SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7
Morgan tersenyum puas mendengar kabar baik itu. Binar bahagia terpancar jelas di wajahnya mengingat besok akan berjumpa langsung dengan kekasihnya atau mungkin mantan kekasih tepatnya.
Morgan kembali pada teleskopnya, mengamati apa yang tengah Elina lakukan hari ini. Dia bisa melihat dengan jelas wanita pujaannya itu tengah berenang bersama kedua sahabatnya.
"Cantik" gumam Morgan pelan.
Sementara Elina yang sedang asik berenang bersama Viola dan Bianca, tertawa dengan bahagia. Rasanya sudah lama tak menyentuh air, karena kenyataannya memang begitu.
"Vi, Bi, lo berdua nginep aja temenin gue." Ujar Elina membujuk kedua sahabatnya.
Bianca mengangguk. "Gue gak masalah sih nemenin lo. Viola tuh yang suka susah." Ujar Bianca melirik Viola yang terdiam mendengarkan obrolan mereka.
"Gue ikut, aman deh." Sahut Viola sebelum kembali menceburkan tubuhnya ke air. Mereka bertiga memang sama-sama hobi berenang.
***
Keesokan harinya seperti yang telah direncanakan, kedua orangtua Elina berangkat ke LN. Elina, Bianca, Viola juga ikut serta mengantar mereka sampai di bandara.
"Om sama Tante, titip El ya Vi, Bi. Tante percaya sama kalian." Ujar Mama Reta.
"Iya Tan, El aman kok sama kita." Ujar Viola dengan mantap.
"Mama sama Papa lama di sana?" tanya Elina yang terlihat tak ingin ditinggal keduanya.
"Sayang, enggak akan lama. Mungkin sebulan paling lama Mama Papa pulang." Jelas Mama kemudian memeluk putrinya, diikuti Papa yang juga memeluk Elina.
"Hati-hati di rumah ya, Sayang. Jangan keluyuran dulu, kamu belum sembuh total." Ujar mama memperingati putrinya itu.
Akhirnya Mama Reta dan Papa Agam benar-benar pergi meninggalkan tanah air. Menyisakan Elina yang merasa sedih, karena harus ditinggal mereka.
Awalnya Elina menolak rencana mereka yang akan pergi. Namun mama menjelaskan kalau pertemuan itu sangat penting. Hingga Elina yang dibujuk sedemikian rupa oleh mama akhirnya luluh juga.
"Gak usah sedih gitu lah, El. Kan ada kita di sini." Ujar Bianca yang mengerti akan kegundahan hati Elina.
Entah mengapa semenjak Elina kecelakaan, Elina tak mau salah satu dari orang-orang yang saat ini berada di sekitarnya pergi. Rasanya Elina ingin mereka semua berkumpul bersama dirinya. Namun Elina sadar, ia tak bisa egois.
"Ya udah pulang yuk" ajak Bianca, hingga keduanya pun menurut dan akan kembali pulang ke rumah.
Saat dalam perjalanan, Viola mengajak mampir sebentar ke kafe favorit yang ada di kota mereka. Mereka memesan makanan dan minuman untuk sarapan, karena memang belum sarapan saking paginya keberangkatan kedua orangtua Elina.
"Mau pesen apa, lo?" tanya Bianca, dan merekapun memesan menu yang tersedia.
Sembari menunggu menu mereka datang, mereka terlihat berbincang dan saling mengobrol dengan santai. Bianca dan Viola tampak mengamati Elina, apakah mengingat kafe favorit mereka itu atau tidak.
"El, lo gak inget tempat ini?" tanya Viola memancing Elina.
Elina menggeleng pelan. "Gue gak inget sama sekali tempat ini. Kita sering datang kesini?" tanya Elina penasaran. Karena kedua sahabatnya tampak ingin dirinya mencoba mengingat tempat itu.
"It's oke, El. Gak papa kalau lo belum inget, nanti pelan-pelan kita bakal bantuin lo kok." Ujar Bianca ingin Elina tetap semangat.
Elina mengulas senyumannya. Lega karena dirinya dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa mendukung dan tak menekan dirinya. Elina rasa, Viola dan Bianca memang sebaik itu sampai Elina bisa memilih mereka menjadi sahabatnya.
