NovelToon NovelToon
Lezatnya Dunia Ini

Lezatnya Dunia Ini

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Spiritual / Keluarga / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:11.4k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pocongan Berada Di Dapur Yang Kumuh

Setelah tertawa dan berbincang dengan Pak Suparno, suasana malam tampaknya kembali tenang. Mereka merasa lega karena mengetahui bahwa pocongan yang mereka lihat tadi hanyalah bagian dari lelucon. Pak Suparno pamit untuk pulang, dan Jengkok, Slumbat, serta Gobed kembali ke kamar mereka, berharap bisa tidur dengan nyenyak.

Namun, ketika mereka hampir terlelap, tiba-tiba terdengar suara aneh dari dapur. Suara itu seperti derap langkah kaki yang berat dan menabrak barang-barang di dapur. Jengkok dan Slumbat yang terbangun oleh suara itu saling berpandangan dengan penuh kekhawatiran.

“Apakah kamu juga mendengar itu?” tanya Jengkok, suaranya bergetar.

Slumbat mengangguk dengan wajah pucat. “Ya, aku juga mendengarnya. Sepertinya datang dari dapur.”

Mereka berdua memutuskan untuk memeriksa suara tersebut, meskipun ketegangan mulai terasa. Dengan hati-hati, mereka membuka pintu kamar dan melangkah perlahan menuju dapur. Setiap langkah terasa berat dan penuh ketidakpastian.

Saat mereka mencapai pintu dapur, Jengkok menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu. Dapur yang kumuh dan gelap terlihat lebih menakutkan dari biasanya. Lampu minyak yang ada di meja dapur berkedip-kedip, menciptakan bayangan-bayangan yang menari-nari di dinding.

Ketika pintu terbuka, mereka melihat sesuatu yang membuat darah mereka membeku. Pocongan yang sama yang tadi malam bercanda, kini berdiri di tengah dapur, tetapi kali ini tidak ada canda tawa. Sosok itu tampak lebih menyeramkan dengan wajah yang penuh luka dan kain kafan yang koyak.

Pocongan itu bergerak perlahan ke arah mereka dengan langkah yang berat, meninggalkan jejak bekas kotoran di lantai. Suara derap kaki yang berat semakin jelas terdengar, seolah-olah ada sesuatu yang sangat berat dan menakutkan yang mengikutinya.

Jengkok dan Slumbat berdiri membeku di tempat, tak mampu bergerak atau berbicara. Mereka hanya bisa menatap dengan mata terbelalak saat pocongan itu mendekat. Suara gemerincing dari kain kafan yang melilit tubuh pocongan terdengar semakin dekat, menambah ketegangan malam itu.

Slumbat akhirnya bisa bergerak sedikit dan membisikkan, “Kita harus keluar dari sini! Ini tidak beres!”

Jengkok mencoba mengumpulkan keberanian dan mendekat sedikit, “Kalau begitu, kita harus mencari cara untuk menghadapi ini. Kita tidak bisa lari dari sini.”

Namun, pocongan itu semakin mendekat dengan langkah yang semakin berat, dan seolah-olah ada aura jahat yang mengelilinginya. Slumbat menjerit pelan, “Apa yang harus kita lakukan?”

Tiba-tiba, pocongan itu berhenti dan berdiri di depan meja dapur, menatap Jengkok dan Slumbat dengan mata yang kosong dan menyeramkan. Udara di sekitar terasa semakin dingin, dan bau busuk mulai tercium dari sosok itu.

Jengkok dan Slumbat merasa tertekan oleh suasana yang sangat mencekam. Mereka berusaha mencari benda-benda yang bisa digunakan untuk melawan atau setidaknya melindungi diri. Jengkok mengambil sebuah penggorengan dari meja dapur dan menggenggamnya erat, sementara Slumbat mencari sesuatu di lemari.

Pocongan itu tiba-tiba mengeluarkan suara yang serak, “Tolong… Tolong… Aku tidak bisa…”

Slumbat dengan cepat berlari menuju lemari dan mengambil sebuah botol minyak goreng. Dia mencoba menuangkan minyak itu ke arah pocongan, berharap itu bisa mengusir sosok tersebut. Namun, minyak itu tampaknya tidak mempengaruhi apa pun.

Jengkok, dengan keberanian yang tersisa, berteriak, “Kami tidak tahu siapa kamu atau apa yang kamu inginkan, tetapi kami tidak akan membiarkanmu mengganggu kami lebih lama lagi!”

