Emanuel Abraham Lincoln seorang pria dewasa yang berumur 28 tahun merupakan CEO Dari perusahaan Besar yang bernama E,A Company
Emmanuel Merupakan suami dari seorang wanita cantik yang bernama Rossa, mereka sudah lama menikah dan di karuniai seorang
putra Yang Kini Berusia 2 tahun, putra mereka Di beri nama Kenzie Junior Abraham Lincoln.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Silvia
Malam hari.
"Mi, di mana putraku?" tanya Emmanuel yang baru saja pulang dari tempat kerjanya dan langsung menanyakan keberadaan Kenzie pada Mami Lenny
"Ada di kamarnya dong, El. Kamu lihat kan ini sudah jam berapa. Pastinya Kenzie sudah tidur di jam seperti ini," ujar Mami Lenny seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tanpa banyak berkata lagi. Emmanuel segera melangkah menuju lantai dua. Ia ingin menemui Kenzie. Entah mengapa ia terus dihantui rasa bersalah karena tadi pagi ia sudah berani membentak keras putranya itu.
Setibanya di kamar Kenzie. Pandangan Emmanuel langsung tertuju pada si mungil Kenzie yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Ia pun lantas mendekati sang putra.
Ditatapnya wajah Kenzie dengan penuh penyesalan. "Maafkan Papa, Nak. Maafkan Papa ...." lirih Emmanuel hampir menangis. "Karena wanita biadab itu kamu jadi kekurangan kasi sayang dari seorang ibu. Papa berjanji akan mencari seorang ibu baru untukmu. Seorang ibu yang akan menyayangimu dan mencintaimu melebihi dari apapun!"
Emmanuel membungkukan badannya lalu mengecup kening Kenzie dengan penuh kasi dan sayang. Ia adalah ayah yang sangat menyayangi putranya itu.
____________________________
Di sebuah desa. [Desa karang]
Silvia. Seorang gadis yang cantik dan ayu itu terlihat sedang mengemasi barang-barangnya masuk ke dalam koper. Sang ibu yang bernama Ratna memperhatikan gerak-gerik Silvia
"Kamu yakin mau berangkat sekarang?" tanya Ibu Ratna dengan nada ragu.
"Iya dong, Bu. Kalau tidak yakin, lalu untuk apa aku memasuki semua barang-barangku ke dalam koper ini? Ibu ini ada-ada saja pertanyaannya!" sungut Silvia seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, masih mengemasi barang-barangnya ke dalam koper.
"Siapa tahu kamu berubah pikiran. Dari semalam Ibu tidak bisa tidur karena memikirkanmu. Ibu takut terjadi apa-apa sama kamu saat di kota Jakarta nanti. Di kota itu penduduknya banyak yang jahat, Silvia. Kalau ada yang jahat padamu bagaimana? Kamu sendiri loh di sana, tidak ada yang bisa melindungimu di sana," ujar Ibu Ratna terlihat sangat cemas.
"Ya ampun, Bu. Ibu itu terlalu banyak berfikir. Silvia ini sudah besar, Bu. Silvia bisa menjaga diri Silvia baik-baik di sana. Lagi pula niat Silvia ke sana cuma mau bekerja bukan untuk hal yang tidak-tidak. Jadi Ibu tidak perlu khawatir, oke? Silvia pasti baik-baik saja di sana," ujar Silvia berusaha meyakinkan sang ibu.
Ibu Ratna yang mendengar itu hanya bisa menghela nafasnya dengan pasrah. "Kenapa tidak bekerja di sini saja sih, Nak?"
"Gaji di kota Jakarta lebih tinggi dari pada di desa ini, Bu. Itu lah mengapa aku sangat ingin pergi ke sana untuk bekerja. Dengan begitu kita bisa menghasilkan uang yang lebih banyak," jelas Silvia.
"Memangnya kamu akan kerja apa di sana?"
"Kerja apa saja lah, Bu. Yang penting halal."
.......
Mobil yang akan mengantar Silvia ke kota Jakarta sudah tiba di depan rumah. Silvia dan Ibu Ratna pun segera keluar dari dalam sana.
"Hati-hati di jalan ya, Nak. Ingat, kalau ada yang terjadi sesuatu padamu di sana segera telpon Ibu," ujar Ibu Ratna.
Silvia pun lantas mengangguk. "Pasti, Bu. Kalau begitu Silvia pergi dulu." Silvia pun mencium punggung tangan sang ibu lalu segera masuk ke dalam mobil.
Mobil pun melaju meninggalkan permukiman rumah itu yang membuat Ibu Ratna merasa sangat sedih hingga air matanya ikut menetes. Ibu mana yang tidak khawatir melihat putri satu-satunya pergi bekerja di tempat yang sangat jauh?
_____________________
Empat jam perjalanan. Akhirnya Silvia tiba di kota Jakarta. Silvia benar-benar dibuat kagum dan takjub ketika melihat kota tersebut yang dipenuhi oleh gedung-gedung yang sangat tinggi. "Wah ... ternyata kota Jakarta memang sangat maju dan mewah," gumam Silvia sembari berjalan menelusuri pinggir jalan.
Silvia terlalu fokus menatap gedung-gedung yang ada di sana sampai ia tak sengaja menabrak seseorang.
"Aduh!" pekik Silvia sedikit terdorong.
"Kalau jalan itu pakai mata!" sentak orang tersebut dengan ketus membuat Silvia tertunduk.
"Ma--Maaf," ucap Silvia.
Orang tersebut pun segera pergi dengan wajah ketusnya.
"Ya ampun. Ternyata yang dikatakan ibu memang benar. Orang-orang di sini banyak yang jahat," gumam Silvia dalam hatinya.
Silvia pun melanjutkan perjalanannya. Hingga ia tiba di sebuah rumah kontrakan kecil dan sempit. Rumah itu akan Silvia tempati selama ia bekerja di kota ini.
"Ini kuncinya," ucap Tante Emi yang merupakan pemilik kontrakan tersebut.
"Makasih, Tante," ucap Silvia menerima kunci tersebut sembari tersenyum lebar.
"Kalau ada apa-apa kabari Tante saja ya. Jangan pernah sungkan. Anggap saja Tante ini Tante kandung kamu," ujar Tante Emi begitu baik.
silvia pun lantas mengangguk secara perlahan. "Terimakasih, Tante. Pasti Silvia kabari kalau Naura ada masalah," ucapnya.
"Yasudah. Tante pergi dulu. Masih banyak yang harus Tante kerjakan," ucap Tante Emi yang langsung pergi dari sana setelah berpamitan pada Silvia.
Setelah Tante Emi hilang dari pandangannya. Silvia pun segera masuk ke dalam rumah kontrakan tersebut. "Walau pun kecil dan sempit tapi setidaknya aku punya tempat tinggal selama aku bekerja di sini," gumam Silvia dalam hatinya.
"Huff ... mulai besok aku harus mencari pekerjaan demi bisa mengirimkan uang pada ibu yang ada di desa," gumamnya lagi.
"Semangat Silvia! Kamu pasti bisa!"