Obrolan mereka terpotong dengan kedatangan menu mereka. Setelahnya mereka menikmati hidangan yang disajikan dengan hikmat dan terlihat menikmati. Hingga tiba-tiba, kedatangan seseorang mengejutkan mereka bertiga.
"El" panggilnya dengan suara lembut.
Mereka terkejut, namun Elina jauh lebih terkejut saat melihat wajah orang yang memanggil namanya.
"Lo?" lirih Elina nampak tak nyaman.
"Morgan? Ngapain lo di sini?" tanya Bianca dengan nada kesal.
"Gue mau ketemu El." Jawab Morgan tanpa mengalihkan tatapannya dari Elina.
Sementara Viola menepuk jidatnya. Morgan benar-benar tak sabar, kenapa harus sekarang sih menemui Elina. Mana di tempat umum, pasti situasinya tidak kondusif nantinya.
"Pergi, Gan. Gue gak izinin lo nemui El." Ketus Bianca meminta Morgan untuk pergi.
Morgan mengabaikan perkataan Bianca, dan masih terus fokus pada Elina. "Gue mau ketemu, El." Tegas Morgan merespon perkataan Bianca.
Dengan gerakan cepat, Morgan berjalan mendekat ke arah Elina.
"El, gue mau ngomong hal penting. Please kasih gue waktu buat jelasin semuanya." Pinta Morgan dengan nada lembutnya.
Sementara Elina masih terdiam, ia tengah berusaha menguasai dirinya. Entah mengapa setelah melihat Morgan, Elina merasa sesak pusing dan tiba-tiba tubuhnya lemas. Hingga kini, ia tengah berusaha menahan ketidaknyamanan yang dialaminya.
"El, lo gak papa?" tanya Viola yang tampaknya peka kala Elina terlihat gelisah.
Viola mendekati Elina, menggeser Morgan untuk menjauh dari Elina. Dengan pelan, Viola mengusap bahu Elina dengan perhatian. "Lo gak papa?" tanya Viola lagi.
Namun Elina masih tampak diam saja, fokusnya masih pada berusaha untuk menguasai dirinya. Elina memijat keningnya dengan lemas. Hingga Elina merasa tiba-tiba tubuhnya melayang dan semuanya gelap.
BRUK
Elina terjatuh dari kursi, pingsan.
"El!" teriak mereka bertiga bersama, terkejut dengan apa yang terjadi pada Elina.
Morgan dengan sigap bergerak cepat untuk mengangkat Elina dalam dekapannya. Namun Bianca mencegah itu.
Hingga Bianca dan Viola yang membantu Elina untuk kembali duduk di kursinya. Bianca meminta Morgan untuk jauh-jauh, karena yakin Morgan lah penyebab rasa tidak nyaman Elina.
"El, lo gak papa?" tanya Bianca saat Elina terlihat bergerak.
"Bi, gue lemes banget. Bawa gue pulang." Pinta Elina dengan suara lemahnya.
Bianca mengangguk dan segera merangkul pundak Elina bersama Viola untuk menuju kendaraan mereka. Namun sebelum itu, Morgan mencegah mereka dan berujar.
"Kita bawa ke rumah sakit, biar El dapat penanganan yang tepat." Ujar Morgan menginterupsi.
Elina menggeleng, ia benar-benar hanya ingin pulang saat ini. Dan tak mau melihat wajah Morgan lagi. "Please, gue mau pulang."
"Tapi, El ..." dengan nada khawatirnya Morgan ingin membantah.
Namun Bianca memperingati Morgan untuk jangan memaksa Elina. Hingga akhirnya Elina di bawa pulang. Dan Morgan yang hendak menyusulnya dilarang oleh Bianca dengan tegas.
"Kalau lo memang peduli sama El, lo gak perlu ikut ke rumah El. Dia pingsan karena liat lo, lo sadar gak sih, Gan?" ketus Bianca yang lama-lama jadi kesal.
Hingga Morgan hanya bisa membeku menatap punggung Elina yang mulai menjauh. Apa Elina sebenci itu, hingga melihatnya saja tak sudi?
Morgan tersadar dari keterdiamannya. Ia pun berniat untuk tetap mengikuti mereka ke rumah Elina. Rasa khawatirnya lebih besar dibanding apapun.
Next .......