Pocongan itu tiba-tiba melangkah mundur dengan gerakan yang sangat cepat, seolah-olah terkejut dengan tindakan mereka. Sosok itu melayang-layang dan mulai menghilang perlahan-lahan. Suara derap kaki semakin jauh dan akhirnya menghilang sama sekali.

Ketika suasana kembali tenang, Jengkok dan Slumbat saling berpelukan, terengah-engah dan ketakutan. “Apa yang barusan terjadi?” tanya Slumbat dengan suara gemetar.

Jengkok masih menggenggam penggorengan dan berusaha menenangkan diri. “Aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya itu bukan lelucon lagi. Mungkin kita menghadapi sesuatu yang benar-benar menyeramkan.”

Mereka berdua memeriksa dapur dengan cermat dan memastikan bahwa pocongan itu sudah benar-benar menghilang. Meski ketakutan masih terasa, mereka merasa sedikit lega karena situasi tampaknya sudah mereda.

Slumbat menggenggam tangan Jengkok dan berkata dengan penuh kekhawatiran, “Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita tidak bisa tidur seperti ini.”

Jengkok mencoba memberikan sedikit kepastian, “Kita harus tetap waspada. Mungkin kita bisa mencari bantuan atau mencari tahu lebih lanjut tentang apa yang terjadi.”

Mereka memutuskan untuk tetap berjaga-jaga dan tidak tidur malam itu. Mereka duduk bersama di ruang tamu, bersandar pada sofa, dan berusaha untuk tetap tenang sambil saling berbagi cerita untuk mengalihkan perhatian dari ketegangan yang mereka alami.

Di tengah ketegangan yang masih menyelimuti malam itu, Jengkok dan Slumbat duduk bersama di sofa, berusaha menenangkan diri setelah mengalami kejadian yang sangat menakutkan. Mereka saling memandang dengan cemas, mencoba mengalihkan perhatian dari ketegangan yang masih terasa.

Tiba-tiba, dari dalam kamar, terdengar suara geraman yang mengerikan dan tidak wajar. Suara itu menggetarkan dinding dan membuat Jengkok serta Slumbat saling berpandangan dengan ketakutan.

“Apa itu?” tanya Slumbat, suaranya bergetar. “Apakah ada yang masih di dalam rumah?”

Jengkok dengan cepat berdiri dan menuju kamar Gobed, sementara Slumbat mengikuti dengan cemas. Ketika mereka membuka pintu kamar, mereka terkejut melihat Gobed terbaring di ranjang dengan mata yang terbalik, menatap kosong ke arah langit-langit. Suara geraman yang mengerikan datang dari mulutnya.

“Gobed!” seru Jengkok, suaranya penuh kekhawatiran. “Apa yang terjadi padamu?”

Gobed menggerakkan tubuhnya dengan cara yang tidak wajar, dan suara geramannya semakin keras, seolah-olah ada sesuatu yang menguasai tubuhnya. Kain kafan pocongan yang menakutkan tampak berkeliaran di sekitar kamar, dan suasana menjadi semakin mencekam.

Slumbat menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menahan teriakan. “Ini… ini seperti pocongan yang menguasai anak kita!”

Jengkok merasa ketakutan yang sangat mendalam, tetapi dia tahu bahwa mereka harus bertindak cepat. “Kita harus melakukan sesuatu. Mungkin ada cara untuk mengusir pocongan ini dari Gobed.”

Saat mereka berdiri di ambang pintu, tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu depan. Kegaduhan di rumah mereka tampaknya sudah mengundang perhatian tetangga. Suara-suara itu semakin mendekat, dan beberapa warga mulai berdatangan untuk memeriksa.

“Jengkok! Slumbat! Ada apa di sini?” teriak salah satu tetangga, Ibu Ratna, sambil mengetuk pintu dengan panik.

Jengkok berusaha menjelaskan dengan cepat. “Tolong, cepat masuk! Anak kami… anak kami terkena sesuatu!”

Ibu Ratna, bersama beberapa tetangga lainnya, masuk ke dalam rumah dengan ekspresi cemas. Mereka melihat Gobed yang masih terbaring di ranjang, dengan mata terbalik dan geraman yang mengerikan. Warga mulai terkejut dan ketakutan, beberapa di antaranya menutup mulut dan mata mereka.

Pak Joko, tetangga yang dikenal sebagai orang yang tahu banyak tentang hal-hal mistis, maju dengan hati-hati. “Ini tidak baik. Sepertinya anak kalian terkena gangguan yang sangat serius.”

