamannya.
"Tandatangani-lah," ucap Bram.
Sebelum menandatanganinya Xannia membaca surat-surat itu dengan sangat teliti dan tak melewatkan satu kata pun.
"Saham mommy sebanyak ini?" tanya Xannia tak percaya pada apa yang di lihatnya.
"Ya... Separuh dari saham milik ayahmu, ayahmu sendiri yang memberikannya," jawab Bram.
Dan tanpa ragu lagi Xannia pun menandatangani wasiat dari ibunya.
"Kau mau menyimpannya?" tanya Bram.
"Paman saja yang simpan," jawab Xannia.
"Baiklah," sahut Bram.
Mereka berdua pun berdiri dan berjalan ke arah pintu.
"Kau mau menginap disini?" tanya Bram setelah membuka pintu ruang kerjanya.
"Tidak paman, besok aku harus bekerja," jawan Xannia
Bram membawa Xannia ke ruang keluarga dimana ada istrinya yang sedang menonton televisi.
Bram mengecup pucuk kepala istrinya yang sedang fokus menonton.
"Pembicaraan kalian sudah selesai?"
"Sudah aunty," jawab Xannia.
"Anak-anak belum pulang?" tanya Bram.
"Belum, mungkin mereka akan menginap di rumah temannya," jawabnya.
"Menginaplah di sini sayang,"
"Terima kasih aunty. Tapi, sepertinya aku tak bisa menginap karna harus bekerja besok," jawab Xannia.
"Jika memiliki waktu luang, sering-seringlah main kemari," ujarnya.
"Iya aunty," sahut Xannia.
"Hati-hati," kata Hanna, istri Bram.
Xannia pun meninggalkan mansion itu dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Apa yang dimaksud oleh paman?" gumam Xannia memikirkan apa yang dikatakan oleh Bram mengenai ayahnya.
"Aku akan mencari tahunya nanti,"
Xannia membawa mobilnya memasuki basement apartemennya.
Dari balik pilar tampak seseorang sedang memotretnya dan mengirimkannya pada seseorang.
Setelah menutup dan mengunci pintu mobilnya, Xannia berjalan kearah lift yang akan membawanya ke lantai unit apartemennya.
Xannia menyandarkan tubuhnya di dinding lift dan bersedekap dada.
Xannia memejamkan matanya sembari menunggu pintu lift terbuka.
Ting...
Xannia berjalan keluar setelah pintu lift terbuka.
Gadis cantik itu melewati lorong yang terdapat beberapa pintu.
Dia membuka pintu apartemennya yang terkunci dan menguncinya lagi setela masuk kedalam.
Xannia menaruh tas kerjanya di atas sofa dan berjalan kearah lemari pendingin.
Ponselnya berbunyi beberapa kali dan itu adalah panggilan dari ayahnya.
"Ada apa?" Xannia ketus.
"Kenapa nada suaramu seperti itu pada ayahmu sendiri," kata Martin
Xannia tak menjawab dan membiarkan ayahnya untuk bicara lagi.
“Pulanglah kerumah, ayah akan berulang tahun lusa, dan keluarga kita akan datang,” ujar Martin.
"Yang datang adalah keluargamu dan keluarga istri keduamu, tidak ada keluarga ibuku disana. Jadi, untuk apa aku berada disana," sahut Xannia.
"XANNIA !! Jangan pernah menguji kesabaran daddy. Satu lagi, kau tak bisa membatalkan pertunanganmu dengan Arsen," ujar Martin penuh penekanan di sebrang telepon.
"Kenapa tidak bisa? Ini adalah hidupku, dengan siapa
aku menikah itu adalah hak-ku. Jika kau ingin menikahkan anakmu dengan Arsen, nikahkan saja dengan anak keduamu. Bukankah mereka sedang berpacaran," sinis Xannia.
"Jika daddy masih ingin bicara yang tidak penting, aku akan menutup teleponnya," kata Xannia.
Dan benar saja saat sang ayah menyebut nama Maria, Xannia langsung mengakhiri panggilan teleponnya.
"Ck... Dia bahkan masih bisa mengatur hidupku setelah aku keluar dari rumah itu,"
"Aku akan merebut kembali rumah ibuku dan akan ku tendang dua ular betina itu," gumam Xannia.
Xannia berjalan kearah kamarnya dan masuk kedalam kamar mandi . Ia mengisi air bathtub dengan air hangat dan menambah sabun dengan aroma vanilla agar tubuhnya lebih rileks.
Bersambung . . . .