Slumbat menangis sambil memohon, “Tolonglah, Pak Joko! Bagaimana cara mengeluarkan pocongan dari anak kami?”

Pak Joko menatap Gobed dengan serius dan kemudian mengambil beberapa benda dari tasnya, termasuk garam, bunga, dan sebuah buku doa. “Kita harus melakukan ritual untuk mengusir roh jahat ini. Namun, kita perlu melakukan ini dengan hati-hati. Pocongan ini mungkin sudah sangat kuat.”

Jengkok dan Slumbat mengikuti instruksi Pak Joko dengan seksama. Mereka membantu menyiapkan tempat dan meletakkan benda-benda yang diperlukan di sekitar kamar. Pak Joko memulai doa-doa dengan lantang, dan suasana di sekitar menjadi semakin menegangkan.

Saat Pak Joko mulai membacakan doa, pocongan itu tampaknya semakin mengamuk. Suara geraman dari Gobed semakin keras, dan ruangan terasa semakin dingin. Lampu-lampu berkedip-kedip dan barang-barang di sekitar mulai bergerak sendiri, menambah suasana yang semakin mencekam.

Salah satu tetangga, Bu Leni, mencoba berteriak untuk menenangkan suasana. “Kita harus tetap tenang! Jangan panik!”

Jengkok berusaha membantu dengan menyebar garam di sekeliling kamar, berharap itu bisa membantu mengusir pocongan. Slumbat terus berdoa dengan penuh harapan, matanya penuh air mata.

Pak Joko melanjutkan doanya dengan penuh keyakinan. “Roh jahat, tinggalkan tubuh ini! Kalian tidak punya hak di sini!”

Tiba-tiba, geraman dari Gobed berhenti dan tubuhnya mulai tenang. Mata Gobed kembali normal, dan dia mulai mengerang seperti orang yang baru terbangun dari tidur yang sangat dalam. Suasana di kamar perlahan-lahan menjadi lebih tenang, dan pocongan itu tampaknya menghilang dengan cepat.

Jengkok dan Slumbat merasa lega melihat Gobed mulai sadar dan kembali normal. Mereka segera memeluk anak mereka dengan penuh kasih sayang, berterima kasih kepada Pak Joko dan para tetangga yang telah membantu mereka.

Pak Joko menenangkan, “Anak kalian sekarang aman. Tapi kalian harus tetap waspada. Ini mungkin belum sepenuhnya berakhir.”

Warga mulai kembali ke rumah mereka setelah memastikan bahwa semuanya sudah aman. Jengkok dan Slumbat merasa sangat bersyukur atas bantuan yang mereka terima.

Setelah kejadian malam itu, mereka memutuskan untuk tetap waspada dan berdoa untuk perlindungan. Mereka menghabiskan sisa malam dengan duduk bersama, menjaga Gobed, dan berbicara tentang kejadian yang baru saja mereka alami.

Malam itu, meskipun penuh ketegangan dan ketakutan, keluarga Jengkok merasa lebih dekat satu sama lain. Mereka tahu bahwa meskipun menghadapi situasi yang sangat menakutkan, kebersamaan dan dukungan dari orang-orang di sekitar mereka sangat berharga. Malam itu akan selalu dikenang sebagai malam yang menegangkan namun penuh dengan dukungan dan keberanian.

1
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯
dapat inspirasi di mana nama unik begitu wkwk
Zhu Yun💫: Gak suhu kakak, cuma mencoba menuangkan imajinasi aja 😁

follback y kakak
DJ. Esa Sandi S.: eh iya ya ... 11 mantap lah ..

087737663621 (Esa) please ping me yah .. aku mau berguru lebih lanjut padamu suhu /Pray/
total 16 replies
anggita
like👍+☝hadiah iklan. moga novel ini sukses.
DJ. Esa Sandi S.: makasih Anggita,, moga kamu juga sukses ya/Smile/
total 1 replies
anggita
Jengkok, Slumbat, Gobed...🤔
DJ. Esa Sandi S.: hehehe iya, tau gak artinya?
total 1 replies
Princes Family
semangat kak..
DJ. Esa Sandi S.: makasih ya dek , sukses kembali untukmu ya /Drool/
total 1 replies
Maito
Bahasanya mudah dipahami dan dialognya bikin aku merasa ikut dalam ceritanya.
DJ. Esa Sandi S.: terimakasih suportnya ya 🤗. semoga kamu sukses selalu ya
total 1 replies
Gemma
Terjebak dalam cerita.
DJ. Esa Sandi S.: hehehe . thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!